Wilayah Pertahanan, Illegal Fishing
Siapa Yang Menjaga Laut Kita
Oleh harmen batubara
Sejatinya kita juga masih penasaran seperti apa pemerintah kita akan menata
secara benar kepentingan nasional kita dalam menjaga Poros Maritim, siapa yang
menjaga pantai (coast guard); antara domain keamanan atau pertahanan, untuk
melakukan kerja sama memperluas perspektif maritim secara regional dan global. Waktu bulan Oktober 16, 2014 saya
masih ingat yang dikatakan Laksamana (Purn) Tedjo Eddy di
Hotel Borobudur Jakarta. Menurutnya
waktu itu Pemerintah baru harus segera membenahi dan memperbaiki keamanan
sektor kelautan di Indonesia. Ini untuk meminimalisir potensi kerugian negara
akibat pencurian ikan dan kekayaan laut lainnya mencapai Rp 100 triliun-Rp 300
triliun tiap tahun. Seperti di Amerika Serikat (AS), beliau menyarankan,
Indonesia perlu membangun Coast Guard atau Badan Keamanan Laut.
Sebenarnya, menurut Eddy, saat ini pemerintah telah mempunyai satu
instansi pengamanan laut yang dinamakan Badan Koordinasi Keamanan Laut
(Bakorkamla). Namun pada praktiknya, Eddy menilai instansi ini masih lemah dan
kurang maksimal menjaga laut karena terbatas pada regulasi tugas yang
diberikan. "Tetapi karena ada kata 'koordinasi' sering diucapkan sukar
dilaksanakan. Ke depan Bakorkamla tetap dijalankan tetapi kata kor-nya
dihilangkan. Menjadi Badan Keamanan Laut yang punya komando langsung menjaga
laut," imbuh Ketua Umum DPP Ormas Nasional Demokrat ini.
Jadi ke depan diharapkan tanggung jawab sektor pengamanan laut RI
ditanggung oleh 2 instansi, yaitu Coast Guard dan TNI Angkatan Laut (AL).
Konsep Coast Guard nanti langsung di bawah arahan Kementerian Maritim dengan
tugas pokok menyangkut pengamanan laut sedangkan TNI AL menjaga pertahanan laut
Indonesia. Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah peran nelayan
ditingkatkan sebagai kepanjangan tangan TNI AL dan Coast Guard yang bisa
melaporkan seluruh kegiatan yang mencurigakan seperti pencurian ikan, penyelundupan
imigran gelap dan lain-lain. "Instansi lain tetap bekerja seperti Bea
Cukai di wilayah kepabeanan tidak usah sampai ke teritorial. Apabila ini semua
dipadukan, musuh dan pencuri akan berpikir dua kali pelan-pelan akhirnya kita
mempunyai kekuatan yang cukup besar," begitu beliau bertutur, dan kini
beliau sudah menjadi Menko Maritim pemerintahan Joko Widodo.
TNI-AL Siap Mengamankan Poros Maritim
Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko menilai TNI Angkatan Laut sangat
menentukan pengembangan Poros Maritim Dunia, karena itu KSAL yang baru
Laksamana Madya TNI Ade Supandi diharapkan untuk membangun kekuatan TNI AL yang
hebat."Saya bangga ada kemajuan TNI AL dengan pemikiran Laksamana TNI
Marsetio (KSAL sebelumnya) yang membawa TNI AL sebagai World Class Navy,"
katanya kepada pers setelah memimpin upacara parade dan defile serah terima
jabatan KSAL di Dermaga Madura, Koarmatim, Ujung, Surabaya, Selasa,6 Januari
2015 lalu. "Saya yakin TNI AL akan mampu mewujudkan alutsista yang kuat
dan hebat, karena industri dalam negeri juga sangat mendukung, seperti PT PAL.
Buktinya, beberapa alutsista kita itu sudah merupakan produk dalam
negeri," katanya.
"Tahun 2015 merupakan awal yang penting, karena lima tahun ke depan
pada periode 2015--2019 merupakan tahapan percepatan dan pengembangan sarana
dan prasarana. Kalau tahapan itu tidak tercapai akan terjadi potensi disparitas
antara sarana dan tantangan dalam persenjataan ke depan," katanya. Sebaliknya,
keberhasilan tahapan itu akan mencetak TNI yang kredibel, mampu melakukan penangkalan
berbagai tantangan, dan mampu mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia."Tentu,
penguatan alutsista itu perlu dibarengi dengan penguatan organisasi, perawatan
alutsista secara berkala, peningkatan kesejahteraan prajurit, dan peningkatan
kerja sama militer antarnegara, khususnya di Asia Tenggara," katanya.
BagaimanaMereka Mengamankan Laut Kita
Penulis kemudian membuka file Kamla. Catatannya sangat memprihatinkan.
Ternyata menurut Kepala Pelaksana Harian
Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) Laksamana Madya Didik Heru Purnomo
di Batam, Kepulauan Riau ; “ Pengamanan wilayah laut dan Indonesia kacau balau
karena terlalu banyak instansi yang menangani dengan beragam kepentingan
sektoral. Situasi itu diperburuk dengan terbatasnya armada patroli dan sarana
pendukung operasional, termasuk bahan bakar minyak” (Kompas (5/6/2012). Memang
kondisi ini adalah kondisi di tahun 2012.
Didik mengakui, Bakorkamla terdiri atas sedikitnya 12 instansi terkait,
di antaranya TNI, Kepolisian RI, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan
dan Perikanan, serta Kementerian Keuangan. Namun, setiap pemangku kepentingan
punya fungsi masing-masing yang cenderung dipandang sektoral. Ia mencontohkan,
Bakorkamla kerap menerima penolakan instansi tertentu saat diajak patroli.
Alasannya beragam, terutama tentang keterbatasan anggaran untuk menggerakkan
kapal.Memang bisa dimaklumi karena untuk mengoperasikan satu kapal dibutuhkan
biaya paling sedikit Rp 60 juta per hari. Itu baru biaya bahan bakar minyak,
belum termasuk biaya lain. Operasi bisa berlangsung beberapa hari dengan
melibatkan beberapa kapal,” ujarnya.
Bakorkamla sendiri tidak mampu berbuat banyak, sebab
badan itu tidak punya kapal berdaya jelajah jauh. Dari 18 kapal
Bakorkamla, tidak ada yang layak untuk operasi lebih dari 10 mil (18
kilometer). Keterbatasan armada membuat Bakorkamla tidak mampu mengawal optimal
tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Setiap ALKI minimal butuh dua kapal
patroli. Saat ini, Bakorkamla tengah memesan kapal patroli 48 meter dari
galangan di Batam. ”Indonesia sanggup buat sendiri, tetapi anggaran pemerintah
terbatas,” Kalau programnya bisa dipola secara multi years mungkin solusi bisa
terpecahkan.
Selain keterbatasan sarana, pengamanan laut Indonesia juga terkendala
tumpang tindih aturan dan masing-masing berpedoman pada UU yang
menguntungkannya. Terdapat 17 peraturan tentang keamanan laut yang perlu
diselaraskan. Misalnya, Kementerian Perhubungan (Ditjen Perhubungan Laut dan
Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai) berpegang pada UU No 17/2008 tentang
Pelayaran. Kementerian Kelautan dan Perikanan mengacu pada UU No 31/2004
tentang Perikanan. Adapun Polisi Perairan mengacu pada UU No 2/2002 tentang
Kepolisian sementara Kementerian Keuangan berpegang pada aturan-aturan
kepabeanan.
Di jajaran KRI masalahnya beda pula.
Komandan Gugus Keamanan Laut Komando Armada RI Kawasan Barat Laksamana
Pertama Pranyoto mengatakan, para komandan Kapal Republik Indonesia (KRI) saat
ini tidak hanya memikirkan soal pengamanan wilayah. Para komandan juga
direpotkan dengan pemenuhan kebutuhan BBM kapal. ”Dulu BBM diurus pusat.
Sekarang harus urus sendiri,” kata Pranyoto. Apapun masalahnya,Namun yang jelas
lemahnya koordinasi antarinstansi berdampak pada berlanjutnya pencurian ikan di
wilayah laut RI yang melibatkan kapal-kapal asing, seperti Taiwan, Vietnam,
Malaysia, dan Filipina.
Komandan Pangkalan TNI AL (Lanal) Tahuna Kolonel (Laut) Fransiscus Herman
mengungkapkan, pencurian ikan oleh nelayan asing sulit diberantas mengingat
luasnya laut di perbatasan. Lanal Tahuna sepanjang 2011 telah menangkap 146
perahu motor jenis pamboat dengan barang sitaan ikan tuna lebih dari 50 ton.
Januari-Maret 2012, pihak Lanal Tahuna menangkap lima pamboat.
Logika saya berkata, sekarang kan Menkonya sudah Pa Tedjo yang dari dulu mengambil role model
US Coast Guard sebagai acuan. Tetapi bagaimana langkah dan aksinya? Staf saya yang mencari data perihal
kemajuan terkait pengamanan laut kita,
ternyata belum ada perubahan yang signifikan. Ya semoga Presiden kita sudah
juga memikirkannya, kalau ternyata belum ?