Rabu, 29 Juli 2009
Penataan Ruang Kawasan Pertahanan di Daerah Perbatasan
Kamis, 23 Juli 2009
Negara Tetangga Melihat Indonesia
Senin, 20 Juli 2009
Pembangunan Papua, Mencari Format Yang Pas
Para
penggiat OPM itu sering menyebut bawa New York Agreemeny pada 15 Agustus 1962. Sebagai
kesepakatan antara pemerintah Belanda dan pemerintah Indonesia itu berisi: (1)
Belanda menyerahkan tanggung jawab administratif pemerintahan Papua Barat
kepada PBB melalui UnitedNations Temporary Executive Authority (UNTEA); (2)
Terhitung 1 Mei 1962 UNTEA menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia; (3) Pada
akhir 1969, di bawah pengawasan PBB, dilakukan
Act of Free Choice bagi rakyat
Papua untuk dapat menentukan sendiri nasib atau kemerdekaannya sendiri.“The Act
of self-determination will be completed before the end of 1969,” Pada 14 Juli
hingga 2 Agustus 1969, Act of Free
Choice bagi rakyat Irian Barat digelar
lewat PEPERA (PenentuanPendapat Rakyat). PEPERA diwakili 1,025 warga Papua,
menurut OPM itu Act of
self-determination mengkaidahkan satu
orang satu suara (One Man One Vote)
Tetapi
mereka lupa bahwa pada saat itu kondisi Papua masih sangat tertutup sarana
transportasi nyaris belum ada. Semua
serba terbatas Mereka juga lupa bahwa cara pemilu di Papua masih memakai sistem
NOKEN artinya suara warga dopercayakan penuh pada kepala suku. Selama ini OPM
selalu berdalih bahwa bagi rakyat Papua, hingga saat ini PEPERA masih dianggap
sebagai bentuk manipulasi Indonesia untuk menguasai tanahPapua. Padahal para
penggiat OPM itu juga melihat bahwa bentuk Pemilu hingga tahun 2021 di Papua
masih dengan sistem “Noken” yang dalam pengertian budaya masih menganut asas
musyawarah untuk mufakat. Dimana Noken dipakai sebagai simbol kebersamaan Suku
atau keluarga besar yang diwakilakn oleh para kepala Suku. Jadi secara Hukum
dan sesuai sejarahnya Papua itu adalah bagian syah dari NKRI. Jadi bagi mereka
yang tidak suka NKRI ya sebaiknya jangan tinggal di wilayah itu, tetapi ke
wilayah lain yang bisa menerima mereka. Menurut hemat saya, berbagai alasan
untuk mengevaluasi Otsus itu ide yang baik tetapi jika dilihat dengan realitas
di lapangan kita masih perlu terlebih dahulu membangun Papua yang lebih baik
lagi, Khususnya perlu dana yang lebih besar dan pemekaran wilayah. Soal ada
yang tidak setuju hal itu ya sah-sah saja. Nanti setelah keadaan dan sistemnya
lebih baik lagi maka evaluasi bisa dilakukan kembali. Sekarang lebih baik fokus
sesuai konsep NKRI dan mensukseskan acara PON Papua.
Pembangunan Papua Masih
Perlu Perjuangan
Papua
dilihat dari segi territorial memang besar dan kaya akan sumber daya alamnya,
tetapi kalau dilihat dari Sumber Daya Manusianya Papua justeru sangat kecil
sekali jika dibandingkan dengan daerah Indonesia lainnya. Sebagai informasi,
jumlah penduduk di Tanah Papua[1]
diperkirakan mencapai 4,3 juta jiwa pada 2019. Angka tersebut terdiri atas
963.600 jiwa penduduk Papua Barat dan 3,34 juta jiwa penduduk Papua dengan
Perkiraan warga asli Papua tidak lebih dari 3 Juta jiwa. Jadi bisa dibayangkan
seberapa besar perhatian pemerintah yang bisa diberikan ke wilayah ini, sementara
Indonesia masih mempunyai 240 jutaan di daerah lainnya. Jadi secara logika
pemerintah “ kedederan” dalam memperhatikan dan membangun Papua. Apalagi
pembangun pemerintahan sebelum era Jokowi memang masih lebih fokus pada Pulau
Jawa dan sekitarnya. Dalam kondisi seperti itulah, para penggiat warga Papua
yang pro kemerdekaan kian mendapat angin dan terus berusaha untuk
mendiskreditkan pemerintah. Betul kelahiran Otsus sudah pada treknya, tetapi
belum sepenuhnya terkelola secara baik. Namun satu hal yang telah memberikan
warna adalah telah muncul dengan semarak para Pemimpin Papua dari warga Papua
Asli.
[1] https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/08/22/jumlah-penduduk-di-tanah-papua-diproyeksi-mencapai-578-juta-jiwa-pada-2045