Strategi Sun Tzu Bisa Anda Manfaatkan Dalam Memenangkan
Pilkada
Kesempatan menjadi seorang Gubernur,
Bupati atau Walikota sekarang ini kian terbuka. Kalau anda merasa bahwa untuk
Indonesia yang lebih baik maka diperlukan para pemimpin yang baik, dan kalau
anda merasa bahwa diri anda cukup baik untuk Indonesia? Maka sebaiknya anda
harus maju dan ikut Pilkada. Demikian juga dengan organisasi kepemudaan atau
organisasi Mahasiswa sudah sebaiknya dari awal membekali para kadernya untuk
mempersiapkan mereka jadi Pimpinan Daerah. Jangan ragu. Demokrasi membuka jalan
bagi siapa saja yang mampu jadi pemimpin untuk ambil bagian. Tidak ada jeleknya
kan? Habis jadi pimpinan daerah kemudian jadi Presiden atau jadi Menteri? Anda
tentu tidak keberatankan?
Tapi jangan lupa. Masih ingat dengan
Pemilukada DKI 2012? Menurut penulis
Pemilukada DKI adalah contoh yang menarik tentang Tumbangnya seorang Petahana
secara telak ditengah ke populerannya. Popularis Pasangan Petahana
begitu luar biasa. Tetapi begitu kita melihat hasilnya? Kalah telak dan hilang
begitu saja. Dalam pemilihan kepala daerah kali itu, kubu petahana tampak
begitu atraktif dibanding para penantangnya. Salah satu kartu yang membuat
publik berpikir ulang untuk tidak berpindah dari petahana adalah pemaparan
gagasan Mass Rapid Transportation yang tampak visioner. Petahana memang punya
banyak kelebihan khususnya terkait “isu-isu visioner” pembangunan. Persepsi
yang berkembang waktu itu hanya petahana yang bisa melanjutkan “gagasan-gagasan
visioner” itu. Calon baru akan memerlukan waktu untuk belajar dan mempela
jarinya. Hasilnya ternyata Petahana yang demikian kuat dan dominan di segala
lini serta didukung dana pencitraan yang tiada habisnya. Ternyata tidak mampu
mengalahkan Jokowi-Ahok. Pasangan pendatang baru, dua tokoh anak muda yang
sesungguhnya hanya biasa-biasa saja. Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli tinggallah
kenangan.
Negara
Demokrasi Dari Dulunya
Bagi
Indonesia, Pemilu sudah menjadi bagian integral historis daripada pelaksanaan
sistem ketatanegaraan. Satu dekade setelah proklamasi 1945, tepatnya tahun 1955
Indonesia sudah melangsungkan Pemilu pertama yang demokratis. Kemudian
berlanjut pada Pemilu pada era Orde Baru tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992,
1997. Selanjutnya pada masa reformasi telah berlangsung tiga kali Pemilu, yakni tahun 1999, 2004, dan 2009. Sehingga istilah
Pemilu sudah sangat familiar bagi penduduk di republik ini, dan tentu saja,
sudah diserap sebagai pengetahuan dasar bagi hak politik rakyat Indonesia.
Merunut
kembali sejarah Pemilu 1955, Pemilu di era rezim Orde Baru, Pemilu di masa
reformasi, dan Pemilu di berbagai daerah, sebenarnya bisa diambil beberapa
pelajaran penting tentang pemantauan pemilu. Pemilu 1955 berlangsung pada
nuansa dan suasana kepartaian yang ideologis dan partisipatif. Semangat
kontestasi yang dibuktikan lebih dari 100 peserta Pemilu membuat setiap
kontestan saling mengawasi pelaksanaan Pemilu. Sementara Pemilu di masa rezim kleptokratik Orde Baru
berada pada semangat zaman yang represif-totaliter. Deparpolisasi dan anti
partisipasi masyarakat sangat mendominasi penyelenggaraan Pemilu di masa itu.
Apalagi penyelenggara pemilu masa Orde Baru melekat pada pemerintah melalui
Menteri Dalam Negeri. Sehingga menjadi logis, isu pemantauan melekat pada
domain rezim pemerintah.
Pemilihan umum kepala daerah dan
wakil kepala daerah, atau seringkali disebut pilkada, adalah pemilihan umum
untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung di
Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat. Sejak berlakunya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, pilkada
dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama "pemilihan
umum kepala daerah dan wakil kepala daerah".
Memilih Pemimpin Baru Secara
Demokratis
Pilkada pada tataran ideal
dimaksudkan untuk melakukan pergantian kekuasaan di daerah dengan cara yang
demokratis, yaitu dengan mengikutsertakan rakyat secara langsung. Sehingga,
diharapkan akan terpilih sosok penguasa terbaik, yang alim dan ihlas mengabdi
untuk rakyat. Namun pada prakteknya muncul banyak distorsi sehingga Pilkada
tidak lagi bisa diandalkan untuk memunculkan pimpinan daerah yang bagus. Tetapi
persoalannya bukan di sana tetapi bagaimana anda bisa memenangkan Pilkada
dimaksud.
Saat
ini rakyat sudah banyak tahu dan semakin kritis serta sebagian besar tak lagi
tertarik pada hanya sekedar politik uang, meskipun tak dapat dipungkiri bahwa
masih ada beberapa daerah yang memang masih fokus pada kemampuan bagi-bagi uang
dan tebar sembakonya para calon Pilkada. Karena itu tidak heran bahwa masih ada
sebagian partai politik yang menggunakan politik uang dan tebar sembako sebagai
strategi pemena ngannya.
Menurut
survey yang dilakukan oleh Pew Research Center for the People and the Press
terhadap sekitar 200 konsultan politik di seluruh dunia pada tahun 1997 – 1998,
ditemukan fakta bahwa kualitas dari pesan-pesan kampanye politik dan strategi pencitraan para calon pemimpin
yang maju Pilkada merupakan faktor utama dalam menentukan kemenangan dalam
pemilihan, sehingga selain faktor biaya yang mutlak dipersiapkan untuk
menggerakkan mesin politik calon kandidat, pencitraan calon pilkada merupakan
kunci penentu kemenangan.
Para pembaca yang budiman.
Pemilukada tidak ubahnya mempromosikan produk baru, meski kualitasnya baik tapi
tanpa didukung oleh promosi yang bagus dia tidak akan dikenal oleh masyarakat.
Kandidat anda tidak akan terpilih. Produk berkualitas pada ahirnya memang pasti
akan selalu unggul, tetapi tanpa dengan pemasaran yang baik ia memerlukan waktu
yang lama dan cenderung sudah terlambat. Berbeda kalau dipromosikan
dengan baik dan tepat maka ia akan jadi produk unggulan yang disenangi warga.
Karena itu pemanangan Pilkada saat ini sudah memerlukan suatu organisasi
pemenangan Pilkada secara profesional yang bisa memanfaatkan semua sumber daya
agar bisa memenangkan Pilkada.
Tugas
kandidat bukan lagi menyusun strategi dan taktik karena hal itu telah
dipercayakan pada Tim Sukses. Tugas Kandidat bukan lagi mencari dukungan dana
dan mengelola dana Kampanye. Karena anda telah memper cayakan tugas ini pada
orang terpercaya di dalam Tim Sukses anda. Tugas Kandidat bukan lagi untuk
menyusun Jadwal Kampanye, karena anda telah mempercayakan tugas ini pada
manajer tim sukses anda. Ketua Tim Sukses/Manajer Kampanye berserta anggota
timnya bertanggung jawab untuk menangani seluruh tahapan dan proses pemenangan,
pelaksanaan sampai sang Kandidat dilantik jadi Gubernur, jadi Wali Kota atau
Bupati.