Minggu, 19 April 2015

Buku Perbatasan : Strategi Perang Sun Tzu Memenangkan Pilkada

Strategi Sun Tzu Bisa Anda Manfaatkan Dalam Memenangkan Pilkada

Kesempatan menjadi seorang Gubernur, Bupati atau Walikota sekarang ini kian terbuka. Kalau anda merasa bahwa untuk Indonesia yang lebih baik maka diperlukan para pemimpin yang baik, dan kalau anda merasa bahwa diri anda cukup baik untuk Indonesia? Maka sebaiknya anda harus maju dan ikut Pilkada. Demikian juga dengan organisasi kepemudaan atau organisasi Mahasiswa sudah sebaiknya dari awal membekali para kadernya untuk mempersiapkan mereka jadi Pimpinan Daerah. Jangan ragu. Demokrasi membuka jalan bagi siapa saja yang mampu jadi pemimpin untuk ambil bagian. Tidak ada jeleknya kan? Habis jadi pimpinan daerah kemudian jadi Presiden atau jadi Menteri? Anda tentu tidak keberatankan?




Tapi jangan lupa. Masih ingat dengan Pemilukada DKI 2012?  Menurut penulis Pemilukada DKI adalah contoh yang menarik tentang Tumbangnya seorang Petahana secara telak ditengah ke populerannya. Popularis Pasangan Petahana begitu luar biasa. Tetapi begitu kita melihat hasilnya? Kalah telak dan hilang begitu saja. Dalam pemilihan kepala daerah kali itu, kubu petahana tampak begitu atraktif dibanding para penantangnya. Salah satu kartu yang membuat publik berpikir ulang untuk tidak berpindah dari petahana adalah pemaparan gagasan Mass Rapid Transportation yang tampak visioner. Petahana memang punya banyak kelebihan khususnya terkait “isu-isu visioner” pembangunan. Persepsi yang berkembang waktu itu hanya petahana yang bisa melanjutkan “gagasan-gagasan visioner” itu. Calon baru akan memerlukan waktu untuk belajar dan mempela jarinya. Hasilnya ternyata Petahana yang demikian kuat dan dominan di segala lini serta didukung dana pencitraan yang tiada habisnya. Ternyata tidak mampu mengalahkan Jokowi-Ahok. Pasangan pendatang baru, dua tokoh anak muda yang sesungguhnya hanya biasa-biasa saja. Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli tinggallah kenangan.
Negara Demokrasi Dari Dulunya
Bagi Indonesia, Pemilu sudah menjadi bagian integral historis daripada pelaksanaan sistem ketatanegaraan. Satu dekade setelah proklamasi 1945, tepatnya tahun 1955 Indonesia sudah melangsungkan Pemilu pertama yang demokratis. Kemudian berlanjut pada Pemilu pada era Orde Baru tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997. Selanjutnya pada masa reformasi telah berlangsung tiga kali Pemilu, yakni  tahun 1999, 2004, dan 2009. Sehingga istilah Pemilu sudah sangat familiar bagi penduduk di republik ini, dan tentu saja, sudah diserap sebagai pengetahuan dasar bagi hak politik rakyat Indonesia.
Merunut kembali sejarah Pemilu 1955, Pemilu di era rezim Orde Baru, Pemilu di masa reformasi, dan Pemilu di berbagai daerah, sebenarnya bisa diambil beberapa pelajaran penting tentang pemantauan pemilu. Pemilu 1955 berlangsung pada nuansa dan suasana kepartaian yang ideologis dan partisipatif. Semangat kontestasi yang dibuktikan lebih dari 100 peserta Pemilu membuat setiap kontestan saling mengawasi pelaksanaan Pemilu. Sementara Pemilu di masa rezim kleptokratik Orde Baru berada pada semangat zaman yang represif-totaliter. Deparpolisasi dan anti partisipasi masyarakat sangat mendominasi penyelenggaraan Pemilu di masa itu. Apalagi penyelenggara pemilu masa Orde Baru melekat pada pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri. Sehingga menjadi logis, isu pemantauan melekat pada domain rezim pemerintah.
Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah, atau seringkali disebut pilkada, adalah pemilihan umum untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama "pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah".
Memilih Pemimpin Baru Secara Demokratis
Pilkada pada tataran ideal dimaksudkan untuk melakukan pergantian kekuasaan di daerah dengan cara yang demokratis, yaitu dengan mengikutsertakan rakyat secara langsung. Sehingga, diharapkan akan terpilih sosok penguasa terbaik, yang alim dan ihlas mengabdi untuk rakyat. Namun pada prakteknya muncul banyak distorsi sehingga Pilkada tidak lagi bisa diandalkan untuk memunculkan pimpinan daerah yang bagus. Tetapi persoalannya bukan di sana tetapi bagaimana anda bisa memenangkan Pilkada dimaksud.
Saat ini rakyat sudah banyak tahu dan semakin kritis serta sebagian besar tak lagi tertarik pada hanya sekedar politik uang, meskipun tak dapat dipungkiri bahwa masih ada beberapa daerah yang memang masih fokus pada kemampuan bagi-bagi uang dan tebar sembakonya para calon Pilkada. Karena itu tidak heran bahwa masih ada sebagian partai politik yang menggunakan politik uang dan tebar sembako sebagai strategi pemena ngannya.

Menurut survey yang dilakukan oleh Pew Research Center for the People and the Press terhadap sekitar 200 konsultan politik di seluruh dunia pada tahun 1997 – 1998, ditemukan fakta bahwa kualitas dari pesan-pesan kampanye politik  dan strategi pencitraan para calon pemimpin yang maju Pilkada merupakan faktor utama dalam menentukan kemenangan dalam pemilihan, sehingga selain faktor biaya yang mutlak dipersiapkan untuk menggerakkan mesin politik calon kandidat, pencitraan calon pilkada merupakan kunci penentu kemenangan.

Para pembaca yang budiman. Pemilukada tidak ubahnya mempromosikan produk baru, meski kualitasnya baik tapi tanpa didukung oleh promosi yang bagus dia tidak akan dikenal oleh masyarakat. Kandidat anda tidak akan terpilih. Produk berkualitas pada ahirnya memang pasti akan selalu unggul, tetapi tanpa dengan pemasaran yang baik ia memerlukan waktu yang lama dan cenderung sudah terlambat. Berbeda kalau dipromosikan dengan baik dan tepat maka ia akan jadi produk unggulan yang disenangi warga. Karena itu pemanangan Pilkada saat ini sudah memerlukan suatu organisasi pemenangan Pilkada secara profesional yang bisa memanfaatkan semua sumber daya agar bisa memenangkan Pilkada.
Tugas kandidat bukan lagi menyusun strategi dan taktik karena hal itu telah dipercayakan pada Tim Sukses. Tugas Kandidat bukan lagi mencari dukungan dana dan mengelola dana Kampanye. Karena anda telah memper cayakan tugas ini pada orang terpercaya di dalam Tim Sukses anda. Tugas Kandidat bukan lagi untuk menyusun Jadwal Kampanye, karena anda telah mempercayakan tugas ini pada manajer tim sukses anda. Ketua Tim Sukses/Manajer Kampanye berserta anggota timnya bertanggung jawab untuk menangani seluruh tahapan dan proses pemenangan, pelaksanaan sampai sang Kandidat dilantik jadi Gubernur, jadi Wali Kota atau Bupati.