Kamis, 31 Desember 2009

PPP dan PKB Usulkan Penghargaan bagi KH Abdurrahman Wahid


Presiden Indonesia periode 1999-2001 KH Abdurrahman Wahid, alias Gus Dur, yang meninggal dunia pada Rabu (30/12) petang, layak dianugerahi gelar Pahlawan Nasional. Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Kebangkitan Bangsa mengusulkan pemberian gelar pahlawan itu.

Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) DPR Marwan Ja’far dan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M Romahurmuziy (Romi), Rabu, menyatakan usulan itu secara terpisah di Jakarta. Gus Dur adalah pendiri PKB dan mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), yang sebagian warganya menjadi kader PPP dan PKB.

”PKB mengusulkan pada pemerintah untuk segera memberikan penghargaan pahlawan nasional kepada Gus Dur,” ungkap Marwan dalam siaran persnya.

Romi menambahkan, Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga mengusulkan kepada pemerintah untuk memberikan gelar pahlawan nasional kepada Gus Dur. Mantan Presiden itu dinilai mempunyai peran yang luar biasa dalam membangun fondasi masyarakat sipil, toleransi kehidupan beragama, multikulturalisme, dan perdamaian abadi atas nama humanisme universal.

”Dengan wafatnya Gus Dur, Indonesia kehilangan pimpinan yang berkarakter. Gus Dur adalah salah satu dari sekian banyak pemimpin bangsa yang berkarakter tegas, konsisten dengan idenya, dan memiliki kecerdasan futuristik dalam membangun peradaban bangsa,” kata Romi.

Dalam siaran persnya, Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) juga meminta kepada pemerintah segera menganugerahi gelar pahlawan nasional kepada Gus Dur. Menurut Ketua Umum PMII Rodli dan Zaini Shofari (Sekretaris Jenderal), Gus Dur layak ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.

Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Otto Hasibuan bahkan menyebutkan, Gus Dur merupakan pahlawan demokrasi bagi negeri ini. Karena itu, ia memang layak diberi gelar Pahlawan Nasional. ”Jasa beliau akan terus diingat,” katanya.

Rohaniwan Mudji Sutrisno SJ juga mengakui kepahlawanan Gus Dur. Dia menyebutkan, Gus Dur merupakan Bapak Bangsa, peneguh kemajemukan Indonesia, dan pembela kaum minoritas yang dizalimi atas nama agama untuk menampilkan wajah Indonesia yang humanis.

Perkabungan nasional

”Ini waktu bersedih bagi bangsa Indonesia. Pemerintah perlu bertindak benar untuk menghormati rasa kehilangan yang tidak ternilai dengan menyatakan perkabungan nasional bagi Gus Dur dengan pengibaran Sang Merah Putih setengah tiang secara nasional,” imbuh Rachlan Nashidik dari lembaga pemantau hak asasi manusia (HAM) Imparsial.

Rodli dan Zaini menambahkan, Pengurus Besar (PB) PMII menyerukan kepada pengurus dan kader PMII di seluruh Indonesia untuk melakukan perkabungan nasional dengan memasang bendera Merah Putih dan PMII setengah tiang. Selain itu, menggelar pula shalat gaib dan tahlilan untuk mengantarkan kepergian Gus Dur.

Terkait dengan perkabungan nasional itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, semalam di Kantor Kepresidenan, meminta masyarakat untuk memasang bendera Merah Putih setengah tiang selama tujuh hari. Hal tersebut adalah wujud penghormatan dan duka mendalam atas kepergian Gus Dur.

Marwan juga meminta rakyat mendoakan Gus Dur sehingga ia diampuni dan ditempatkan di surga. (Kompas, idr/mba/day/tra, 31 Desember 2009)

Senin, 21 Desember 2009

Penting Bangun Papua, Jangan Hanya Protes Melulu

Soal papua masih tertinggal, sebenarnya masih banyak daerah Indonesia lainnya yang juga masih morat-marit . Malah seperti kasus seperti luberan lumpur PT Lapindo Brantas di Porong, Jawa Timur, serta rencana pembukaan tambang emas yang dapat mengancam kelestarian Taman Nasional Komodo di NTT. Demikian juga persoalan kemiskinan, rendahnya kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan, bukan hanya terjadi di Papua. Memang benar demikian. Daerah-daerah lain di Indonesia, seperti NTT dan Nusa Tenggara Barat (NTB), juga dihadapkan pada persoalan serupa. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dua daerah itu tidak berbeda jauh dibandingkan dengan Papua. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan, IPM Provinsi Papua pada 2005 hanya 62,1, sementara IPM NTT 63,6 dan NTB 62,4 atau tergolong dalam kategori menengah ke bawah. Semua masih setara, pembangunan NKRI itu memang baru diangan-angan, kalaupun dilaksanakan maka yang dipakai untuk membangun itu baru 30% saja, selebihnya di korupsi oleh para pengelolanya.

Yang berbeda dengan daerah lain adalah besarnya anggapan gerakan separatism dalam semua dinamika masyarakat Papua, seolah-olah apa saja yang dilakukan warga, kalau itu bernada protes, maka selalu dan umumnya akan dicap sebagai begian dari gerakan separatisme. Beda dengan daerah lain di Atambua, misalnya, kritik atas persoalan kemiskinan tidak serta-merta dikaitkan dengan separatisme. Beda sekali dengan Papua. Di Wamena, misalnya, seorang petani, Opinus Tabuni, ditembak mati dalam acara peringatan hari pribumi. Menurut penyusuran Komnas HAM, penembakan itu terkait dugaan bahwa Opinus terkait dengan gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Atau kasus lain, yaitu penembakan terhadap Isak Psakor (15), warga Kampung Kibay, Kabupaten Keerom, Papua. Penembakan terjadi saat ia hendak pulang kembali ke kampungnya setelah bepergian ke Skotiau, sebuah kampung di perbatasan Papua Niugini. ”Ia ditembak karena dianggap anggota OPM dan membawa senjata. Padahal, itu semua tidak benar,” kata Pater John Jonga yang turut mengadvokasi kasus tersebut.(Kompas, B Josie Susilo Hardianto,16/12/09).

Saya percaya “Obama” nya Indonesia akan lahir di Papua, mereka selama ini memang dianggap serba terbelakang. Tetapi percayalah kelas SDM mereka sebenarnya bukanlah kelas SDM murahan, kalau kesempatan ada mereka bisa tampil, malah di tingkat internasional sekalipun. Fakta tentang itu banyak. Masalahnya adalah selalu ada yang mencari ikan di air keruh, dan selalu mengedepankan proses penyatuan Papua jadi NKRI jadi pertanyaan. Padahal dalam tatanan hukum internasional ada yang disebut “Uti Possidetis Juris” atau pewarisan wilayah pemerintah colonial kepada Negara baru selepas penjajahannya. Jadi penggabungan itu sudah final. Masalahnya adalah bagaimana kita membangun Papua dengan bijak.

Tetapi sebenarnya saya setuju dengan pandangan Tantowi Yahya, anggota Komisi-I DPR-RI, yang kebetulan saat mereka melakukan kunker ke wilayah perbatasan saya sempat bertukar pikiran dengan beliau. Tantowi melihat membangun Papua tidaklah sulit, yang penting ada suatu gerakan moral yang mau membangun secara tulus Papua dengan hati. Di DPR-RI misalnya ada suatu kaukus tentang Pembangunan Papua, begitu juga di tingkat LSM, di tingkat Perguruan Tinggi, di lingkungan Pemda, dan di kalangan pengusaha atau di semua lapis masyarakat ada simpul-simpul yang mensinergikan pembangunan Papua dengan hati. Tantowi yakin, kalau gerakan itu bisa ditumbuhkan pembangunan Papua akan beda.

Lihatlah pada dana otsus yang diterima Provinsi Papua periode 2002-2009 mencapai sekitar Rp 18,7 triliun. Jumlah itu tidaklah sedikit, masalahnya kemana saja uang itu diberikan? Jangan lupa masyarakat Papua itu sangat heterogen, banyak suku dan antara suku yang satu dengan lainnya juga bukanlah berkawan. Semangat untuk saling mengeliminasi suku lain itu sangat besar. KKN di sana sama dengan daerah NKRI lainnya sangat laur biasa. Penduduk miskin di Papua jumlahnya banyak, tahun 2001 mencapai 41,8 persen dan tahun 2008 turun menjadi 37,53 persen. Ini memang berat, dan tantangan nya luar biasa, sebab warga miskin itu sebagian besar penduduk yang tinggal di kampung-kampung dan hampir semuanya orang asli Papua.

Memang perlu membangun Papua dengan semangat mengutamakan pribumi ala Mahathir Mohammadnya Malaysia masa lalu, yang memberikan prioritas secara berimbang bagi penduduk pribumi, disamping penduduk lainnya dalam konteks Papua ya pendatang dari daerah lainnya. Sehingga di sana aka nada kantong-kantong murni pribumi, ada kantong bauran/campuran dan ada kontong khusus. Sehingga warga Papua dapat berkompetisi secara alami.

Selama ini yang jadi fakta adalah adanya unsur dari berbagai elemen dan faksi di Papua yang selalu ingin menyelenggarakan Dialog, baik dialog dalam skala nasional (hanya Pemerintah RI dan masyarakat Papua) maupun internasional. Kita tahu, keinginan seperti itu, bisa jadi sangat tulus. Tetapi kalau melihat lemahnya system pertahanan Negara kita, maka penyelenggara Negara juga hawatir hal-hal semacam itu dapat dimanfaatkan oleh pihak lain untuk kepentingan mereka sendiri. Tetapi untuk membangun Papua ke depan ada baiknya kalau Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mau dan berkehendak untuk mematangkan rencana dialog seperti itu dalam agenda kerja 100 hari kepemimpinannya. Membangun Papua memang harus, tetapi dalam kerangka NKRI yang utuh dan itu sudah final dan hendaknya jangan mengaitkan antara penambahan kekuatan pertahanan di daerah itu, sebab itu bagian dari pertahanan Indonesia sebagai NKRI, ga ada hubungannya dengan separatisme Papua.

Selasa, 15 Desember 2009

Pindad Produksi 40 Panser Tahun 2010

PT Pindad rencananya akan memproduksi 40 panser pesanan Departemen Pertahanan tahun 2010. Dalam kaitan itu, keputusan Menteri Keuangan mengenai pengadaan dana sebesar Rp 360 miliar untuk panser tipe 6 x 6 tersebut diharapkan segera keluar.

Direktur Produk Manufaktur PT Pindad Tri Hardjono seusai kunjungan Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro ke PT Pindad di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (12/12), mengatakan, pihaknya tengah menunggu keputusan Menteri Keuangan (kepmenkeu) tentang pengadaan dana panser.

Menteri Keuangan Sri Mulyani, lanjutnya, telah mengarahkan stafnya agar kepmenkeu segera ditetapkan. ”Kepmenkeu diharapkan keluar awal tahun 2010. Jika terjadi hambatan dan dianggap perlu, ada kemungkinan pengadaan dana diperoleh dari pinjaman komersial perbankan,” ujar Tri.

Untuk pendanaan, Dephan berencana mempertemukan PT Pindad dengan perbankan, yakni BNI dan BRI. Pinjaman dari bank itu nantinya akan dibayar dengan dana dari Departemen Keuangan sebagaimana diajukan Dephan.

Menurut Tri, pihaknya telah melaporkan kepada Menhan mengenai pembiayaan komponen- komponen panser. ”Mesin panser, misalnya, sudah dipesan dari Perancis. Komponen lain, seperti suspensi, peralatan elektrik, dan alat komunikasi, juga sudah dipesan,” katanya.

Jika waktu yang dibutuhkan untuk penyediaan dana lebih lama, Tri khawatir biaya produksi panser akan kian besar.

Dephan memesan 150 panser. Pembuatan 93 panser di antaranya diselesaikan hingga menjelang akhir tahun ini. Artinya, masih ada 57 panser yang belum diproduksi.

Dana pembuatan 40 panser tahun 2010 sudah dibahas. Namun, anggaran untuk 17 panser sisanya belum dibicarakan. Menurut Tri, PT Pindad mengharapkan pengadaan 17 panser itu juga bisa dilakukan tahun depan.

Kunjungan Menhan ke PT Pindad kemarin untuk melihat kemajuan-kemajuan yang sebelumnya dilaporkan Direktur Utama PT Pindad Adik Avianto. Setelah datang dan berbincang sebentar dengan direksi PT Pindad, Menhan melakukan peninjauan.

Menurut Menhan, saat ini pihaknya sedang membahas pesanan alat utama sistem persenjataan baru untuk lima tahun mendatang. ”Jumlahnya belum bisa dibicarakan,” katanya. (Kompas,bay,14/12/2009)

Kamis, 03 Desember 2009

Hasan Tiro, Minta Legislatif Memikirkan Rakyat Aceh




Masyarakat menyambut meriah kedatangan deklarator Gerakan Aceh Merdeka, Teuku Muhammad Hasan di Tiro (84), di Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam, Sabtu (17/10). Sejumlah pesan politik disampaikan kepada eksekutif dan wakil rakyat Aceh yang baru terbentuk.

”Kami ingin (legislatif dan eksekutif) mereka mewujudkan pemerintahan yang bersih. (Mereka) agar menjalankan tugas dengan tertib dan disiplin sehingga terwujud pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme,” kata mantan Perdana Menteri Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Malik Mahmud, mewakili Hasan Tiro, di depan wartawan pada hari Sabtu malam, di rumah sewaan untuk Hasan Tiro, Jalan Pemancar, Banda Aceh.

Kedatangan Hasan Tiro dan rombongan berjalan molor dari rencana. Semula panitia menjadwalkan kedatangan rombongan di Banda Aceh pada pukul 12.00. Namun, rombongan yang menyewa pesawat Fire Fly dari Kuala Lumpur, Malaysia, itu baru mendarat di Banda Aceh sekitar pukul 15.00.

Setibanya di tempat menginap di Jalan Pemancar, Hasan Tiro disambut tarian Ranub Lampuan. Para penari menyodori Hasan Tiro sirih di atas nampan. Selanjutnya, para ulama mendoakan rombongan agar dapat mencapai apa yang menjadi cita-cita. Di sejumlah sudut kota terpasang papan bunga, baliho, dan spanduk bertuliskan Kreu Seumangat, menyambut rombongan Hasan Tiro. Kreu Seumangat artinya ungkapan untuk memberikan salam semangat kepada orang yang dihormati.

Pesan Tiro

Kepada pers, Malik Mahmud atas nama Hasan Tiro mengingatkan bahwa legislatif yang baru terbentuk mengemban amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat Aceh.

Dalam pemilu legislatif April 2009 lalu, mayoritas kursi di sebagian besar kabupaten dan kota dimenangi Partai Aceh (PA). PA merupakan partai lokal yang menjadi representasi dari perjuangan politik mantan simpatisan GAM.

Menyangkut proses perdamaian di Aceh, Malik Mahmud enggan berkomentar banyak. ”Persoalan seperti itu biasa terjadi. Proses perdamaian ini merupakan proses yang perlu diikuti bersama,” katanya.

Adapun Gubernur NAD Irwandy Yusuf merespons positif ajakan Hasan Tiro itu, dan pada intinya dia menerima pesan itu. Untuk mewujudkan pemerintahan itu, dia akan memberi penghargaan bagi yang berprestasi dan hukuman bagi yang melanggar ketentuan hukum. ”Di mana- mana, dua hal itu jelas. Korupsi itu ada hukumannya. Tak ada bedanya dengan daerah lain,” katanya.

Sejumlah media yang berbasis di Banda Aceh, berkembang wacana posisi wali nanggroe yang akan ditempati oleh Hasan Tiro. Wali nanggroe bisa diartikan sebagai pemimpin bagi seluruh masyarakat Aceh. Seorang wali nanggroe bisa menjadi jembatan komunikasi antara Pemerintah RI dan Pemprov NAD.

Meski demikian, Malik Mahmud menepis kedatangan Hasan Tiro untuk membicarakan posisi wali nanggroe.

Menurut Malik, kedatangan Tiro kali ini untuk menemui sanak-saudaranya dalam waktu yang lebih lama daripada tahun lalu. ”Tahun lalu, tidak banyak yang beliau temui. Lama tidaknya beliau di sini tergantung keadaannya nanti,” katanya. (Sumber; Kompas, 18/10/2009,NDY)