Kamis, 11 Agustus 2011

Kapal Induk China, Bukan Sekedar Prestise


Peluncuran kapal induk pertama milik China dipandang lebih bermakna simbolis daripada praktis kemiliteran. Pelayaran perdana kapal itu akan meningkatkan prestise China di mata dunia, menambah kebanggaan nasional, dan menjadi gertakan bagi negara-negara di kawasan.
Kapal induk bekas Uni Soviet, yang dibangun kembali oleh China dalam sepuluh tahun terakhir, itu menjalankan uji pelayaran perdana di lepas pantai Pelabuhan Dalian, China timur laut, Rabu (10/8). Menurut situs resmi Kementerian Pertahanan China, uji pelayaran perdana tersebut menjadi bagian dari proses revitalisasi kapal dan tidak akan berlangsung lama.
Kantor berita Xinhua menyatakan, kapal itu berangkat dari dermaga Dalian Rabu pagi. Kapal bergerak perlahan menembus kabut sambil membunyikan peluit kapal tiga kali.

Menurut Andrei Chang, editor majalah Kanwa Asian Defense, uji pelayaran perdana ini biasanya dilakukan untuk menguji fungsi-fungsi dasar kapal, seperti apakah mesinnya berfungsi dengan baik atau tidak. Uji coba ini bisa berlangsung terus-menerus sampai satu sampai dua tahun ke depan.
”(Pelayaran perdana) ini lebih sekadar untuk pamer. Jalan yang harus mereka tempuh masih jauh (sampai kapal benar-benar operasional),” tutur Chang.

Simbolis

Ni Lexiong, pakar kebijakan maritim China dari Shanghai University of Political Science and Law, mengatakan, pelayaran perdana ini lebih bermakna simbolis.
”Signifikansi simbolisnya mengalahkan signifikansi praktis. Kami sekarang sudah menjadi kekuatan maritim. Jadi kami butuh kekuatan yang sesuai, apakah itu armada kapal induk atau kapal perang, sama seperti Amerika Serikat atau imperium Inggris dulu,” tutur Ni.
Warga China mengaku bangga dengan peluncuran kapal induk itu dan merasa sudah saatnya dunia melihat China dengan cara berbeda. ”Kapal induk adalah simbol negara besar. China telah tumbuh secara dramatis. Seluruh dunia harus memiliki cara pandang baru terhadap China,” tutur Pan Chunli (29), warga Beijing.

Makna simbolis ini juga berarti mengirim pesan kewaspadaan kepada negara-negara tetangga China di Asia Timur dan Asia Tenggara. Meski China berulang kali mengatakan pembangunan militernya tidak untuk menyerang negara lain, sikapnya yang makin agresif akhir-akhir ini tidak membuat negara-negara tetangga percaya semudah itu.

Pekan lalu Jepang mengeluarkan Buku Putih Pertahanan yang mempertanyakan pertumbuhan militer China dan sikapnya yang makin agresif. China juga terlibat dalam ketegangan dengan Vietnam dan Filipina sehubungan klaim mereka atas Kepulauan Spratly di Laut China Selatan.
”Paling jauh, (kapal induk) itu akan menimbulkan gelombang di Laut China Selatan untuk mengintimidasi negara-negara yang angkatan lautnya lemah, seperti Vietnam, Indonesia, dan Filipina,” tutur Jonathan Holslag dari Brussels Institute of Contemporary China Studies.
(Kompas/Reuters/AFP/AP/DHF/11/8/2011)