Senin, 19 Agustus 2013

Pesawat CN 295, Ikon Produk Kebanggaan Bangsa | WilayahPertahanan.Com

Pesawat CN 295, Ikon Produk Kebanggaan Bangsa | WilayahPertahanan.Com



Dalam rangka ikut membangun citra positif dan meningkatkan kerjasama industri pertahanan Indonesia dengan negara tetangga, delegasi Kementerian Pertahanan (Kemenhan-KKIP) melakukan lawatan Roadshow ke enam negara ASEAN. Negara yang dikunjungi adalah Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Myanmar, Thailand, dan Malaysia. Kunjungan yang dipimpin Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Sjafrie Sjamsoeddin itu dilakukan selama 10 hari, mulai tanggal 22 sampai 31 Mei 2013.
Pesawat CN-295 adalah jenis pesawat angkut sedang yang merupakan produk kerjasama antara PT Dirgatara Indonesia dan Airbus Military, Spanyol. Wamenhan Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan, upaya kunjungan itu dilakukan sebagai salah satu bentuk KOMUNIKASI STRATEGIS dengan tujuan mempererat kerjasama bilateral di bidang pertahanan negara. Selama kunjungan, mereka bakal membicarakan berbagai aspek kerjasama pertahanan secara bilateral, pameran produk Industri Pertahanan dan  Joy Flight (uji terbang) dengan menggunakan pesawat CN-295.

Pemasaran Strategis

Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro selaku Ketua Harian Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) bertekad meningkatkan peran industri pertahanan baik BUMN, maupun swasta. “Bukan saja untuk memenuhi kebutuhan Alutsista TNI dan Almatsus Polri, tetapi juga dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian bangsa, ”jelas Purnomo usai memimpin sidang KKIP yang membahas Perkembangan Alih Teknologi Kapal Selam dan Program KF- X/IF-X di Jakarta, 11 juni lalu.
KKIP selama ini telah memfasilitasi beberapa kerja sama luar negeri diantaranya dengan Korea Selatan, Turki, Rusia, China, Belanda, Perancis, Amerika Serikat, Belarus, Ukraina, dan Jerman. “KKIP juga telah berperan aktif membantu mempromosikan produk industri pertahanan diantaranya dengan melaksanakan road show untuk menawarkan produk CN-295 ke enam negara ASEAN , yaitu Malaysia, Singapura, Vietnam, Brunei Darussalam, Philipina, Thailand dan Myanmar,”papar Purnomo.
Sebenarnya potensi Pertahanan Indonesia masih banyak yang bisa di andalkan serta perlu disinergikan. Indonesia sudah mempunyai Universitas Pertahanan, sudah ada Akademi Militer, Sekolah Staf dan Komando masing-masing angkatan,serta Lemhanan yang sudah banyak menerima siswa dari negara tetangga dan negara sahabat. Ini secara tidak langsung telah menyemai dan menjalin komunikasi yang baik dan bermakna bagi generasi pemimpin pertahanan masa datang di masing-masing negara itu dengan Indonesia.
Indonesia juga punya Pasukan penjaga perdamaian Internasional yang mulai di kenal di dunia internasional dan sangat dikenal di beberapa negera seperti Afrika, merujuk pada peran Kontingen Garuda di Kongo yang banyak dinilai para kalangan cukup melegenda. Pasukan Indonesia mampu membangun jalan raya hingga ratusan Km di tengah konflik di sekitarnya. Ada semacam keredibilitas, bahwa para pihak ternyata tidak mengganggu pasukan penjaga perdamaian Indonesia. Sesuatu yang jarang bisa ditemukan.
Indonesia juga punya sarana pendidikan bagi pasukan penjaga perdamaian Dunia dan Anti Teror di Sentul yang telah jadi Ikon lain yang tidak kalah pentingnya dalam mengharumkan peran strategis pertanahan bangsa. Semua potensi ini perlu saling sinergi agar dia bisa menjadikan lebih optimal berbagai potensi pertahanan yang ada. Hal ini perlu diochestrakan baik dari segi pengaturan KKIP atau dari segi Kebijakan (Ditjen Strategi Pertahanan-Kemhan).

Blue Ocean Strategi Perlu Sinergitas Nasional 

Bila dalam hal sinergitas produksi kita mengenak Blue Ocean Strategy yakni mengoptimalkan masing-masing tradisi produksi untuk mendapatkan yang paling efisien dan efektif maka dalam hal pemasaranpun sebenarnya kita memerlukan sinergitas para pihak.
Kalau KKIP telah berperan aktif dan membantu mempromosikan produk industri pertahanan dengan melaksanakan road show untuk menawarkan produk CN-295 ke enam negara ASEAN, yaitu Malaysia, Singapura, Vietnam, Brunei Darussalam, Philipina, Thailand dan Myanmar-kita juga mengharapkan peran sinergis juga dari Kedutaan kita di berbagai negara tersebut dan yang tidak kalah pentingnya pada BUMN kita sendiri.

Senin, 12 Agustus 2013

Kawasan Perbatasan, Melihat Konflik Laut Cina Selatan Sebagai Konflik Bilateral Biasa | KawasanPerbatasan.com

Kawasan Perbatasan, Melihat Konflik Laut Cina Selatan Sebagai Konflik Bilateral Biasa | KawasanPerbatasan.com

Saya tertarik membaca kembali pernyataanProf. Ralf Emmers dari S. Rajaratnam School of International Studies Singapura- ASEAN dihimbau untuk tidak terlalu turut campur dalam menyelesaikan masalah sengketa di Laut China Selatan. Sebab jika bantuan yang diberikan ASEAN ternyata tidak dikehendaki oleh China, dampaknya akan buruk bagi hubungan negara-kawasan. “Isu Laut China Selatan ini menarik banyak perhatian karena China adalah negara besar, terutama bagi wilayah Asia. Sebagai negara besar, China dapat mengatasi isu ini dengan sumber daya mereka sendiri,” urai Prof. Ralf Emmers dari S. Rajaratnam School of International Studies Singapura, lewat video conference di Jakarta, Selasa 10 Juli 2012.
Emmers menambahkan, bentuk bantuan yang diberikan ASEAN hendaknya terbatas hanya pada kesepakatan Code of Conduct (CoC) yang diadopsi di Kamboja satu dekade lalu. Hal ini sebelumnya juga pernah disampaikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hong Lei, kepada VIVAnews  awal Juli 2012. Dia mengatakan bahwa sengketa Laut China Selatan antara China dan empat negara adalah masalah bilateral, tidak ada urusannya dengan ASEAN. “Kami tak akan membiarkan ada pihak ketiga yang ikut campur dalam mengatasi masalah ini. Ini masalah bilateral antara China dengan negara-negara lain, bukan China dengan ASEAN,” kata Hong Lei kala itu.(webpelangi on 11 Juli 2012)

Fakta Klaim Para Pihak Atas LCS

Kepulauan Spratly memang mempunyai cerita panjang dalam kaitannya dengan saling klaim wilayah negara di atas dalam konteks ZEE, historis serta penamaan pulau-pulau dan nama Laut Cina Selatan. Ada baiknya kita melihat berbagai fakta atas klaim ini dan kemudian menempatkan diri pada posisi yang tepat.
Tahun 1947 Republik Rakyat Cina (RRC) adalah Negara pertama yang mengklaim Laut Cina Selatan dengan cara membuat peta resmi klaimnya atas pulau-pulau tersebut, juga memberi tanda sebelas garis putus-putus di seputar wilayah Laut Cina Selatan. Meskipun demikian RRC tidak menempatkan personilnya di sana.
Klaim yang dilakukan Cina adalah atas dasar sejarah. Secara geografis jarak antara RRC dengan Kepulauan Spratly sangatlah jauh dan tidak terjangkau dengan menggunakan konsep landas kontinen dan ZEE. Tetapi Cina melakukan klaim terhadap gugusan pulau di Kepulauan Spratly atas dasar sejarah.
Menurut Cina sejak 2000 tahun yang lalu Kepulauan Spratly sudah menjadi jalur perdagangan Cina. Konon telah ada jejak kehidupan Dinasti Cina di Kepulauan Spratly.  Argumen itu didukung dengan fakta-fakta sejarah diantaranya penemuan bukti-bukti arkeologis Cina dinasti Han (206-220 SM).
Konon pada abad ke-19 klaim atas wilayah itu sudah dilakukan oleh Cina tepatnya pada tahun 1876. Namun terjadi tumpang tindih klaim saat terjadi Perang Dunia I antara PERANCIS, INGGRIS DAN JEPANG yang melakukan ekspansi ke Laut Cina Selatan. Klaim yang lebih kuat adalah penerbitan peta dengan memasukkan hampir seluruh wilayah Laut Cina Selatan ke dalam peta wilayah RRC.


Baru sekitar tahun 1988, RRC melakukan ekspansi ke Kepulauan Spratly. Kegiatan ini dilakukan dengan membangun berbagai  instalasi militer secara besar-besaran di Kepulauan Spratly. Pada tahun 1988 pula tercatat konflik Cina-Vietnam dimana pada saat itu terjadi pendudukan di Kepulauan Spratly dan Paracel dengan mengusir paksa tentara Vietnam. Hal ini semakin diperkuat dengan upaya DE JURE yaitu dengan menerbitkan UU tentang Laut Teritorial dan Contiguous Zone yang memasukkan Kepulauan Spratly sebagai wilayahnya.
Fakta lain kemudian memperlihatkan negara yang lebih dahulu melakukan pendudukan disana antara lain adalah Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Taiwan.
Vietnam mengklaim dan langsung melakukan pendudukan di Kepulauan Paracel dan Spratly setelah perang dunia kedua berakhir. Hal yang sama juga dilakukan oleh Taiwan. Filipina juga melakukan klaim dengan menduduki kepulauan Spratly pada tahun 1971. Filipina beralasan bahwa kepulauan tersebut merupakan wilayah bebas. Filipina  merujuk perjanjian San-Fransisco 1951, yang antara lain menyatakan, Jepang telah melepas haknya atas kepulauan Spartly.
Vietnam melakukan klaim juga atas dasar historis. Vietnam menyatakan sudah menduduki Kepulauan Spratly dan Paracel pada abad 17. Selain itu ada fakta sejarah yang menunjukkan bahwa wilayah tersebut masuk ke dalam wilayah distrik Binh Son Vietnam. Vietnam Selatan menegaskan haknya atas kepulauan Spratly dalam konferensi San Francisco. Kemudian Vietnam mulai menyatakan pemilikannya atas Kepulauan Spratly pada tahun 1975 dengan menempatkan tentaranya di 13 pulau di Kepulauan tersebut.
Filipina mulai menduduki kepulauan Spratly diawali pada tahun 1970. Prinsip utama yang dipakai Filipina dalam klaim ini adalah RES NULLIUS. Filipina berpendapat klaim mereka Res Nullius karena tidak ada kedaulatan efektif atas pulau-pulau tersebut sampai tahun 1930, sejak Perancis dan kemudian Jepang mengambil alih pulau pulau tersebut. Ketika Jepang meninggalkan kedaulatan mereka atas pulau-pulau sesuai dengan Perjanjian San Francisco,  ada pelepasan hak atas pulau-pulau tanpa penerima khusus. Klaim juga dilakukan karena prinsip ZEE yang dianggap Filipina bahwa kepulauan Spratly termasuk didalamnya.
Klaim selanjutnya dilakukan oleh Malaysia dan Brunei Darussalam. Malaysia melakukan klaim terhadap beberapa pulau di Kepulauan Spratly yang kemudian diberi nama Terumbu Layang. Pulau tersebut termasuk dalam wilayah landas kontinen (LK) Malaysia atas dasar pemetaan wilayah negara yang dilakukan Malaysia pada tahun 1979. Brunei Darussalam juga melakukan klaim namun bukan terhadap gugusan yakni hanya wilayah laut di Kepulauan Spratly. Hal itu dilakukan setelah Brunei merdeka dari jajahan Inggris pada tahun 1984.
Berbagai konflik atas klaim ini sudah sering terjadi. Dimulai dengan konflik pertama bersenjata 1974 antara Cina dan Vietnam, kemudian kali kedua terjadi pada 1988. Selain itu pernah terjadi tembak menembak kapal perang antara RRC dan Filipina dekat Pulau Campones tahun 1996.
Konflik kembali terjadi pada tahun 2011. Pada waktu itu pasukan militer RRC gencar melakukan pendudukan dan latihan militer di sekitar pulau sengketa. Vietnam melakukan protes kepada Cina atas tindakan tersebut. Situasi makin memanas setelah kapal minyak PetroVietnam dirusak oleh militer Cina pada Mei dan Juni 2011. Vietnam pun melakukan pembalasan termasuk mengadakan berbagai kegiatan militer rutin tahunan di sekitar Laut Cina Selatan pada Juni 2011.
Tak hanya Vietnam, Filipina pun kian prustrasi ketika kapal pengangkut minyak Filipina ditangkap oleh militer RRC di sekitar perairan Kepulauan Spratly yang berangkat dari provinsi Guangdong  Selatan menuju Singapura. Rute yang dilalui memang berdekatan dengan wilayah-wilayah yang diklaim oleh Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei. Filipina pun mengajukan protes ke Perserikatan Bangsa-Bangsa perihal masalah ini.
Taiwan juga tak luput dalam melakukan klaim terhadap kepulauan Spratly. Klaim dibuktikan dengan pendudukan pada tahun 1956 di Kepulauan Spratly. Sebelumnya pada tahun 1947 Taiwan telah menerbitkan peta wilayah yang memasukkan Kepulauan Spratly di dalam wilayahnya. Salah satu klaimnya adalah pulau terbesar di kepulauan tersebut yaitu Pulau Aba alias Taiping Island.
Malaysia melakukan klaim terhadap kepulauan Spratly atas dasar Peta Batas Landas Kontinennya. Terlebih lagi sesuai UU Unclos 1982 secara jelas memperlihatkan bahwa sebagian wilayah kepulauan Spratly masuk ke dalam wilayah landas kontinen Malaysia. Malaysia juga melakukan upaya-upaya lain seperti pendudukan, klaim serta penamaan terhadap gugusan pulau di Kepulauan Spratly.
Pendudukan dilakukan Malaysia oleh pasukan militernya dimulai pada tahun 1977. Pada tanggal 4 September 1983 Malaysia mengirim sekitar 20 Pasukan Komando ke Terumbu Layang, dan pada tahun yang sama Malaysia melakukan survey dan kembali menyatakan bahwa kepulauan tersebut berada di perairan Malaysia.
Berbeda dengan negara pengklaim lainnya, klaim yang dilakukan Brunei bukan terhadap gugusan pulau tetapi hanya pada wilayah laut kepulauan Spratly. Brunei merupakan satu-satunya negara yang menahan diri untuk klaim dan  pendudukan militer di wilayah gugusan Kepulauan Spratly. Brunei melakukan klaim atas dasar konsep ZEE dimana sebagian wilayah dari kepulauan Spratly masuk dalam ZEE Brunei Darussalam.
Dari sekilas penjelasan tersebut diatas sudah dapat disimpulkan bahwa kepulauan Spratly menjadi rebutan klaim oleh negara-negara bersengketa tersebut karena POTENSI EKONOMI, POLITIS DAN GEOSTRATEGIS. Jadi terlihat dengan jelas bahwa ini adalah persoalan bilateral para negara pengklaim. Hal inilah yang kemudian menimbulkan konflik panjang yang hingga sekarang. Oleh karena itu sangat diperlukan upaya yang tepat untuk menangani kasus ini untuk meminimalisir konflik yang terjadi terutama sesama anggota ASEAN.

Berbaga Upaya Yang Telah Dilakukan

Beberapa usaha untuk menyelesaikan sengketa antar negara ini sudah dilakukan, di antaranya adalah pada tahun 1991, Cina melakukan perundingan bilateral dengan Taiwan mengenai eksplorasi minyak bersama yang berlangsung di Singapura.
Pada tahun 1992, Cina mengadakan pertemuan bilateral dengan Vietnam dan menghasilkan kesepakatan pembentukan kelompok khusus dalam menangani sengketa perbatasan teritorial.
Pada bulan Juni 1993, Malaysia dan Filipina melakukan hal yang sama dengan menandatangani perjanjian kerjasama eksplorasi minyak dan gas bumi selama 40 tahun di wilayah yang disengketakan.
Cina dan Filipina juga melakukan pertemuan untuk bersama-sama mengeksplorasi dan mengembangkan wilayah Spratly. Dan Pemerintah Malaysia dan Brunei Darussalam juga sudah bertemu untuk membicarakan hak pengelolaan ladang minyak di sekitar Sabah.
Sedangkan beberapa perjanjian multilateral yang pernah dilakukan dalam upaya penyelesaian sengketa Kepulauan Spratly, antara lain Deklarasi Kuala Lumpur 1971, yang membahas tentang kawasan damai, bebas, dan netral (Zone of Peace, Freedom and Neutrality) atau ZOPFAN.
Traktat Persahabatan dan Kerjasama di Asia Tenggara, yang dihasilkan dan disetujui pada KTT ASEAN I pada tahun 1976
Pembentukan ASEAN Regional Forum (ARF), yang dibentuk pada tahun 1994. Pertemuan ARF pertama kali dilangsungkan di Bangkok.
KTT ASEAN V tahun 1995, yang menghasilkan traktat mengenai kawasan bebas senjata nuklir di Asia Tenggara (Treaty on South East Asia Zone-Nuclear Free Zone).
Technical Working Groups, Groups of Experts dan Study Groups, yang dipelopori oleh Indonesia. Dialog ini melibatkan aktor-aktor non-negara seperti ahli-ahli kelautan dan para akademisi. Dalam pembentukannya, tim yang tergabung mencari jalan terbaik bagi semua pihak yang bersengketa dengan menjalankan proyek kerjasama dalam hal monitoring ekosistem, keamanan navigasi, pelayaran dan komunikasi di Laut Cina Selatan. Dalam dialog ini kemudian disepakati proyek kerjasama dalam bidang penelitian keragaman hayati.
Dibawanya permasalahan ini oleh Indonesia ke ASEAN Post-Ministerial Conference, yang berhasil mendudukkan 22 negara se-Asia Pasifik.
Tahun 2002, ASEAN dan Cina menandatangani Declaration on the Conduct of Parties in South China Sea. Dll.

Jumat, 09 Agustus 2013

Kudeta Militer- Membandingkan Mesir dan Indonesia | KawasanPerbatasan.com

Kudeta Militer- Membandingkan Mesir dan Indonesia | KawasanPerbatasan.com



Oleh: Wiranto[1]
Gejolak politik di Mesir belum juga usai. Kelompok pendukung presiden terguling Muhammad Mursi masih terus melakukan berbagai upaya menolak pemerintahan baru dari hasil kudeta militer. Situasi tidak menentu di Mesir berawal dari ketidakpuasan terhadap kinerja satu tahun pemerintahan Presiden Mursi, yang kemudian mendapat dukungan militer. Mereka mengultimatum Mursi agar mampu menyelesaikan persoalan yang menjadi tuntutan oposisi.
Ultimatum itu ditolak mentah-mentah oleh Mursi yang berlatar belakang kelompok Ikhwanul Muslimin. Pendukung utama Mursi: Partai Kebebasan dan Keadilan, adalah pemenang pemilu. Akhirnya militer mengambil alih kekuasaan Mursi pada 3 Juli 2013 dengan dipimpin Panglima Militer Jenderal Abdel Fatah Sisi. Ketua Mahkamah Agung Adly Mansour ditunjuk sebagai presiden transisi.
Langkah ini tak bisa diterima Ikhwanul Muslimin dan para pendukung Mursi. Mereka berdemonstrasi, melibatkan lebih dari sejuta massa, dan meminta Mursi dikembalikan sebagai presiden. Bentrokan pun tak terhindarkan dengan puluhan korban jiwa dan ratusan orang lainnya menderita luka-luka.

Mei 1998 

Situasi seperti ini pernah kita alami. Saat itu terjadi demonstrasi besar-besaran di pelbagai kota yang menuntut mundur Presiden Soeharto. Konsentrasi ratusan ribu orang mengepung Ibu Kota. Kejadian bermula tanggal 13 Mei 1998, tatkala mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta tengah berkabung lantaran empat rekannya meninggal tertembak aparat kepolisian saat berunjuk rasa pada 12 Mei 1998.
Sebagian mahasiswa ikut mengantarkan jenazah ke pemakaman. Iring-iringan kemudian menimbulkan konsentrasi massa di beberapa lokasi. Tanpa ada yang mengomando, konsentrasi massa pun bergerak. Situasi ini diikuti kelompok kerumunan lain sehingga terjadilah pergerakan massa di banyak lokasi.
Dimulai dari kawasan Jalan Kyai Tapa, Grogol, lalu Jalan Daan Mogot dan Jalan S Parman, makin lama, kerumunan orang meluas. Mereka tak hanya bergerak, tetapi juga merusak dan menjarah. Keesokan harinya, 14 Mei 1998, kerusuhan merembet ke wilayah sekeliling Jakarta. Perusakan, penjarahan, dan pembakaran juga terjadi di Depok, Tangerang, dan Bekasi. Selaku Panglima ABRI saat itu, saya berinisiatif menggelar rapat luar biasa yang melibatkan unsur polisi, TNI, Panglima Komando Utama ABRI, dan Gubernur DKI.
Saya langsung meminta Pangdam Jaya dan Kapolda Metro Jaya untuk mengomando dan mengendalikan langsung di lapangan. Pasukan dari Jawa Timur, Kostrad, dan Marinir ikut saya perintahkan menjaga keamanan Ibu Kota. Hanya dalam tempo tiga hari sejak kerusuhan meletus, situasi dapat dikuasai aparat keamanan. Pada tanggal 15 Mei 1998, kondisi Ibu Kota dan sekitarnya berangsur pulih.
Saya tak bermaksud memamerkan keberhasilan meredam situasi huru-hara di Jakarta pada saat itu. Sama sekali tak benar jika TNI membiarkan kondisi rusuh dan penjarahan saat itu. Jika memang TNI melakukan pembiaran, mustahil kerusuhan itu bisa terkendali dalam tiga hari.
Memang korban jiwa akibat massa yang terbakar di beberapa pertokoan dikabarkan mencapai lebih dari 200 orang. Itu sungguh sangat menyedihkan dan amat kami sesalkan. Karena itu, aparat saya perintahkan segera menghentikan kerusuhan agar korban tidak terus bertambah.
Marilah kita tengok pula kerusuhan di Los Angeles, Amerika Serikat, pada tahun 1992. Kejadian bermula pada 3 Maret 1991 ketika warga kulit hitam Rodney King tertangkap dan dianiaya empat polisi. Kebetulan ada seorang warga yang merekam peristiwa itu dan menyerahkannya ke stasiun televisi.
Protes pun berdatangan sehingga akhirnya keempat polisi diseret ke pengadilan. Ketika pengadilan setempat pada 29 April 1992 menyatakan empat polisi itu tak bersalah, meledaklah suara ”ketidakadilan rasial”.
Kerusuhan meledak di Los Angeles dan berjalan berhari-hari. Penjarahan terjadi di mana- mana. Ratusan toko dan fasilitas sosial dibakar. Lebih dari 50 orang tewas, ribuan orang terluka, dan 5.000 orang ditangkap.
Jangan pula kerusuhan Mei dibandingkan dengan perebutan kekuasaan di Suriah dan Libya. Perang di Suriah yang berlangsung hampir 26 bulan itu membunuh lebih dari 100.000 nyawa. Adapun perebutan kekuasaan di Libya yang akhirnya menewaskan Presiden Moammar Khadafy membuat lebih dari 30.000 nyawa melayang.

Kudeta militer

Satu lagi pembeda utama antara peristiwa di Mesir dan Indonesia adalah peran militer. Di Mesir, meski tanpa mandat, militer mengambil alih kekuasaan. Di Indonesia, militer memilih tetap menjaga kelangsungan kehidupan yang demokratis. Pada tanggal 18 Mei 1998, tiga hari sebelum mengundurkan diri, Presiden Soeharto menandatangani Instruksi Presiden Nomor 16 Tahun 1998 yang mengangkat Menhankam/Panglima ABRI sebagai Panglima Komando Operasi Kewaspadaan dan Keselamatan Nasional. Inti dari Inpres itu adalah memberi kewenangan kepada Panglima ABRI menentukan kebijakan nasional menghadapi krisis, mengambil langkah secepatnya untuk mencegah dan meniadakan penyebab atau peristiwa yang mengakibatkan gangguan nasional, serta meminta para menteri dan pemimpin lembaga pusat serta daerah membantu tugas Panglima ABRI.
Kondisi sangat kritis, Indonesia di ambang perang saudara, salah melangkah bisa membawa kehancuran total. Wajarlah kalau Kassospol saat itu, Letjen TNI Susilo Bambang Yudhoyono, bertanya, ”Apakah Panglima akan mengambil alih?”
Saya jawab, ”Tidak ! Mari kita antar proses pergantian pemerintahan secara konstitusional.”
Bagi saya demokrasi adalah jalan terbaik. Tidak ada alasan untuk membangun otoritarianisme dan kediktatoran. Pengambilalihan kekuasaan atau kudeta bagi saya merupakan pengkhianatan terhadap demokrasi. Kudeta juga berarti mengabaikan hak rakyat dalam pemilu.
Jika itu terjadi, peristiwa itu akan merupakan sejarah buruk dan cacat demokrasi dalam perjalanan kita berbangsa dan bernegara. Saya lebih memilih menjaga demokrasi daripada sekadar berkuasa, tetapi menghalalkan segala cara.

Mendagri pimpin Raker BNPP ke-5 dan Semangat Membangun Wilayah Perbatasan | WilayahPerbatasan.com

Mendagri pimpin Raker BNPP ke-5 dan Semangat Membangun Wilayah Perbatasan | WilayahPerbatasan.com

Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) 18 juli 2014 menggelar rapat kerja ke-lima di HOTEL BOROBUDUR, LAPANGAN BANTENG, JAKARTA PUSAT. Rapat kerja yang bertemakan ‘DENGAN MEMBUKA KETERISOLASIAN KAWASAN PERBATASAN, KITA WUJUDKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT DALAM KERANGKA NKRI’ ini, dipimpin oleh Ketua Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) dalam hal ini Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.
Rapat kerja yang dimulai pukul 09:30 WIB ini dihadiri juga PANGLIMA TNI LAKSAMANA AGUS SUHARTONO, dan MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (PPN)/KEPALA BAPPENAS ARMIDA SALSIAH ALISJAHBANA. Sementara Kementerian lainnya yang terkait dengan BNPP ini, DIWAKILI OLEH WAKIL MENTERI ATAU PEJABAT ESELON 1. SELAIN ITU, 13 GUBERNUR YANG MERUPAKAN ANGGOTA BNPP juga turut hadir.
Dari pelaksanaan Raker ini saja kita sudah mafhum bahwa dalam hal soal rapat negara kita memang tiada tandingannya-tapi begitu melihat realitas di perbatasan sungguh sangat kontras. Para penentu kebijakan negara itu dapat rapat tenang dan penuh fasilitas sementara wilayah dan warga yang di rapatkan itu benar-benar tengah sekarat. Sekarat karena terisolasi, sekarat karena urat nadi ekonomi yang mati dan mereka tidak memiliki akses apa-apa kecuali kemalaratan itu sendiri. Benar-benar kehidupan yang mematikan.
Rapat BNPP ini sendiri adalah kali ke-5  serta difokuskan pada satu isu strategis khusus, yaitu isu tentang keterisoalisian kawasan perbatasan. Menurut Ketua Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) yang juga merupakan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menuturkan, ada lima agenda utama pengelolaan perbatasan negara.
Pertama, agenda penetapan dan penegasan batas wilayah negara. Kedua, agenda peningkatan pertahanan, keamanan dan penegakkan hukum. Ketiga agenda pengembangan ekonomi kawasan. Keempat, peningkatan pelayanan sosial dasar; dan Kelima, agenda penguatan kelembagaan.

Gaungnya dan Gemuruh Rapat

Rapat akbar BNPP ke -5 ini tentu akan menarik perhatian para media, dan berbagai pejabat lain terkait ikut juga terekpos; misalnya Menkopolhukam, beliau  dalam tuturannya bersyukur bahwa pengelolaan perbatasan masih menjadi pokok kebijakan, karena berkaitan erat dengan rencana pembangunan nasional. Selain itu juga berkaitan dengan ketahanan dan keamanan nasional dan upaya meningktakan kesejahteraan.
Menurut beliau “Pemerintah pada dasarnya memiliki komitmen tinggi dengan reorientasi pendekatan pembangunan dari semula kepentingan keamanan menjadi kesejahteraan dan kelestarian lingkungan hidup. Dengan komitmen ini tak lagi perbatasan menjadi halaman belakang, tapi halaman depan,”
Menurut Menkopolhukam, ada 3 aspek yang menjadi perhatian dalam pembangunan perbatasan wilayah. Pertama aspek geografi di mana sampai hari ini masih memiliki potensi wilayah kepulauan yang belum dioptimalkan dengan baik; Aspek kedua, lanjutnya, adalah demografis, di mana saat ini kepadatan penduduk tidak merata akibat penyebaran penduduk yang tidak merata, terutama di daerah perbatasan. Rendahnya kualitas hidup dan rendahnya kesejahteraan dapat menimbulkan kejahatan. “Misalnya illegal loging, ini menjadi tantagan bersama.”; dan Aspek ketiga, sambung nya lagi, terkait banyaknya wilayah perbatasan daerah yang masih terisolir dan tertinggal, namun bersinggungan dengan negara lain. Maka itu rentan masuknya paham asing dan sangat mudah dipengaruhi kepentingan politik negara perbatasan.
Selain itu, aspek lain yang harus diperhatikan terkait wilayah perbatasan mudahnya budaya asing masuk ke wilayah perbatasan. Dari sisi keamanan juga sangat berpengaruh, kondisi ini ditambah dengan sarana dan prasarana yang kurang baik. “Hal ini berdampak pada keamanan nasional baik langsung maupun tak langsung,” Maka itu, menurut Menkopolhukam, beberapa pembangunan yang harus dilakukan adalah pembangunan infrastruktur di perbatasan, sekaligus mendorong potensi pertumbuhan strategis. Selain itu juga meningkatkan SDM setempat agar mampu memanfaatkan potensi sumber daya yang ada dan semakin kokoh wilayah perbatas NKRI.
Tokoh lain yang juga  memberikan komentar adalah  Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas  Armida Salsiah Alisjahbana; menurutnya  untuk pembangunan perbatasan perlu dilakukan pembangunan konektifitas bisa dilakukan dengan membangun jalan non status yang menghubungkan antar desa. Tidak hanya itu, Armida juga menilai untuk membuka keterisolasian perbatasan negara, perlu juga dilakukan pembangunan infrastruktur jalan, untuk konektifitas jalur darat dan laut. Pembangunan akses untuk konektifitas tersebut, lanjutnya, bisa dilakukan dengan membentuk lokasi prioritas (lokpri) untuk membangun wilayah perbatasan. Sedangkan untuk wilayah perbatasan laut, permasalahan utamanya adalah minimnya akses antar pulau terluar.
“Pembangunan atau rehabilitasi dermaga kecil (perintis) dan tambahan perahu di pulau-pulau terpencil serta terluar. Hanya saja menurutnya  anggaran pemerintah masih minin untuk melakukan pembangunan jalan konektifitas tersebut. “Pemerintah hanya memiliki anggaran Rp26 triliun untuk 19 dana alokasi khusus (DAK). Oleh karena itu, pemerintah berencana akan melibatkan invenstor,” imbuhnya.

Kementerian Lain Juga Mulai Aksi

KEMENTERIAN Perumahan Rakyat (Kemenpera) RI mengalokasikan 3.750 rumah khusus untuk masyarakat berpenghasilan rendah di Kabupaten Belu, wilayah batas antara RI-Timor Leste.  ”Jumlah alokasi rumah tersebut terdiri dari 2.305 unit merupakan sisa tahun 2011 dan sisanya 1.445 unit merupakan usulan baru pada tahun 2012,” kata Bupati Belu Joachim Lopez di Atambua, Kamis (06/12/) waktu itu. Joachim mengatakan, hal itu menjawab soal intervensi pemerintah pusat terhadap Pemerintah Kabupaten Belu untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan akan rumah yang layak huni bagi warga di wilayah yang berbatasan dengan Timor Leste tersebut.  Ia mengakui masih banyak masyarakat yang tersebar di 24 kecamatan di kabupaten tersebut, yang belum mermiliki rumah layak huni, dan membutuhkan fasilitas bantuan perumahan tersebut.
Pemerintah Kabupaten Belu sudah menerima kucuran bantuan Rp 350 miliar dari Kementerian Perumahan Rakyat RI untuk pembangunan perumahan di kabupaten yang berbatasan langsung dengan Timor Leste itu. “Jumlah itu yang terbesar dari keseluruhan bantuan yang dikucurkan pemerintah pusat oleh sejumlah kementerian yang mencapai total Rp 825 miliar,” kata Joachim. Terhadap alokasi jumlah perumahan yang diberikan tersebut, katanya, Pemerintah Kabupaten Belu telah menyediakan lahan untuk pelaksanaan pembangunan perumahan tersebut.  Pemerintah Kabupaten Belu telah mengeluarkan kebijakan untuk membagi alokasi 3.750 unit rumah di Kabupaten Belu tersebut, selain untuk kepentingan masyarakat berpenghasilan rendah, tetapi juga akan disalurkan kepada warga eks-pengungsi Timor Timur yang masih berada di daerah tersebut dan telah memilih untuk menjadi warga negara Indonesia.
Dia berharap, dengan perhatian pemerintah melalui Kementerian Perumahan Rakyat RI tersebut, bisa memberikan manfaat warga miskin dan warga eks-Timor Timur di wilayah perbatasan tersebut, untuk bisa meningkatkan derajat ekonomi dan mencapai kesejahteraannya.  Menteri Perumahan Rakyat RI Djan Faridz mengatakan alokasi kuota bantuan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah pada 2012 berjumlah 250 ribu unit yang akan disalurkan ke seluruh wilayah negara kepulauan tersebut. “Jumlah itu merupakan alokasi kuota yang pemerintah sediakan di tahun 2012 ini dan sedang disalurkan sesuai permintaan pemerintah daerah masing-masing,” kata Djan Faridz saat berkunjung ke Desa Fatulotu, Kecamatan Lasiolat, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, beberapa waktu lalu. (IndonesiaRayaNews.com)
Di Provinsi Kalimantan Timur semangat memperkuat pembangunan perbatasan itu juga semarak. Pemda menargetkan akhir tahun ini sudah mampu menuntaskan pembangunan tiga landasan pacu di perbatasan Indonesia-Malaysia. Pembangunannya TERLETAK DI LONG BAWAN KABUPATEN NUNUKAN, LONG AMPUNG DI KABUPATEN MALINAU, DAN DATAH DAWAI KABUPATEN KUTAI BARAT (KUBAR). “Mudah-mudahan akhir tahun sudah bisa rampung, itu target kita. Sehingga bisa difungsikan. Harapannya, pesawat Herucles dan pesawat ATR bisa mendarat agar berdampak positif untuk ekonomi,” kata Wakil Gubernur Kalimantan Timur, Farid Wadjdy, Senin, 1 April 2013.
Landasan pacu Bandara Long Bawan diperpanjang dari 1.500 meter menjadi 1.600 meter dengan lebar 30 meter. Di Bandara Long Apung dari 940 meter menjadi 1600 meter dan lebar 30 meter. Adapun di Bandara Datah Dawai dari 850 meter menjadi 1600 meter dan lebar 30 meter. Total dana yang digunakan untuk pengembangan tiga bandara tersebut, mencapai Rp 400 miliar, dianggarkan melalui APBD Kaltim 2012 dan 2013. Biaya terbesar untuk pengembangan Bandara Datah Dawai yang menelan anggaran mencapai Rp 150 miliar, diikuti Bandara Long Ampung sebesar Rp 130 miliar, dan Bandara Long Bawan sbebsar Rp 120 miliar.
Farid mengatakan tiga bandara tersebut nantinya akan berfungsi sebagai jalur distribusi bahan bahan pokok di perbatasan. Selama ini, sulitnya distribusi membuat harga  sejumlah bahan pokok melambung tinggi dibandingkan kota lain di Kalimantan Timur. “Semen satu sak bisa mencapai  Rp 1,3 juta. Ini akibat pasokannya langka di perbatasan,” ujarnya. Selain itu, Farid mengatakan bandara juga bisa difungsikan sebagai sarana pengamanan dan ketahanan Negara di perbatasan. TNI bisa memanfaatkannya untuk sirkulasi pasukan hingga kebutuhan pokok anggota di lapangan. “Sehingga pembangunanya kerjasama antara pemda dengan TNI,” katanya. Dalam rangka pembangunan wilayah perbatasan, aspek kesejahteraan sangat penting bagi masyarakat di kawasan perbatasan. Pelayanan sosial pun harus dilakukan secara nyata di kawasan perbatasan.(Tempo; april 2013)