Selasa, 17 Agustus 2010

Mengajar di Derah Tetinggal, Jangan Pernah Menyerah





Bapak, jangan pernah menyerah...,” kata Ny Ani Yudhoyono saat berdialog dengan guru sekolah dasar berdedikasi di daerah khusus dan guru pendidikan luar biasa atau berpendidikan khusus berdedikasi tingkat nasional di Istana Negara, Jakarta, Sabtu (14/8).Ia melanjutkan, ”Ini keprihatinan kita bersama. Jangan pernah putus asa melihat anak-anak yang jika dikerasi malah tidak mau belajar. Mungkin bisa dicari metode lain, dengan alat peraga agar bisa mengikuti pelajaran.”

Semangat itu diberikan Ny Ani Yudhoyono sebagai Ibu Negara saat menjawab pertanyaan La Ode Boga, guru SD Negeri 3 Magonti, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, yang menceritakan kesulitannya mengajar di daerah terbelakang. Tak hanya jarak ke sekolah yang jauh, tetapi lintasannya juga sering terendam banjir.
Dengan catatan di tangan kiri dan memegang alat tulis, istri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengenakan baju batik berwarna coklat itu terlihat piawai memberikan jawaban dan penjelasan atas sejumlah pertanyaan dan keluh kesah guru. Sebelum menjawab, ia mencari tahu kesulitan mengajar di daerah pelosok dan mencoba memberikan jalan keluar yang terbaik.

Ny Herawati, istri Wakil Presiden Boediono, yang duduk di sebelah Ny Ani Yudhoyono, juga terlihat serius meski sama sekali tak ikut mencatat, seperti Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh dan istrinya, Ny Lily. Sesekali Ny Herawati Boediono ikut membantu memberikan jawaban kepada Ny Ani Yudhoyono meski ia tak memberikan penjelasan langsung. Menurut La Ode, kesulitan mengajar juga menghadang. Setelah ia sampai, acap kali muridnya tak mau masuk ke sekolah. Mereka beralasan membantu orangtuanya sebagai petani. ”Kalau dipaksa, mereka malah marah dan tidak bersekolah. Padahal, mereka ada yang kelas VI SD,” ungkapnya.

Menurut La Ode, warga di daerahnya adalah petani yang belum memiliki pemahaman tentang pentingnya pendidikan. Akibatnya, anak-anak lebih suka membantu orangtuanya atau lekas menikah. Jumlah penduduk di kawasan itu mencapai 200 keluarga dan mereka hidup tanpa listrik.Ny Ani Yudhoyono pun menanyakan lagi, apakah di Magonti ada perpustakaan desa? ”Tolong, saya diberi kabar. Kalau belum, nanti saya kirim, termasuk alat peraga,” tuturnya.

Untuk listrik di Desa La Ode, ia tak bisa memberikan jawaban. Ny Ani Yudhoyono hanya berjanji akan meneruskannya kepada yang berwenang.Keluh kesah lain disampaikan Verwida, guru SD Luar Biasa Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Ia harus menempuh jarak 17 kilometer ke sekolah sehingga memakan ongkos luar biasa besar, padahal gajinya rendah. Soal lain adalah jumlah guru yang sedikit, murid banyak dan sebagian besar hiperaktif.




”Mengajar murid yang hiperaktif sangat menyulitkan. Ibu sabar. Ibu termasuk yang luar biasa,” kata Ny Ani Yudhoyono. Tentang biaya transportasi, ia menyarankan guru meminta bantuan pemerintah daerah.Guru lain yang mengeluhkan kondisi daerah adalah Saguni, guru SD Negeri Posom, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. ”Saya tidak menuntut gaji dan insentif tinggi, tetapi bagaimana memberikan fasilitas kepada anak-anak miskin dan tertinggal yang menjadi murid saya. Setiap hari saya tersenyum dan tertawa, padahal hati menangis. Murid-murid saya belum menikmati kemerdekaan ini,” katanya.

Saguni berniat memanfaatkan uang tabungan yang baru diberikan Presiden dan Ny Ani Yudhoyono serta BUMN senilai Rp 8,5 juta untuk mendirikan ruang sekolah. Ia akan bekerja sama dengan desa lain.
La Ode, Verwida, dan Saguni hanya 3 dari 98 guru yang diundang ke Istana Negara terkait perayaan 65 tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Seusai bertemu dengan Ny Ani Yudhoyono, mereka pulang dengan membawa berbagai hadiah dan kebanggaan. (Suhartono, Kompas; 16/8)