Selasa, 31 Maret 2020

Indonesia Ekspor Kapal Strategic Sealift Vessel


Indonesia Ekspor Kapal Strategic Sealift Vessel
Saat ini, belanja alutsista negara dari industri strategis nasional baru sekitar 1,5 persen dari sekitar Rp 150 triliun total anggaran pertahanan dan keamanan. Pemerintah perlu lebih serius mendukung penyerapan produk dalam negeri demi memacu kemandirian industri strategis nasional. DPR mendorong Kemenhan bersama TNI menyusun perencanaan pengadaan alutsista jangka panjang lengkap dengan rincian spesifikasi kebutuhan agar dapat dipenuhi industri strategis nasional. Dengan demikian, kata Supiadin, industri strategis nasional bisa membuat riset, uji coba, dan memproduksi alutsista sesuai kebutuhan TNI dan Polri yang setelah diproduksi massal juga dapat diekspor.
Secara terpisah, Direktur Utama PT Pindad Silmy Karim (2016) mengatakan pentingnya pemerintah, TNI, dan Polri menyusun kebutuhan alutsista jangka panjang. “Dengan perencanaan yang jelas, perusahaan bisa riset dari sekarang, mempersiapkan SDM, dan dalam masa tertentu targetnya terpenuhi. Namun, tentu harus ada jaminan produk yang diproduksi akan dibeli. Jangan sampai industri dalam negeri sudah memproduksi, tetapi malah pesanannya yang tidak berkelanjutan,” katanya.
Industri alat utama sistem persenjataan atau alutsista nasional di nilai berbagai kalangan kian maju di pasar global. Kemampuan industri strategis nasional untuk memproduksi dan mengekspor alutsista terus tumbuh seiring meningkatnya pembelian oleh para pengguna di dalam negeri, antara lain TNI dan Polri. Peran TNI dan Polri meningkatkan belanja alutsista pada industri strategis nasional, seperti PT Pindad, PT PAL, PT Dirgantara Indonesia, dan PT LEN Industri, sangat penting. Apalagi, Presiden Joko Widodo dalam sidang kabinet paripurna pada 3 November 2014 mengarahkan, untuk memotivasi produksi dalam negeri, pemerintah harus berani memasukkan anggaran bagi industri pertahanan, seperti PT Pindad atau PT PAL, untuk menaikkan omzet 30 persen hingga 40 persen per tahun.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Supiadin Aries Saputra, di Jakarta, Minggu (4/10/2015), mengatakan, pengguna produk industri strategis nasional, seperti TNI, Polri, dan Kementerian Pertahanan, belum optimal menyerap produk dalam negeri. Padahal, dari sisi kemampuan produksi dan teknologi, industri strategis nasional sebenarnya mampu memproduksi alutsista berkualitas tinggi. Fakta ini di peroleh “Dari hasil peninjauan Komisi I DPR ke sejumlah perusahaan, industri dalam negeri kita mampu. Tinggal bagaimana TNI mengomunikasikan kebutuhan jangka panjang mereka lalu perusahaan nasional mengembangkan dan memproduksi sesuai proyeksi itu,” kata Supiadin, yang juga purnawirawan TNI.
“Terkadang pengguna mau beli produk dalam negeri, tetapi tidak ada anggaran. Di sisi lain, industri dalam negeri mengeluh, menyediakan banyak peluru dan senjata, tetapi tidak dibeli. Kuncinya pada komitmen pemerintah untuk menyediakan anggaran yang cukup bagi sektor hankam,” kata Supiadin.
Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Trimedya Panjaitan mencontohkan, Polri membutuhkan kapal patroli cepat untuk pengamanan wilayah perairan. Namun, Polri membeli kapal asing. Ia meminta Polri membuat perencanaan dan menyinkronkannya dengan industri strategis nasional. “Supaya ke depan, industri nasional dapat menyediakan kebutuhan Polri akan kapal cepat,” ujarnya.
Ekspor Kapal SSV Perdana
PT PAL Indonesia meluncurkan kapal perang jenis STRATEGIC SEALIFT VESSEL atau SSV pesanan Kementerian Pertahanan Filipina, Senin (18/1/2016), di Surabaya, Jawa Timur. Ekspor kapal perang perdana ini merupakan momentum bagi industri strategis Indonesia menjadi salah satu produsen kapal terkemuka di pasar global khususnya Asean.
Dalam sejarahnya ” Dahulu industri kapal yang kuat itu ada di Eropa. Lalu, karena buruh dan bahan baku mahal, kekuatan industri kapal bergeser ke Jepang, lalu ke Korea, dan sekarang ke Vietnam dan Indonesia. Ini momentum kita,” kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli di Surabaya.Selain diuntungkan dengan kondisi ekonomi global, Indonesia juga dimudahkan dengan ada produksi baja di dalam negeri untuk memasok bahan baku kapal. Dari sisi sumber daya manusia, para pelaku industri kapal di Eropa b erpeluang besar bersedia bertukar ilmu dengan teknisi dari Indonesia. Alasannya, dengan adanya kerja sama strategis dengan negara Asia, industri kapal di Eropa bisa kembali kompetitif. Untuk dapat lebih diakui negara lain, Rizal meminta PT PAL Indonesia agar dapat menyerahkan kapal perang tersebut lebih cepat 2-3 minggu sebelum jadwal yang disepakati. Sesuai dengan jadwal, kapal SSV itu akan di serahkan kepada Pemerintah Filipina pada Mei 2016. Pelayanan yang baik diharapkan mendorong negara-negara lainnya ikut memesan kapal kepada Indonesia.

Dalam kesempatan ini, Direktur Utama PT PAL Indonesia Muhammad Firmansyah Arifin mengatakan, Filipina memesan dua kapal SSV. Kapal SSV kedua baru akan dipasang lunasnya. Kapal SSV merupakan kapal pengangkut dengan panjang 123 meter, berkecepatan 16 knot dan dapat berlayar selama 30 hari. PT PAL Indonesia juga telah melengkapi kapal perang tersebut dengan alat pemandu misil yang canggih.
Kedua kapal SSV pesanan Filipina itu bernilai 90 juta dollar AS (Rp 125,3 miliar). PT PAL mendapat pesanan pembuatan kapal itu setelah memenangi tender internasional dan harus bersaing dengan enam negara. Selain itu, tim dari Filipina juga harus memastikan kualitas kapal produksi Indonesia dan melihat kinerja PT PAL selama satu tahun. Kapal-kapal buatan Indonesia juga beberapa kali didemonstrasikan di Filipina.
Semua proses pembuatan kapal SSV itu dimulai dengan pemotongan baja pertama pada 22 Januari 2015 dan peletakan lunas kapal (keel laying) pada 5 Juni 2016. PT PAL juga bekerja sama dengan galangan Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME) Korea. Kapal SSV untuk Filipina itu mirip dengan KRI Banda Aceh, tetapi dengan ukuran lebih kecil. Kapal berjenis landing platform dock (LPD) atau Landing Shift Tank  yang dapat mengangkut 621 orang. Selain itu, kapal ini bisa mengangkut kapal patroli, helikopter, dan tank.
Kapal tersebut telah didoakan dan diberi nama “Tarlac”. Dalam kesempatan tersebut, hadir pula Menteri Pertahanan Filipina Voltaire T Gazmin dan Kepala Staf Angkatan Laut Filipina Laksamana Madya Caesar Taccad. Kapal perang ini mulai menjalani serangkaian pengujian sebelum diserahkan kepada Filipina. Voltaire T Gazmin mengatakan, kapal itu sangat dibutuhkan. “Kami sangat senang, kapal ini bisa digunakan untuk tugas kemanusiaan,” ujarnya.
Pemerintah Juga Melakukan Pesanan
Selain meluncurkan kapal SSV pesanan Filipina, dalam kesempatan itu, PT PAL Indonesia juga meluncurkan kapal perusak kawal rudal (PKR) pesanan Kementerian Pertahanan RI. Kapal tersebut juga menjadi kebanggaan PT PAL Indonesia karena merupakan kapal canggih jenis fregat hasil kerja sama dengan perusahaan perkapalan asal Belanda, Damen Schelde Naval Shipbuilding (DSNS). Kapal PKR yang memiliki panjang 105 meter itu dibangun dengan pendekatan modular karena lebih fleksibel dan efisien. Dari 6 modul, sebanyak 4 modul dikerjakan di PT PAL dan sebanyak 2 modul dibangun di Belanda.
Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Ade Supandi menjelaskan, armada kapal perusak kawal rudal TNI AL saat ini sudah berusia sedikitnya 35 tahun sehingga sudah perlu diperbarui. “Kami butuh sekitar 25 unit kapal kombatan dan itu sudah diajukan ke Kementerian Pertahanan,” kata KSAL. Dalam kesempatan ini, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, “Selain kapal, persenjataan untuk Angkatan Darat juga bisa dibuat di dalam negeri. Dalam 5 atau 6 tahun ke depan, Indonesia juga bisa buat pesawat tempur sendiri,” kata Menhan. Pindad memproduksi senapan mesin ringan SS2, mortir tanpa suara melengking, peluru tembus baja, dan kendaraan tempur Anoa. SS2 sudah diekspor ke Afrika dan Timur Tengah. (Sumber : Kompas, 5 oktober 2015 dan 19 Januari 2016)
Catatan : Artikel ini pernah dibuat di www.wilayahpertahanan.com 22 Januari 2016