Rabu, 29 Juni 2016

Memperkuat Pertahanan TNI di Perairan Natuna


Memperkuat Pertahanan di Perairan Natuna
                 
Sengketa kepulauan di Laut Tiongkok Selatan telah menjadikan wilayah tersebut jadi ajang rebutan territorial dari empat negara Asean (Malaysia, Vietnam, Pilifina dan Brunei), Taiwan dan Tiongkok.  Kemudian dengan perilaku para nelayan Tiongkok yang di back Up oleh Coast Guardnya telah melakukan klaim sepihak atas perairan Natuna sebagai Traditional Fishing Ground nya, membuat Indonesia sadar bahwa pada suatu saat akan terjadi “perang terbatas” di wilayah tersebut. Indonesia harus dengan cepat mempersiapkan pertahanan kedaulatan di wilayah tersebut sesuai amanat UU.
Kondisi itu pulalah yang menyadarkan kita, bahwa selama ini ternyata kekuatan Pertahanan kita di kepulauan Natuna dan sekitarnya, masih sangat jauh dari yang sepantasnya.

Indonesia hanya mempunyai Lapangan terbang di Ranai, dan itupun tidak bisa di darati oleh pesawat tempur. Karena Lanudnya masih tipe C. Sama sekali tidak mampu melayani kepentingan pesawat tempur. Untungnya di sana sudah ada Lanal Ranai di bawah komando Lantamal IV Belitung dan telah ditingkatkan dari tipe C ke tipe B. Ini berarti di sana ada penempatan kapal TNI AL di Lanal tersebut, termasuk penempatan kapal kombatan secara reguler dari Mako Armabar di Jakarta. Lanal Ranai tidak hanya sebagai pusat pengendali lalu lintas laut, tetapi juga sebagai bunker logistik dan amunisi, sebagai suplai perbekalan bagi kapal-kapal TNI AL yang berlayar di sekitar perairan tersebut. Tipe kapal yang beroperasi di sana adalah kapal yang mempunyai kemampuan deteksi dini, cepat, bersenjatakan rudal anti kapal, dan mampu melakukan peperangan udara.
Memperkuat Pertahanan Perairan Natuna
Kita bersukur, karena kegiatan illegal fishing Tiongkok ini telah memberikan kesadaran baru bagi TNI untuk segera memperkuat system pertahanannya di wilayah itu. Lanud Ranai akan di tingkatkan tipenya dari C ke B. “Sekarang kita usulkan, Natuna itu kita bikin seperti kapal induk kita. Jadi basis militer yang kuat, AL, dan AU di sana,” ujar Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Pandjaitan, 23 Maret 2016 yang lalu. Dengan Lanud Ranai  jadi tipe B, maka ia akan dapat berperan sebagai pusat pengendali lalu lintas udara di wilayah itu,  juga sebagai bunker logistik dan amunisi, untuk mensuplai perbekalan bagi pesawat-pesawat tempur TNI AU yang berpatroli di sekitar perairan tersebut.
Demikian juga dengan TNI Angkatan Udara akan menyiagakan empat unit pasukan khusus Korps Pasukan Khas (PASKHAS), di Pulau Natuna Besar. Pasukan ini dilengkapi dengan sistem rudal pertahanan udara Oerlikon Skyshield buatan Rheinmetall. Sistem rudal Oerlikon Skyshield merupakan sistem pertahanan udara modular termasuk meriam multirole otomatis 35 mm yang dapat menembak jatuh pesawat.  Saat ini baru pangkalan TNI AU Supadio, Halim Perdanakusuma, dan pangkalan udara Hasanuddin, yang sudah menggunakan sistem persenjataan ini. Tapi bagaimana realisasinya? Masih sangat tergantung kemampuan anggaran pemerintah.
Hanggar tambahan juga baru akan disiapkan agar bisa menampung delapan pesawat tempur di pangkalan udara Ranai. Pesawat-pesawat tempur itu mencakup pesawat jet tempur Su-27, Su-30, F -16 yang hendak dibeli, dan fasilitas skuadron kendaraan udara tak berawak (UAV).
Rencananya ( sejak tahun 2012) akan ada tambahan 1 batalion Infantri dari Bukit Barisan. Markas batalion tersebut berada di daerah Sepempang, Kecamatan Bunguran Timur dengan nama Batalion Infanteri 135. Saat ini di sana baru ada dua Kompi C dan D dari Batalyon 134/Raider (Batam). Untuk membangun markas dan sarananya memerlukan anggaran dan waktu. Begitu juga dengan rencana untuk menyiagakan 4 helikopter AH-64E Apache di Natuna tentu perlu infrastruktur. Dalam darurat tentu bisa saja memanfaatkan Bivak dan bersifat mobile. Tetapi untuk mengoperasikan Heli sekelas Apache memerlukan sarana khusus dan itu perlu dipersiapkan.
Indonesia yang luas, memerlukan system pertahanan yang kuat dan terintegrasi. Sekarang ini, kemampuan negara baru sebatas bisa membiayai personilnya saja. Dalam arti yang sebenarnya, gelar kekuatan TNI kita itu masih bagian dari masalah. Menjadi masalah karena sarananya dan prasarananya tidak bisa mendukung. Seperti pasukan TNI kita yang digelar di sepanjang perbatasan. Pos nya sangat sederhana, tidak ada sarana penunjang berteknologi. Posko posko itu tidak beda jauh dari Pos hansip yang kita kenal. Untuk drop logistik mereka saja masih persoalan utama. Untuk melahirkan TNI yang professional, membutuhkan negara yang kuat secara ekonomi dan terbebas dari korupsi. Kesadaran kearah itu harus ada pada setiap lini kehidupan anak bangsa.


Sumber: http://www.wilayahpertahanan.com/pertahanan-perairan-natuna-menjaga-kedaulatan-bangsa/

Rabu, 15 Juni 2016

Pro kontra Pembentukan Badan Intelijen Pertahanan

Pro kontra Pembentukan Badan Intelijen Pertahanan


Kemhan Ingin Buat Badan Intelijen Pertahanan. Banyak yang mempertanyakan: Apa Alasan Kemhan sebenarnya? Mulai dari kalangan DPR, LSM dan pemerhati pertahanan. Pro kontra itu muncul disebabkan pemahaman para pihak dengan mauksud dan tujuan Kemhan sendiri yang sebenarnya belum tahu persis seperti apa bentuknya. Misalnya Wakil Ketua Komisi I DPR RI TB Hasanuddin mengingatkan bahwa rencana pembentukan lembaga intelijen pertahanan Kementerian Pertahanan tidak boleh berada di luar ketentuan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan. Hasanuddin mengatakan, jika pembentukan badan intelijen pertahanan hanya merupakan penyempurnaan struktur dari Badan Instalasi Strategis Nasional (Bainstranas) yang sebelumnya sudah ada di Kemhan, maka hal tersebut diperbolehkan.

Namun, dia mengkritik pernyataan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Laksamana Madya TNI Widodo yang menyebut fungsi intelijen mencakup data secara keseluruhan, bukan hanya soal pertahanan.Menurut dia, jika Kemhan juga mengurusi persoalan ketahanan pangan dan maritim, hal tersebut menyalahi undang-undang."Tidak bisa dong kalau Kementerian Pertahanan mengurusi data-data soal ketahanan pangan. Undang-undangnya belum sampai ke sana," ujar Hasanuddin saat ditemui usai rapat kerja dan anggaran dengan Kementerian Pertahanan, di kompleks parlemen, Jakarta-Kompas Com Kamis (9/6/2016).
Hasanuddin menjelaskan dalam undang-undang tidak diatur mengenai fungsi Kemhan dalam urusan di luar pertahanan. Soal potensi wilayah terkait pertahanan di berbagai wilayah pun selama ini telah didata oleh Komando Distrik Militer (Kodam) yang secara struktur berada di bawah TNI."Potensi wilayah sudah ada didata oleh Kodam tapi tidak sampai ke urusan pangan diurusi oleh Kemhan," ungkap dia.Sebelumnya Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan
Hendardi dari setara institute lebih dalam lagi. Ia menilai rencana tersebut justru menunjukkan fungsi koordinasi antar lembaga negara di sektor pertahanan tidak berjalan dengan baik.Menurut dia, alasan Kemhan atas kebutuhan informasi yang komprehensif seharusnya bisa dipenuhi dengan mendayagunakan satuan intelijen yang ada di bawah TNI dan Badan Intelijen Negara (BIN) sebagai pusat informasi intelijen negara."Jadi saya melihat ini soal keengganan berkoordinasi saja. Masing-masing ingin menunjukkan keunggulan institusinya bukan koordinasi untuk kepentingan bangsa dan negara," ujar Hendardi melalui keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Jumat (10/6/2016). Hendardi pun berpendapat bahwa Menhan bekerja tanpa berdasarkan perencanaan dan mandat reformasi pertahanan militer, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Pertahanan dan juga Undang-Undang TNI. Banyak agenda strategis bidang pertahanan yang justru diabaikan seperti Penataan Bisnis Militer, Penataan SDM Militer, Reformasi Peradilan Militer Dan Transformasi Paradigmatik dalam menghadapi tantangan pertahanan mutakhir yang umumnya tidak dalam bentuk serangan fisik.

Intelijen Seperti Apa Sebenarnya Yang Kemhan Inginkan?

Laksamana Madya TNI Widodo mengatakan bahwa wacana untuk membentuk badan intelijen pertahanan berawal dari kebutuhan Kementerian Pertahanan dalam membuat kebijakan. Menurutnya dalam membuat setiap kebijakan, Kemhan sangat membutuhkan data yang komprehensif. Input data yang dibutuhkan oleh Kemham tidak selalu soal kekuatan pertahanan dalam negeri dan negara lain, tetapi juga data mengenai semua sumber daya yang mendukung pertahanan. Data-data tersebut antara lain menyangkut dalam bidang pangan, energi, industri maritim, dirgantara dan sumber daya manusia di daerah."Ini tak melulu soal kekuatan pertahanan kita atau negara sahabat, namun semua resources yang mendukung pertahanan. Itu didata untuk menyiapkann komponen pendukung dan cadangan kalau suatu saat negara ini dalam kondisi darurat," kata Widodo.
Sementara menurut Kemhan sendiri: Badan Intelijen Pertahanan Tak Akan Bertabrakan dengan BIN dan BAIS. Kemhan juga mengatakan: Tidak Ada Penambahan Anggaran Terkait Pembentukan Badan Intelijen Pertahanan. Karena badan tersebut hanya merubah Badan yang sudah ada yakni Bainstranas atau Badan Instalasi Strategis Nasional mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan kawasan instalasi strategis nasional, dan mengukuhkannya sebagai Badan Intelijen Pertahanan. Menhan Ryamizard Ryacudu menegaskan bahwa Kementerian Pertahanan harus memiliki lembaga intelijen sendiri untuk menggali informasi terkait  pertahanan dan keamanan negara. Sampai saat ini, kata Ryamizard, Kementerian Pertahanan tidak menerima info dari intelijen pertahanan."Di mana mata dan telinga Kementerian Pertahanan kalau tidak punya intelijen sendiri. Ini penting supaya kami tahu situasi yang terjadi. Seperti perpanjangan tangan dari Kemhan" ujar Ryamizard saat ditemui di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Senin (6/6/2016).                                                                            
Mantan Rektor Universitas Pertahanan Indonesia yang juga mantan DirjenStrahan Letnan Jenderal TNI (Purn) Syarifudin Tippe mengatakan, Badan Intelijen Pertahanan ini nantinya akan bertugas memberikan dukungan data-data dalam menyusun konsep dan strategi, serta memetakan potensi ancaman di sektor pertahanan. Menurutnya  Badan Intelijen Pertahanan bakal memayungi segala informasi ancaman yang berasal dari unsur militer maupun nonmiliter.
Tippe berkata, dalam sektor intelijen, Badan Intelijen Strategis (BAIS) Tentara Nasional Indonesia yang sudah ada selama ini hanya bekerja dalam ruang militer. Akibatnya terjadi kekosongan ruang dalam menghadapi ancaman nonmiliter di bidang pertahanan."Pertahanan itu luas, dan ada ruang kosong yang tidak terjamah intelijen TNI, yaitu intelijen nonmiliter. Di situlah tugas Badan Intelijen Pertahanan," kata Tippe kepada CNNIndonesia.com, Jumat (10/6/2015).
Tippe juga menjelaskan, Sejak 2008 Kementerian Pertahanan telah membahas wacana Badan Intelijen Pertahanan sejak tahun 2008. Saat menjadi Dirjen, Tippe melakukan studi ke Badan Intelijen Australia (Defence Intelligence Organisation) di bawah Kementerian Pertahanan Australia. Badan Intelijen Australia bertugas menilai data intelijen yang diperoleh dari atau disediakan oleh agen-agen intelijen yang berada di dalam dan luar Australia. Tujuannya untuk mendukung proses pengambilan kebijakan oleh pemerintah dan kementerian pertahanan negara itu, serta merencanakan operasi angkatan bersenjata Australia. 

Bagaimana Mempertahankan Kinerja BAIS TNI?

Untuk bisa melihatnya lebih terurai ada baiknya kita melihat seperti apa pola kerja Kemhan yang kita tahu selama ini. Kalau kita melihat pada produk yang dihasilkan oleh Kemhan maka dapat kita katakan dalam ungkapan yang sederhana kurang lebih sbb: Ada dua produk Kemhan yang menjadi penjuru bagi pelaksanaan pertahanan di Indonesia yakni BUKU PUTIH dan KEBIJAKAN PERTAHANAN.“Buku Putih” ini merupakan suatu rumusan pernyataan dan kebijakan pertahanan sebagai pedoman bagi penyelenggaraan fungsi pertahanan negara. Dalam artian sederhana sebuah buku putih akan membutuhkan informasi terkait perkembangan lingkungan keamanan strategis dan ancaman yang akan muncul.
Selama ini di lingkungan Kemhan DitjenStrahan yang mengumpulkan data intelijen yang diperoleh dari jajaran BAIS dan BIN dll yang dikirimkan, dan atau dikoordinasikan dengan agen-agen intelijen yang berada di dalam dan luar Indonesia. Tujuannya untuk mendukung proses pengambilan kebijakan oleh pemerintah dan kementerian pertahanan negara itu, serta merencanakan operasi angkatan bersenjata RI sebagaimana yang tertuang dalam Buku Putih (5 tahunan) dan Kebijakan Pertahanan maupun Kebijakan Umum Penyelenggaraan Pertahanan.Info yang terkait “militer” bisa didapat dari para athan Indonesia di berbagai negara yang menjadi barometer atau berpengaruh bagi munculnya peluang, ancaman dan kerjasama terhadap kepentingan nasional Indonesia. Athan adalah bagian dari intelijen BAIS TNI. Intelijen ini dioperasionalkan oleh BAIS dan anggaran operasionalnya di programkan oleh Kemhan.
Informasi tentang ancaman yang ada dari dalam negeri juga di dapat dari intelijen BAIS-TNI di jajaran Kodam serta Intelijen nasional yang di kelola oleh BIN. Kemhan sesuai dinamika mendapatkan lapaoran dari semua jajaran intelijen, hususnya jajaran intelijen BAIS TNI. Untuk pendalaman terkait sesuatu issu biasanya Kemhan akan mengundang para pihak untuk dikonfirmasi serta dimatangkan lebih lanjut.

Kalau kelak Badan Intelijen Pertahanan ini terwujud, tentu Kemhan akan mendapatkan sumber informasi intelijen yang sesuai dengan kebutuhannya. Apakah badan ini nantinya akan bekerja sama dengan DitjenStrahan dalam memformulakan ancaman terhadap negara atau kepentingan nasional Indonesia; tentu berbagai dinamika bisa saja terjadi. Hanya yang jadi bahan pemikiran adalah; semoga kemhan tetap pada posisinya untuk terus mendorong penyediaan anggaran bagi kelangsungan dan keberhasilan BAIS TNI khususnya yang terkait dengan kegiatan Athan di manca negara yang selama ini memang anggarannya di programkan oleh Kemhan. Tetapi sebaliknya kalau Kemhan hanya fokus kepada Badan intelijennya sendiri, tentu akan berubahlah kinerja para Athan, yang selama ini merupakan sumber informasi kekuatan militer di manca negara. Tetapi sebaliknya kalau Kemhan bisa mensinergikan kedua Badan Intelijen tersebut maka hasilnya akan sangat berbeda.  

Sabtu, 11 Juni 2016

Menjaga Kedaulatan Bangsa, Cinta Ujung Negeri

Pertahanan di Perbatasan, Mencintai Ujung Negeri
Oleh harmen batubara

Indonesia yang jelita, zamrud khatulistiwa, sebuah negara benua maritim. Hamparan lautannya yang luas, terdiri dari belasan ribu pulau dengan panjang pantai lebih dari 81 ribu km serta berada diantara dua samudra Hindia dan Pasifik serta dua benua Australia dan Asia. Lokasi yang strategis ini; kalau saja bisa memanfaat kannya dengan baik maka semua akan datang dan jadi pusat bisnis dunia yang menjanjikan. Bila diumpa makan, bagai sebuah resort tempat persinggahan bagi para pelintas batas, pelaku bisnis  dua benua, dua samudra. Sesungguhnya, dengan membangun infrastruktur yang fungsional dan bagus, menyediakan berbagai fasilitas perdagangan, produksi serta layanan kelas dunia serta biaya pajak yang kompetitip,  percayalah semua orang akan singgah, dan bahkan datang serta memberikan semangat kerjasama. Indonesia mestinya, bisa dan mampu menjadikan wilayah zamrud khatulistiwa ini menjadi sesuah ”resort” yang menarik untuk didatangi,  bukan saja karena keindahannya, kaya dalam budaya, kaya dalam  sumber daya alam, hayati dan masyarakatnya ramah serta menghargai.

Belum banyak buku ditulis terkait perbatasan. Karena itu ada baiknya saya memperkenalkan buku berikut ini. Cinta Ujung Negeri, Menjaga Kedaulatan Bangsa. Buku yang memperkenalkan perbatasan dari sisi pertahanannya. Perbatasan sebagai pintu masuk formal ataupun nonformal belum teroptimalkan dengan baik.Kawasan perlintasan perdagangan dunia yang begitu strategis, sampai saat ini baru bisa dimanfaatkan oleh negara Singapura dan sebentar lagi Malaysia, dua negara tetangga  yang mampu menyuguhkan layanan, sarana dan prasarana  kelas dunia dengan cita rasa dan keramah tamahan dari timur. Padahal dari segi apapun, kalau Indonesia bisa menata diri, dan bersolek rupa maka dibandingkan dengan negara manapun di sekitarnya pastilah tetap jauh lebih unggul. Indonesia mempunyai wilayah perbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga. Lagipula sampai saat ini  masih ada banyak sekali masalah penegasan batas yang belum selesai, baik di perbatasan darat maupun di perbatasan laut.
Sumber Konflik Masa Datang
Secara teoritis dan fakta memperlihatkan bahwa konflik dimasa datang kemungkinan yang paling dominan adalah konflik yang disebabkan oleh belum selesainya penegasan batas dengan negara tetangga. Karena itu perlu diingatkan bahwa beberapa dasar pertimbangan dan alasan kepentingan nasional Indonesia untuk menyelesaikan perbatasannya dengan negara tetangga adalah karena penyelesaian masalah perbatasan merupakan amanat dan kewajiban institusional yang harus dilaksa nakan oleh Pemerintah RI.  Penyelesaian masalah perbatasan akan menciptakan kepastian hukum tentang wilayah dan pada gilirannya akan memberikan ketegasan dan kepastian batas wilayah NKRI. Penyelesaian masalah perbatasan akan menjamin pelaksanaan pengawasan, pengamanan dan penegakan hukum dan kedaulatan negara serta perlindungan wilayah NKRI oleh aparat pertahanan negara dan aparat penegak  hukum nasional.
Selama ini yang dianggap jadi kendala  adalah adanya keterbatasan sinergitas antara instansi tegas batas itu sendiri  yang pada intinya bersumber pada lemahnya koordinasi, yang pada dasarnya mencerminkan lemahnya kemampuan manajemen di masing-masing stake holder yang mengawaki permasalahan ini. Meskipun sudah ada BNPP dan besarnya dinamika yang tumbuh dalam pengelolaan pemerintahan di negara kita, untuk mentrasfer berbagai kewenangan yang ada dipemerintahan pusat ke dearah, dan meski sudah ada UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah yang telah memberikan otonomi atau kewenangan yang lebih besar kepada daerah. Tetapi kenyataannya malah sebaliknya jajaran Kementerian dari para stake holder tegas batas meski sudah melakukan penyesuasian, tetapi pada persoalan intinya masih tetap pola lama.
Akibatnya adalah tidak adanya suatu program kerja tegas batas yang bersinergi secara nasional yang bisa dihasilkan oleh para stake holder tegas batas yang selama ini telah melakukan pekerjaan itu sampai 40 tahun lebih. Nyatanya negara kita belum punya Grand Design tentang penyelesaian Tegas Batas Negara kita secara keseluruhan. Tidak adanyanya grand design penyelesaian Tegas Batas, maka secara tidak langsung hal seperti itu memperlihatkan tidak adanya program kerja yang jelas terkait penyelesaian Tegas Batas ini. Padahal salah satu ancaman yang paling realistik yang dikemukakan Kementerian Pertahanan ) adalah prihal konflik yang diakibatkan persoalan tegas batas yang tidak jelas atau belum selesai. Kenyataan seperti ini sesungguhnya sudah dipahami  sejak lama.
Membangun dan Mencintai Ujung Negeri
Memprioritaskan pembangunan di wilayah perbatasan dengan maksud menjadikannya “kota-kota khusus perbatasan”, yang memiliki karakter sebagai wilayah pertahanan (daerah teritori perbatasan atau frontier yang dipersiapkan agar mampu berperan melaksanakan upaya pertahanan negara), adalah sebuah pilihan.Untuk mewujudkan rasa cinta di ujung negeri tersebut, diperlukan adanya sebuah aksi bersama yang meliputi: Penyelesaian penegasan batas baik di darat maupun di laut, membangun perekonomian perbatasan dengan jalan menyediakan berbagai infrastruktur yang diperlukan serta mempersiapkan sistem pertahanan wilayah perbatasan yang terintegrasi dengan pertahanan dan keamanan nasional.
Dari segi kerja sama regional BNPP sejatinya diharapkan jadi fasilitator dalam mempererat para petugas atau pejabat di lingkungan perbatasan dengan negera tetangga. Sebab bagaimanapun sederhananya ekonomi perbatasan yang akan dikembangkan sudah barang tentu dia harus didukung oleh para pelaksana lapangan. BNPP, Kemlu serta Pemda perbatasan terkait bisa sinergis untuk memuluskan kerja sama dalam mengoptimalkan pemberdayaan ekonomi perbatasan. Konsep pengembangan ekonomi perbatasan memang menekankan hal seperti itu, yakni memanfaatkan potensi masing-masing wilayah untuk bisa memberikan kontribusi terbaik bagi pengembangan kerjasama regional.
Seiring dengan berlakunya perdagangan bebas ASEAN serta kesepakatan kerjasama ekonomi regional maupun bilateral, maka peluang ekonomi di beberapa wilayah perbatasan darat maupun laut menjadi lebih terbuka dan perlu menjadi pertimbangan dalam upaya pengembangan wilayah tersebut.  Kerjasama sub-regional seperti AFTA (Asean Free Trade Area), IMS-GT (Indonesia Malaysia Singapura Growth Triangle), IMT-GT (Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle), BIMP-EAGA (Brunei, Indonesia, Malaysia, Philipina-East Asian Growth Area) dan AIDA (Australia Indonesia Development Area) perlu dimanfaatkan secara optimal sehingga dengan jalan memberikan tempat yang pas di perbatasan serta dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak secara seimbang.
Perkuat Pertahanan Perbatasan
Dihadapkan dengan beratnya medan di sekitar wilayah perbatasan Idealnya Kodam Perbatasan diperkuat dengan satuan Mobilitas Udara (Mobud) yang mampu melakukan patroli udara di sepanjang perbatasan dan juga punya kemampuan untuk memproyeksikan kekuatannya ke dua trouble spots berbeda di wilayah perbatasan. Kodam secara fakta belum punya kemam puan untuk melakukan patroli udara di sepanjang perbatasan dan juga belum punya kemampuan untuk memproyeksikan kekuatannya ke dua trouble spots di wilayah perbatasan pada saat yang bersamaan meski sebatas setingkat regu. Demikian juga untuk perimbangan kekuatan relative dengan negara tetangga, semestinya perlu juga di “gelar” kekuatan pertahanan berupa Meriam 155 atau yang setara khususnya untuk daerah daerah sekitar  kota-kota perbatasan yang saling berdekatan dengan Kota-kota negara tetangga. Begitu juga dengan satuan Tank, perlu adanya kekuatan semacam itu di Kalimantan.
Untuk kepentingan pertahanan territorial dan sekaligus untuk menjaga keseimbangan kekuatan pertahanan relative dengan negara tetangga serta untuk menggerakkan perekonomian wilayah perbatasan perlu adanya penambahan dan pergeseran kekuatan di perbatasan. Misalnya di Kalimantan; khususnya gelar meriam perbatasan 155; penambahan satuan Tank; penambahan daya dukung bandara Nunukan-Malinau-dan Tarakan hingga punya Runway 2650 meter untuk bisa memfasilitasi kepentingan pesawat tempur. Pembangunan satu Brigade Inf di Kalimantan Utara dan perkuatan Lanal serta Lanud Tarakan dirasa sangat mendesak khususnya mengimbangi pihak tetangga yang menjadikan Sabah sebagai Armada Timur negaranya.
Selain matra darat di Kalimantan juga terdapat satuan dari Matra lainnya yaitu dari TNI-AL dan TNI AU. TNI AL terdiri dari Lanal Balikpapan, Tarakan, Pulau Laut dan Banjarmasin yang tergabung dalam Armatim, sedangkan Lanal Pontianak tergabung dalam Armabar. TNI AU terdiri dari 5 Pangkalan dan 2 satuan Radar yaitu Lanud Balikpapan, Banjarmasin, Pangkalan Bun, 2 Satuan Radar Balikpapan dan Tarakan yaitu dibawah kendali Koops AU–II sedangkan Lanud Pontianak dan Singkawang II yang berada di Sanggau Ledo di bawah kendali Koops AU-I. Gelar satuan Non Organik di tiap propinsi, gelar kekuatannya juga tidak diurai dalam tulisan ini.
Yang ingin kita katakan adalah perlunya gelar kekuatan yang berfungsi dengan baik di perbatasan. Jadi jangalah gelar pasukan yang dibuat itu hanya sekedarnya saja atau daripada tidak ada sama sekali. Intinya perbatasan itu dapat termonitor dengan baik, sehingga kalau ada kekuatan lain yang melakukan penyusupan bisa dicegah dan selanjutnya semua mengerti bahwa perbatasan itu terjaga dengan baik dan punya kemampuan untuk berbuat sesuatu yang perlu dilakukan. Coba kita bayangkan, sekarang ini ada sejumlah pos-pos TNI di perbatasan, yang secara teoritis sesungguhnya tidak bisa berbuat banyak, karena mereka tidak diperlengkapi dengan sarana yang semestinya. Malah bukan sebagai bagian dari penyelesaian masalah pertahanan di perbatasan, tetapi justeru jadi sebaliknya dan jadi beban. Anda bisa melihat daftar isinya:

Daftar Isi        
Kata Pengantar
Sekapur Sirih
Daftar Isi
BAB I  Pendahuluan
1.1       Di Tapal Batas Negara
1.2       Kenapa Buku Ini Saya Tulis
1.3       Buat Siapa Buku ini di tulis
1.4       Ruang lingkup pembahasan  dan tata urut
1.5       Cara penulisan Buku ini
1.6       Realitanya Berbeda Dengan Yang Dibayangkan
1.7       Grand Design Pembangunan Perbatasan
1.8          Pengelolaan Batas Wilayah Negara 
1.9         Pengertian-Pengertian
1.10     Dasar Hukum
BAB II.  Fakta Strategisnya Wilayah Perbatasan Indonesia
2.1    Wilayah Perbatasan Apa Adanya
2.2    Perbatasan dan Pulau-Pulau Terluar
2.3 Menghadirkan Asean di Wilayah Perbatasan
2.4   Permasalahan Wilayah Perbatasan
BAB III.   Penegasan Batas Darat Antar Negara Serumpun  
3.1  Perbatasan Negara Serumpun      
3.2  Penegasan Perbatasan Darat
3.2.1   Perbatasan Antara Koloni Belanda-Inggeris di Kalimantan
3.2.2    Penegasan Batas RI-Malaysia
3.2.3    Penagasan Batas RI-PNG
3.2.4    Penegasan Batas RI-Timor Leste
BAB IV  Penegasan Batas Laut Antar Negara Serumpun
4.1     Tim Tegas Batas Laut.
4.2   Wilayah Laut Indonesia
4.3   Pembagian Zona Laut  Indonesia 
4.4   Permasalahan Laut Indonesia
4.5   Perbatasan Laut Indonesia
BAB V Pengembangan Ekonomi Perbata san
5.1  Memberdayakan Ekonomi Perbatasan
5.2 Keterbatasan Infrastruktur Penggerak Ekonomi
5.3  Kearifan Lokal Sosial Budaya
5.4   Kota-Kota Perbatasan Etalasi Industri Pariwisata
5.5   Kekuatan Kerangka Pertahanan Per batasan
BAB VI  Menjaga Kedaulatan Bangsa
6.1  Realitas Wilayah di Ujung Negeri
6.2 Kekuatan Penyangga Pertahanan Per batasan
6.3 Konsep dan Kebijakan Pertahanan Negara
6.4    Pertahanan Militer di Kalimantan
6.5   Pertahanan Militer di Papua
6.6   Cinta di Ujung Negeri
Daftar Bacaan

Riwayat Singkat Penulis