Selasa, 21 Oktober 2014

Perselisihan Batas Derah, Konflik Kepentingan Sesaat




Oleh harmen Batubara

Perselisihan batas daerah telah menjadi persoalan besar dan menjadi salah satu keprihatinan Nasional. Rangkaian konflik ini telah banyak menghabiskan waktu, dana dan peluang untuk pembangunan daerah ke arah yang lebih baik lagi. Sebagai contoh perselisihan batas antara Kabupaten Musirawas dengan Musi Banyuasin yang dipicu oleh rebutan SDA di Sumur Gas Subhan 4; begitu juga antara Kabupaten Blitar dengan Kabupaten Kediri dalam hal memperebutkan kawah Gunung Kelud; sengketa batas wilayah antara Provinsi Jambi dengan Provinsi Kepulauan Riau terkait kepemilikan Pulau Berhala; rebutan pulau Lari-larian antara Sulawesi Barat dengan Kota Banjarmasin dan masih banyak lainnya. Untuk memastikan kepemilikan batas mereka memperjuang kannya hingga ke Mahkamah Agung ke Mahkamah Konstitusi tapi tetap saja kepemilikan batas tidak jelas. Demikian pula dengan UU  No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 198 yang mengamanatkan "Kalau ada sengketa wilayah, Mendagri memiliki wewenang memutuskan dan keputusan itu bersifat final dan mengikat". Tetapi ternyata juga tidak mempan. Lalu harus bagaimana lagi?  Satu hal yang banyak para pihak lupa bahwa langkah terbaik adalah cara musyawarah untuk mufakat dalam semangat dan bingkai NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Dengarkan lawan yang berselisih paham apa maunya, dan temukan jalan komprominya, dan kalau sudah sepakat kemudian buat kesepakatan baru, dan kemudian adendum UU batas daerahnya. Selesai, sungguh sangat sederhana. Tapi itulah masalahnya, para pihak hanya senang meluapkan emosinya dan mau menang sendiri. Itulah persoalannya.

Lengkapnya Lihat Disini

Sejak era otonomi daerah (Otda) tahun 1999, jumlah daerah otonom telah bertambah sebanyak 205 buah, yakni 7 provinsi, 164 Kabupaten dan 34 kota (Kemendagri, 2010). Saat ini batas antar daerah yang ada berjumlah 966 segmen dan baru 15% yang telah selesai ditegaskan melalui Permendagri, selebihnya (85%) masih belum dapat ditegaskan di lapangan dengan bebagai alasan (Subowo,2013). Dari fenomena konflik batas wilayah yang demikian akut dan menyebar hampir di setiap provinsi, Adakah Solusi Yang Tepat Dan Cepat Dalam Penyelesaian Perselisihan Batas Ini? Semua ini bermula dari Undang-undang Pembentukan Daerah (UUPD) yang tidak dilengkapi dengan Lampiran peta batas wilayah yang benar dan sesuai dengan kaidah perpetaan. Pada umumnya tidak diikuti dengan pendefinisian titik dan garis batas yang tegas di dalam peta lampiran UUPD. Peta lampiran UUPD adalah peta yang bersifat legal, artinya apa yang digambarkan pada peta tersebut memiliki kekuatan hukum yang bersifat mengikat. Oleh sebab itu pembuatan peta lampiran UUPD seharusnya dilakukan secara cermat dan benar sesuai kaidah kartografis yang baku. Kesalahan dan tidak akuratnya peta garis batas wilayah inilah yang menimbulkan sengketa posisional antar daerah yang berbatasan (Adler,1995).

Tetapi semua ini terjadi bukan dengan sengaja, pada era sebelum otonomi daerah luas, anggapan yang ada sebelumnya, batas hanyalah sekedar tanda. Karena itu Peta yang mereka buat pada masa itu sebenarnya maksudnya juga hanya sekedar petunjuk lokasi wilayah. Bahwa wilayah Provinsi, Kabupaten atau Kota yang dibentuk itu adanya diantara wilayah lainnya, atau sekedar pembeda antara Kabupaten A dan Kabupaten B, tidak lebih. Tapi zaman berubah, era reformasi adalah era Undang-undang. Semua pihak merujuk kepada UU. Peta yang tadinya hanya dibuat seadanya, tanpa ada skala, tanpa arah utara yang jelas? Tiba-tiba berubah menjadi sangat tinggi nilainya.Peta lampiran pada UUPDOB  mendadak berubah nilai dan merupakan petunjuk sakral yang akan dijadikan peta batas, peta penentuan luas wilayah, peta yang jadi pedoman untuk DAU. Jelas sekali, hasilnya runyam-runyam dan runyam. Peta yang tadinya dibuat oleh petugas administrasi biasa, yang bisa jadi tidak paham akan arti sebuah peta,  kini jadi bahan kajian para ahli perpetaan ternama. Ya sampai kiamat tidak akan ditemukan penyelesaiannya. Itulah yang terjadi, masalah inilah salah satu yang jadi pemicu bagaimana batas jadi sangat bermasalah.

Permasalahan yang ditemukan, banyak peta batas wilayah pada UUPD yang tidak memenuhi syarat teknis kartografis bila digunakan sebagai dasar dalam penegasan batas daerah. Persyaratan teknis tersebut meliputi : adanya skala, datum geodetik, sistem koordinat dan sistem proyeksi peta. Penelitian  yang telah dilakukan terhadap peta batas wilayah pada UUPD periode 1990-2003, 68 % tidak mencantumkan skala. Tidak adanya  skala maka peta batas wilayah tersebut tidak dapat digunakan untuk analisis spasial seperti mengukur panjang segmen batas atau luas wilayah.Hal lain yang juga cukup menarik untuk dicermati adalah pedoman yang jadi dasar pelaksanaan penegasan batas itu sendiri. Selama ini yang dijadikan solusi adalah dengan mempedomani Permendagri No.1 tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah, yakni penegasan batas yang dititik beratkan pada upaya mewujudkan batas daerah yang jelas dan pasti di lapangan, yakni dengan melakukan pengecekan dan pengukuran langsung di lapangan. Metode ini ternyata memerlukan dana yang besar dan waktu yang lama. Oleh sebab itu Permendagri Nomor 1 Tahun 2006 dinilai tidak sesuai lagi dengan keadaan dan kurang mendukung dalam proses percepatan penegasan batas daerah, sehingga kemudian pada bulan Desember 2012 Menteri Dalam Negeri mengeluarkan kebijakan mengganti Permendari No.1 tahun 2006  dengan Permendagri  yang baru yaitu Permendagri No.76 tahun 2012. 

Salah satu perubahan yang mendasar dan innovative pada Permendagri No.76 tahun 2012 adalah bahwa penegasan batas daerah untuk penentuan koordinat titik-titik batas tidak harus selalu dilakukan dengan metode survei di lapangan, namun dapat ditentukan secara KARTOMETRIK di atas PETA DASAR serta citra satelit yang dioleh jadi peta tiga dimensi. Metode kartometrik ini adalah pemanfaatan teknologi survei dan pemetaan masa kini, yang dapat menghadirkan Kondisi real di lapangan ke ruang rapat. Dengan metode Kartometrik ini  jelas dapat mengurangi kegiatan survei di lapangan yang biasanya memerlukan dana yang besar dan waktu yang relatif lama terutama pada kondisi medan yang sulit dijangkau karena hambatan alam itu sendiri, menjadikan pekerjaan penegasan batas secara teknis dapat dilakukan dalam waktu yang jauh lebih singkat tanpa mengurangi akurasi yang dibutuhkan. Dengan peta RBI yang dipadukan dengan data Quickbird misalnya, kita dapat melihat batas itu secara tiga dimensi dengan ketelitian sampai 2.5 meter. Boleh dikatakan secara teknis penegasan batas jadi mudah dan menyenangkan.

Konflik Batas Konflik Cari DAU

Saya sudah lama terlibat penegasan batas, baik sebagai teknisi maupun pembuat konsep kebijakan. Sejak tahun 1984 saya sudah ikut terlibat dalam penegasan batas, baik batas antar negara maupun batas antar daerah. Pengalaman itu juga membawa penulis ke berbagai negara dan daerah, khususnya melihat bagaimana konflik atau perselisihan batas itu begitu kuat melekat pada semangat warga untuk mempertahankannya, mereka tidak punya rasa takut sama sekali. Sepertinya hanya ada satu penyelesaian konflik batas, bertarung sampai mati. Belum pernah saya melihat ada masalah batas yang dibicarakan dengan secara baik-baik. Kalaupun ada maka itu hanyalah sekedar sandiwara, di hati mereka tidak pernah ada kata untuk memberi.Sebut saja konflik batas, maka yang ada adalah semangat permusuhan, misalnya yang ada antara Thailand-Kamboja; antara China-India; antara Mexico-Amerika; antara Indonesia-Malaysia; antara china dengan Vietnam, Malaysia, Taiwan, Brunai Darussalam, Filipina di Laut China Selatan; antara China-Jepang;antara Korea Utara-Korea Selatan;antara Korea Selatan-Jepang dll., semua itu penuh intrik dan tipu daya. Tidak ada suasana damai, yang ada hanyalah ke hati-hatian, saling curiga dan ketidak percayaan.

Dengan teman perunding dari Malaysia di sela-sela rapat kita sering bicara hati-ke hati agar para pihak mau melihat sedikit saja ke belakang untuk sekedar melihat posisi lain dari posisi yang telah digariskan. Biasanya kita bilang bahwa Indonesia itu mempunyai tradisi harga mati untuk batasnya, karena Indonesia memperoleh kemerdekaannya dengan taruhan dan korban atas jutaan jiwa/nyawa; berbeda dengan Malaysia yang tidak pernah meneteskan darah untuk memperolehnya, sehingga tolonglah bisa memahami? Tapi biasanya teman Malaysia itu dengan santai lalu bilang, Indonesia kan luas wilayahnya, kenapa hanya areal sekian hektar kok jadi dipermasalahkan? Sedikit bertolak angsur lah? Begitu selalu mereka menyebutnya. Tahu nggak, perbatasan antara Indonesia-Malaysia di pulau Kalimantan sepanjang 2004 km lebih itu masih ada 10 OBP (Outstanding Boundary Problems) yang kedua negara belum sepakat di sepuluh titik tersebut. Padahal kedua negara itu sudah melakukan pengukurannya sejak tahun 1975-2000; cara pengukurannya sudah sesuai prosedur yang dibuat bersama, sudah diukur bersama-sama-dalam artian yang sesungguhnya. Misalnya saat mengambil data jarak dan sudut, kedua negara memakai alat yang sama diukur oleh tim bersama.

Caranya juru ukur Indonesia mendirikan atau setting alat, kemudian membaca data dengan suara keras sehingga tim mendengarkan, kedua pihak sama-sama mencatat hasilnya, kemudian membubuhkan tanda tangan pada buku ukur partnernya masing-masing. Artinya juru ukur Indonesia melihat buku ukur Malaysia dan kalau angkanya sama lalu membubuhkan tanda tangannya. Begitu juga sebaliknya. Saat penghitungan data juga sama, rumusnya sama datanya sama, hasilnya di “cross chek” kalau hasilnya sama lalu dibubuhkan tanda tangan. Menggambar juga sama, metoda sama, alat sama dan hasilnya juga sama. Kalau hasilnya sama lalu membubuhkan tanda tangan. Begitu seterusnya, sampai selesai. Tetapi begitu selesai, tokh pihak Malaysia juga masih tidak setuju dan sampai saat ini masih juga belum selesai. Itu berarti selama 38 tahun belum juga selesai. Tapi secara nyata malah menghasilkan sumber konflik batas. Konflik batas antar kabupaten/Kota atau antar provinsi, juga tidak kalah serunya. Secara logika mestinya tidak ada masalah, karena batas tersebut bukanlah batas kedaulatan, tetapi semata-mata hanya batas administrasi wilayah yang perlu dikukuhkan demi pelayanan masyarakat yang lebih baik. Tapi nyatanya apa?

Pada tahun 2012, terdapat 365 segmen batas daerah yang dalam proses penegasan dilapangan, dari jumlah tersebut terdapat 74 segmen yang telah dilaporkan dalam status bersengketa (Kemendagri, 2012). Sejak era otonomi daerah (Otda) tahun 1999, dengan berbagai alasan telah terjadi “big bang decentralization”  di Indonesia  (Hofman & Kaiser, 2002), sehingga dalam waktu 10 tahun jumlah daerah otonom bertambah sebanyak 205 buah, yakni 7 provinsi, 164 Kabupaten dan 34  kota (Kemendagri, 2010). Sekarang sudah ada 34 Provinsi ;  98 Kota   dan 410 Kabupaten. Semangat pemekaran daerah otonom dengan semua aspirasinya sulit dibendung sampai akhirnya Presiden SBY pada tanggal 3 September 2009 memberlakukan kebijakan morotarium pemekaran daerah. Pemekaran daerah berarti menambah segmen batas wilayah. Saat ini batas antar daerah yang ada berjumlah 966 segmen dan baru 15% atau 148 segmen yang telah ditegaskan melalui Permendagri, selebihnya (85%) masih belum ditegaskan dilapangan dengan bebagai alasan (Subowo,2012). Merujuk pada teori Boundary Making Jones (1945), penetapan batas wilayah pada Undang-undang Pembentukan Daerah (UUPD)  merupakan tahapan Delimitasi (Sutisna,2007). Delimitasi merupakan proses dua tahap yaitu ”memilih” letak suatu garis batas dan mendefinisikannya, didalam peta. Didalam UUPD secara jelas telah dilakukan tahap memilih dengan dicantumkannya ayat-ayat yang menentukan cakupan wilayah dengan batas batasnya ditunjukan dengan penunjukan batas di sebelah utara, timur, selatan dan barat.

Namun pilihan yang telah dilakukan pada umumnya tidak diikuti dengan pendefinisian titik dan garis batas yang tegas di dalam peta lampiran UUPD. Kenapa hal ini terjadi? Setelah reformasi, peta lampiran UUPD adalah peta itu bersifat legal, artinya apa yang digambarkan pada peta tersebut memiliki kekuatan hukum yang bersifat mengikat. Padahal sebelum era reformasi masalah batas tidak pernah jadi persoalan, peta pada lampiran batas tersebut hanya sekedar pembeda antara daerah yang satu dengan daerah tetangganya. Tapi kini jadi masalah, sebab dalam era reformasi ini pembuatan peta lampiran UUPD seharusnya harus dilakukan secara cermat dan benar sesuai kaidah kartografis yang baku karena hal seperti itu memang diamanatkan oleh undang-undang. Kesalahan dan tidak akuratnya gambar garis batas wilayah di peta berpotensi menimbulkan sengketa posisional antar daerah yang berbatasan (Adler,1995). Peranan yang sangat penting dari peta lampiran batas wilayah yang ada didalam UUPD adalah sebagai acuan atau pedoman melakukan penegasan batas wilayah dilapangan.

Sebagai konsekwensinya, permasalahan yang ditemukan saat ini, banyak peta batas wilayah pada UUPD yang tidak memenuhi syarat teknis kartografis bila digunakan sebagai dasar dalam penegasan batas daerah. Persyaratan teknis tersebut meliputi : adanya skala, datum geodetik, sistem koordinat dan sistem proyeksi peta. Penelitian yang telah dilakukan terhadap peta batas wilayah pada UUPD periode 1990-2003, 68 % tidak mencantumkan skala (Soemaryo dkk, 2013). Tidak adanya  skala maka peta batas wilayah tersebut tidak dapat digunakan untuk analisis spasial seperti mengukur panjang segmen batas atau luas wilayah. Masalah konflik batas antar daerah nuansanya lain lagi. Forum untuk itu biasanya difasilitasi oleh Pusat dalam hal ini Kemdagri. Pada acara pembukaan para petinggi dari masing-masing pihak hadir, dan memberikan sambutan yang sungguh melegakan. Kenapa ? Karena para pihak sebenarnya tahu persis makna penegasan batas ini. Yakni penegasan administrasi perbatasan. Dalam sambutannya, mereka sama-sama memperlihatkan komitmen yang kuat dan cinta akan NKRI. Bagi mereka batas itu tidak jadi masalah, dimanapun letaknya, yang penting sesuai dengan UU dan tradisi yang sudah ada serta kedua belah atau para pihak menyepakati. Pendek kata siapapun yang mendengarkan sambutan para pihak itu pasti punya keyakinan masalah batas akan cepat dapat diselesaikan.

Tapi apa yang terjadi? Lain yang dikatakan oleh pimpinan para pihak, lain lagi yang diperjuangkan oleh Tim Teknisnya masing-masing. Padahal secara teknis penegasan batas itu sangat mudah untuk ditegaskan. Karena teknologinya sudah ada. Dengan teknologi perpetaan yang ada. Keadaan lapangan bisa direkonstruksi secara tiga dimensi. Dengan data peta dasar ditambah radar, landsat, spot, dan Quickbird keadaan lapangan apa adanya (ketelitian 2.5 m) bisa dihadirkan di ruangan rapat. Sehingga para pihak dengan mudah dapat melihat batas daerah mereka apa adanya. Tapi pada kenyataannya, tidak mudah menemukan kesepakatan. Sebagai pengamat kita sangat prihatin, betapa besarnya peluang kerja sama yang lepas dan betapa besar kerugian negara yang diakibatkan penegasan batas antar daerah ini. Tetapi tetap saja, para pihak seolah tidak peduli. 

Sabtu, 06 September 2014

Tes Masuk Prajurit, Persiapan Tes Masuk Prajurit TNI




Fakta menunjukkan bahwa banyak sekali Peserta Tes yang gagal / tidak lulus dalam tes penerimaan Prajurit TNI, karena mereka memang seolah terjun langsung. Bayangkan bila Anda seorang anak muda bisaa, meskipun Anda sehat fisik dan mental serta punya semangat yang bagus, tetapi tiba-tiba di suruh terjun payung dari pesawat. Anda pasti grogi dan takut, dan tentu saja akan sangat berbahaya dan fatal. Demikian juga dengan mengikuti seleksi masuk prajurit TNI. Tanpa mengetahui cara dan ragam materi yang akan diujikan tentu Anda pasti kecut. Walaupun sebenarnya Anda memenuhi standar untuk menjadi Prajurit TNI. Buku ini diharapkan dapat memberi peluang yang lebih baik untuk mengembangkan bakat / potensi yang dimiliki secara maksimal untuk bisa mengikuti tes, Anda diharapkan bisa lebih siap dalam mempersiapkan diri.

Suka atau tidak kalau Anda mau mengikuti tes jadi prajurit TNI Anda pasti merasakan betul perlunya informasi terkait cara mengikuti seleksi prajurit TNI. Karena itulah maka buku ini sangat penting bagi Anda karena dari buku ini dipercaya Anda akan memiliki pengetahuan lengkap tentang seleksi masuk Prajurit TNI  dan jelas akan sangat berpengaruh terhadap cara Anda dalam mempersiapkan diri mengikuti seleksi. Anda bisa bayangkan sendiri. Kalau Anda memiliki pengetahuan tentang ragam atau jenis, bentuk dan contoh soal serta standar tesnya, maka Anda akan mempunyai peluang yang lebih besar untuk bisa mempersiapkan diri lebih dini dan lebih baik.

Dengan demikian untuk bisa berhasil dan lulus dalam Seleksi Masuk Prajurit TNI kian besar buat Anda. Jadi biasakan dalam segala hal melakukan persiapan dengan baik, berusaha secara optimal. Jangan pernah berpikir cara lain misalnya lewat KKN, lewat nyogok atau berbuat curang lainnya. Karena hal-hal seperti itu hanya akan mempertebal keraguan pada diri Anda sendiri. Yang benar persiapkan diri secara baik, berusaha maksimal dan sertai dengan berdoa yang khusuk, selebihnya serahkan pada Allah yang maha besar.


Memang banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak lulus / gagal dalam tes penerimaan Prajurit TNI, namun salah satu faktor penyebab yang paling menonjol adalah karena pada umumnya mereka tidak memiliki pengetahuan yang benar dan cukup tentang seleksi tersebut. Bisa dibayangkan, jika dalam mengikuti seleksi tanpa bekal pengetahuan yang memadai, maka sudah pasti seleksi Anda hanya bisa bersifat pasrah dan untung-untungan. Padahal jika seAndainya Anda mempunyai pengetahuan tentang seleksi, maka hasilnya akan lebih baik karena mempunyai kesempatan mempersiapkan diri secara lebih optimal sehingga kemungkinan lulus jadi lebih besar.

Salah satu kenyataan pahit yang paling ditakuti oleh seorang pelamar adalah kegagalan. Susahnya lagi, tidak sedikit bahkan sebagian besar dari para pelamar justeru mengalami kegagalan. Hal ini terjadi karena keterbatasan jumlah  peserta yang di terima dibandingkan dengan jumlah peserta yang melamar. Perbandinganya bisa 2,3 sampai 4 kali lipat dari jumlah peserta yang diterima. Hal ini merupakan tantangan bagi Anda untuk benar-benar bisa menyiasatinya, dan sejak awal berniat untuk kompetisi secara fair dan tentunya dengan cara cara yang sehat. Sebagai langkah awal untuk menyiasati semua ini, kita harus mengetahui apa saja kira-kira yang menjadi penyebab kegagalan tersebut.
Tidak Mempunyai Informasi yang Akurat.

Merupakan kesalahan yang fatal adalah apabila Anda memperoleh informasi yang tidak akurat mengenai proses seleksi prajurit TNI. Hal tersebut diibaratkan kalah sebelum perang dimulai. Informasi ini sangat penting peranannya untuk mengantarkan Anda agar menjadi peserta yang lulus. Informasi yang tepat akan menjadi modal dan sumber acuan bagi Anda dalam menyiapkan, merencanakan dan melaksanakan seluruh proses seleksi dengan sebaik-baiknya.

Perlu dipahami bahwa ketidak tahuan Anda bisa jadi akan menyebabkan beberapa persyaratan administrasi yang wajib dilengkapi menjadi tidak lengkap, pelaksanaan tes kurang berjalan optimal dan tidak mustahil dalam proses seleksi Anda bisa melakukan hal-hal yang justru akan menjatuhkan nilai Anda sendiri.

Persyaratan administrasi adalah mutlak. Anda dituntut untuk bisa melengkapi dan menyerahkannya secara lengkap pada waktunya. Apabila tidak lengkap jangan harap Anda akan dapat panggilan dari panitia untuk melaksanakan tes berikutnya. Oleh karena itu, hal ini bisa Anda lakukan dengan mencari informasi yang dibutuhkan melalui media massa atau website resmi TNI di tiap-tiap angkatan. Apabila Anda ingin mendapatkan informasi yang lebih jelas lagi maka jangan sungkan atau ragu dengan mendatangi satuan TNI terdekat, datanglah ke Bagian Personel di instansi TNI tersebut dan tanyakan informasi yang Anda perlukan. Kalau cara Anda baik, pasti Anda dilayani dengan baik pula.

Buku ini dimaksudkan sebagai panduan sederhana dalam mempersiapkan diri mengikuti seleksi masuk Prajurit baik TNI dan secara umum untuk semua tingkatan baik Perwira, Bintara serta Tamtama. Karena pada dasarnya, standar tes Seleksi Masuk Prajurit TNI adalah relatif sama di semua Angkatan, antara lain : Akademi TNI (Akmil, AAL, AAU) dan Akpol, Perwira Prajurit Karier (Pa PK TNI), Sekolah Penerbang TNI Prajurit Sukarela Dinas Pendek (PSDP) , Mahasiswa Beasiswa Ikatan Dinas TNI, Bintara Prajurit Karier TNI (AD/AL/AU/Pol), Tamtama Prajurit Karier TNI (AD/AL/AU) dan Wanita TNI (Kowad, Kowal, Wara) dan Polwan, yang membedakan adalah pada ke khususannya masing-masing satuan dan tingkatan atau levelnya sendiri.

http://nulisbuku.com/books/view/persiapan-tes-masuk-prajurit-tni


Sabtu, 29 Maret 2014

ADIZ China, Menegakkan Kedaulatan Dengan Kekuatan



http://jvz5.com/c/154183/69529
ADIZ China, Menegakkan Kedaulatan  Tanpa Basa Basi[1]
 
Oleh: Budhi Achmadi   
BELUM lama ini media dunia menyoroti semakin memanasnya suhu politik di kawasan Asia Timur. Kondisi ini bermula dari klaim sepihak China: sejak 23 November 2013 telah memberlakukan Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ) Laut China Timur yang memasukkan wilayah udara Kepulauan Senkaku atau Diaoyu yang masih berstatus sengketa. Pemerintah AS, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Uni Eropa pun secara resmi mengecam manuver politik China itu. Namun, China masih bergeming hingga saat ini, bahkan menyatakan bahwa ADIZ Laut China Timur adalah sekadar defensive emergency measures bagi kepentingan negaranya.
Pemberlakuan ADIZ sebenarnya menjadi hal lazim, hak setiap negara berdaulat di dalam wilayahnya, dan aplikasinya tidak memerlukan perjanjian regional atau internasional sehingga banyak negara memberlakukan ADIZ dengan pertimbangan sepihak dan diumumkan secara resmi via Aeronautical Information Publication(AIP) yang diterbitkan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).
Sebagai contoh, Amerika Serikat memiliki empat ADIZ, yaitu perairan yang mengelilingi wilayah daratan negara, Alaska, Guam, dan Hawaii; sedangkan Indonesia memiliki ADIZ di atas Pulau Jawa dan Bali. Namun, ADIZ Laut China Timur menjadi kontroversial karena titik-titik koordinat yang diundangkan secara sepihak oleh China telah meliputi Kepulauan Senkaku yang disengketakan dengan Jepang (didukung AS) dan Taiwan.
Bagi AS, Jepang, dan Taiwan, ADIZ China dianggap tidak lagi sekadar ”pagar” kedaulatan negara, tetapi instrumen untuk melegitimasi klaim teritorialnya. Kontroversi ADIZ China tersebut makin menjadi-jadi ketika pemberlakuannya terjadi di tengah derasnya tekanan AS yang meminta China menghormati kedaulatan Jepang atas wilayah Kepulauan Senkaku di bawah ADIZ Laut China Timur itu.
Saat membaca peraturan ADIZ Laut China Timur yang diumumkan Kementerian Pertahanan China pada 23 November 2013, sekilas tidak banyak perbedaan mencolok dengan ketentuan ADIZ lain pada umumnya. 
Pertama, semua pesawat sipil atau militer yang melintas dalam ADIZ Laut China Timur harus tunduk pada peraturan yang ditetapkan oleh negara yang menerapkan ADIZ (China). Kedua, semua pesawat yang akan melintasi ADIZ harus dilengkapi dengan perangkat yang ditentukan: melaporkan rencana penerbangan kepada Kementerian Luar Negeri atau Otoritas Penerbangan Sipil, radio untuk berkomunikasi dengan komando pertahanan udara China, transponder untuk identifikasi posisi, dan mewajibkan adanya logo negara di pesawat.
Ketiga, setiap pesawat yang melintas harus tunduk kepada perintah atau menaati perintah komando pertahanan udara China. Keempat, Kementerian Pertahanan China adalah institusi yang bertanggung jawab atas operasionalisasi dan pembuatan peraturan pelengkap terkait ADIZ. Berdasarkan isi naskah itu, operasionalisasi penerbangan komersial dalam ADIZ Laut China Timur relatif akan sama amannya ketika terbang di ADIZ lain.
Hal ini disebabkan sejatinya ADIZ Laut China  Timur bukan merupakan zona larangan terbang, zona bahaya terbang, atau zona pembatasan terbang, penerbangan komersial dari semua negara masih bisa menikmati ”Lima Kebebasan di Udara” yang diamanahkan ICAO, yaitu lintas damai, pemberhentian teknis, embarkasi tujuan, embarkasi pemberangkatan, dan embarkasi perlintasan.
”Coba-coba”
Namun, hal paling mengkhawatirkan bagi Jepang dan Taiwan justru bukan pada masalah keamanan dan keselamatan penerbangan komersial bagi maskapainya, melainkan terkait agresivitas China untuk ”coba-coba” mengambil paksa atas hak pengamanan wilayah udara di wilayah tersebut melalui deklarasi ADIZ. Dengan adanya ADIZ Laut China Timur, semua penerbangan sipil dan militer yang akan melintas di sana harus memproses izin lintas kepada otoritas China. Hal itu sama saja dengan mengakui kedaulatan China di wilayah udara Kepulauan Senkaku.
Terlepas bahwa isi peraturan ADIZ Laut China Timur memiliki kesamaan dengan ADIZ lainnya, tetapi keberadaannya dipastikan memicu masalah besar jika dihadapkan pada teori dan prinsip internasional yang menjadi dasar keabsahan ADIZ. Landasan utama pembuatan ADIZ mengacu pada Bab 1 Konvensi Chicago tahun 1944 bahwa ”setiap negara memiliki kedaulatan yang eksklusif dan komplet atas ruang udara di atas wilayah kedaulatannya”.  ADIZ hanya boleh dibuat di wilayah udara kedaulatan yang sah.  Maka, keputusan China memberlakukan ADIZ dengan memasukkan wilayah Senkaku yakin tidak disebabkan oleh ketidaktahuan China atas aturan dalam Konvensi Chicago, tetapi untuk mengirim sinyal ke dunia bahwa Kepulauan Senkaku adalah wilayah kedaulatannya.
Pemberlakuan ADIZ Laut Cina Timur adalah pertanda buruk bagi masa depan Asia Timur. Konflik senjata pasti tak akan terhindarkan jika China tidak menarik mundur batas ADIZ itu ke dalam wilayah kedaulatannya. Jika China bersikeras, Jepang dan Taiwan bisa ikut-ikutan pasang badan menerapkan ADIZ dalam wilayah yang sama dengan ADIZ China. Maka, tak bisa dihindari, China, Jepang, dan Taiwan akan berebut menjadi otoritas keamanan di wilayah sengketa dan bisa jadi, ketiganya akan menjadikan wilayah udara ADIZ Laut China Timur sebagai palagan pertempuran udara dalam waktu dekat.
Tren ke arah itu sudah terlihat ketika China telah rutin patroli pesawat tempur di dalam ADIZ. Ternyata dua pesawat pengebom AS jenis B-52 dan puluhan jet tempur Jepang juga sengaja masuk ke wilayah yang sama beberapa hari lalu.  Ini jelas menciptakan berbahaya. Beberapa hari ke depan, kita akan melihat komitmen China dalam empat pilihan: membatalkan ADIZ, menarik mundur batas ADIZ, batas ADIZ dipertahankan tetapi tanpa manuver penindakan bagi yang melanggar, dan yang paling ditakutkan adalah pilihan keempat, yakni ADIZ dipertahankan disertai manuver penindakan.
Pilihan ketiga adalah yang paling mungkin menghindarkan China dari penghinaan politik dan menghindari konflik lebih besar. Namun, jika situasi makin tak terkontrol, pilihan terakhir masuk akal. Jika demikian, Perang Pasifik Jilid II di ambang mata.
Sumber : Kompas 13 Januari 2014, Adiz China dan Risiko Perang Pasifik Jilid II oleh Budhi Achmadi, Perwira TNI AU dan Mahasiswa Program Doktor Universitas Brawijaya




[1] Sumber : Kompas 13 Januari 2014, Adiz China dan Risiko Perang Pasifik Jilid II oleh Budhi Achmadi, Perwira TNI AU dan Mahasiswa Program Doktor Universitas Brawijaya