Jumat, 28 Desember 2018

Mengapa Divestasi Freeport Tak Menunggu 2021



Mengapa Divestasi Freeport Tak Menunggu 2021

 Oleh Ferdy Hasiman

Pemerintah Indonesia resmi mengontrol mayoritas (51,23) persen saham perusahaan yang menambang tembaga dan emas di Grasberg, Papua, PT Freeport Indonesia (FI).
Ini ditandai tuntasnya pembayaran divestasi FI senilai 3,85 miliar dollar AS oleh holding BUMN tambang, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Dari total saham 51,23 persen, Inalum kini mengontrol 41,23 persen dan 10 persen sisanya Pemda Papua. Saham Pemda Papua akan dikelola perusahaan khusus, PT Indonesia Papua Metal dan Mineral (IPPM), yang 60 persen sahamnya dimiliki Inalum dan 40 persen milik BUMD Papua.
Mekanisme ini sangat tepat untuk menghindari penjualan saham FI oleh pemda kepada perusahaan swasta nasional, seperti dalam divestasi 24 persen saham Newmont Nusa Tenggara. Pemerintah kemudian menerbitkan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dengan catatan, perpanjangan kontrak sampai 2041, wajib membangun smelter tembaga dan jaminan kepastian fiskal dan investasi bagi Freeport. Perpanjangan kontrak sampai 2041 masuk akal karena Inalum masih butuh Freeport mengolah tambang bawah tanah (underground) yang berteknologi dan infrastruktur canggih. Perpanjangan kontrak penting karena Freeport akan mengeluarkan dana 20 miliar dollar AS untuk pembangunan tambang underground dan pembangunan smelter tembaga di Gresik, Jawa Timur, senilai 2,3 miliar dollar AS.
Tanpa perpanjangan kontrak, Freeport tak akan mengeluarkan dana investasi yang berdampak pada perekonomian nasional-daerah, seperti lapangan kerja dan penerimaan negara. Dengan menerbitkan IUPK, rezim kontrak karya (KK) Freeport yang dirancang pada zaman Orde Baru yang dipandang merugikan negara berakhir.

Tak menunggu kontrak berakhir?


Debat seputar divestasi FI tanpa memahami KK adalah debat kosong. Pihak yang beroposisi dengan pemerintah Jokowi membangun opini dengan logika yang lepas dari konteks sejarah KK FI. Bagi mereka, untuk apa Inalum membayar Rp 54 triliunan untuk mendapat saham FI. Sementara jika KK FI berakhir 2021, pemerintah akan mendapat konsesi tambang Grasberg dengan gratis (zero price), karena setiap tambang yang berakhir kontraknya harus dikembalikan kepada negara, seperti nasionalisasi Blok Mahakam di Kalimantan Timur dari perusahaan Perancis, Total E&P, kepada Pertamina. Di Blok Mahakam, Total memegang kontrak bagi hasil (producing sharing contract/KPS), sementara FI memiliki payung hukum KK yang tentu sangat berbeda dengan bagi hasil di migas.
Sejak mulai beroperasi di Indonesia, Freeport adalah perseroan terbatas (PT) yang memiliki aset dan terus bertambah seiring penemuan wilayah-wilayah tambang dan penambahan infrastruktur penunjang. Ketika FI hanya mengeksplorasi Pegunungan Erstberg, harga saham FI masih kecil. Namun, seiring penemuan tambang terbuka (open-pit) di Grasberg dan pembangunan tambang bawah tanah yang dilengkapi terowongan, kereta api bawah tanah, dan tunnel (jalan bawah tanah) sepanjang 1.000 kilometer, harga FI sangatlah mahal. Pemerintah akan dianggap merampas hak Freeport dan digugat ke pengadilan arbitrase internasional jika mengambil aset yang sudah dibangun dengan investasi besar tanpa lewat proses renegosiasi kontrak saling menguntungkan (win-win solution). Semua aset itu sudah diatur dalam KK.
KK adalah dasar hukum bagi FI untuk memulai operasi tambang di Ertsberg dan Grasberg. KK disusun FI atas perintah pemerintahan Soeharto. KK disusun dengan alasan bahwa investasi di Ertsberg pada tahun-tahun awal Freeport masuk ke Papua menelan biaya besar. FI harus membawa alat-alat berat dengan helikopter ke Pegunungan Cartens. Demikian juga, setelah selesai digali, tembaga harus dibawa menggunakan helikopter ke Pelabuhan Amamapare. Dari Pelabuhan Amamapare, barulah konsentrat tembaga diekspor kepada pembeli (buyer) mereka di luar negeri. Freeport meminta kontrak yang agak mudah, tidak dibebani biaya pajak dan royalti tinggi, karena investasi di Erstberg yang sangat mahal tersebut.
Geolog yang bekerja untuk Freeport, George A Mealey, dalam bukunya, Grasberg (1999), mengungkapkan, pemerintah Soeharto tak memiliki rujukan dalam penyusunan kontrak. Pemerintah kemudian menyerahkan pembuatan KK kepada FI. Alasannya, KPS di sektor migas yang dirancang pada zaman Soekarno tak menarik minat FI yang harus mengeluarkan dana investasi awal 300 juta dollar AS.
Ahli hukum Freeport, Bob Duke dan Ali Budiardjo, kemudian merancang payung hukum bagi FI. KK adalah jalan tengah antara model konsesi pada zaman kolonial Belanda dan model bagi hasil. KK memberi ruang bagi korporasi asing untuk dapat hak penuh atas mineral dan tanah. Ini berbeda dengan KPS di sektor migas di mana negara tuan rumah langsung mendapatkan hak atas peralatan dan sarana dan dalam waktu singkat seluruh operasi menjadi milik negara. Itu yang membedakan KK Freeport dengan kontrak-kontrak lain di sektor migas.
Dari pengakuan Mealey, negara ternyata tak hadir dalam penyusunan KK. Negara dikuasai korporasi hanya demi membuka keran investasi untuk pembangunan. KK yang dirancang korporasi dan orang-orang yang bekerja untuk korporasi tentu menghasilkan kontrak yang timpang dan tak menguntungkan Indonesia. Mereka pasti sudah mengantisipasi masa depan investasi mereka di Indonesia dan bagaimana caranya agar mereka jadi permanen di republik ini.
Itulah sebabnya, rezim yang datang kemudian, seperti pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla saat ini, sangat sulit mengutak-atik lagi KK FI. Pemerintah tak bisa memutus KK begitu saja meski kontrak FI berakhir 2021. Sebab, ternyata, ada klausul dalam KK yang memberi ruang kepada FI untuk memperpanjang kontrak 2 x 10 tahun atau sampai tahun 2041.
Mealey mengaku, KK dirancang dalam kondisi negara tak siap dan kacau. Demokrasi tak berjalan dan politik tak stabil. Namun, dalam kondisi itu, kontrak masih dipaksa dibuat demi investasi dan pembangunan. Negara tak paham ke mana ekonominya berjalan. Dalam ketidakberdayaan negara seperti itu, FI masuk bak penyelamat yang bisa mendatangkan investasi besar bagi negeri ini. Negara tak pernah berpikir panjang dan beranggapan investasi tambang Ertsberg hanya berlaku 1-2 tahun saja. Negara tidak membayangkan bahwa ekonomi itu soal masa depan.
Seandainya saja sedikit berpikir lebih bijak saat KK ditandatangani, pemerintah pasti akan berpikir bahwa suatu saat nanti tambang ini sangat potensial dan menguntungkan. Pemerintah seharusnya mengevaluasi data cadangan tembaga dan emas di Ertsberg atau membaca hasil penelitian para geolog yang selama beberapa tahun melakukan penelitian di Gunung Ertsberg. Dari hasil evaluasi itu, barulah pemerintah mendesain kontrak yang luwes, lentur, fleksibel agar tak merugikan kepentingan rakyat Indonesia. Kerangka aturan yang dibangun di atas pemahaman yang baik dan kehendak politik yang kuat pasti menguntungkan Indonesia.
Bagi saya, rezim yang berani mengubah KK menjadi IUPK adalah pemerintah yang tegas dan berdaulat. Belum ada satu pun rezim yang berani mengubah KK karena kekuatan pengusaha lokal dan global yang banyak dapat untung dari FI. Selain itu, FI berani menekan pemerintah dengan cara mengancam merumahkan karyawan yang berakibat pada masalah sosial-politik di Papua dan penerimaan negara. Hanya rezim kuat yang berani mengubah KK FI.
Jika melihat kondisi keuangan FI saat ini, sebagai anak bangsa, kita boleh cemburu. Tambang Grasberg di Papua adalah tambang paling menguntungkan. Grasbreg boleh dikatakan tambang uang bagi Freeport McMoRan. Tahun 2010, misalnya, Freeport McMoRan membukukan laba bersih 2,6 miliar dollar AS. Penjualan dari Grasberg tahun itu 1,1 miliar pound tembaga dan 497.000 ons emas. Tahun 2011, FI berkontribusi 3,45 miliar dollar AS pada pendapatan Freeport McMoRan.
KK jadi alat hukum bagi FI untuk mendulang banyak uang dari tembaga dan emas di Erstberg, Grasberg, dan tambang bawah tanah di Papua. Dengan KK, FI dapat dengan leluasa melakukan ekspansi bisnis dan mengeksplorasi tembaga dan emas di Papua tanpa membangun smelter tembaga di dalam negeri. FI sejak 1998 hanya mengirim sekitar 36 persen konsentrat tembaga ke PT Smelthing Gresik, untuk diolah di dalam negeri dan sisanya diangkut ke Atlantik Copper, smelter mereka di Spanyol.
Setelah menambang habis emas dan tembaga di Ertsberg (1971-1988), FI meninggalkan lubang menganga tanpa reklamasi pascatambang. Setelah itu, FI berpindah mengeksplorasi pegunungan emas dan tembaga di Grasberg (1988-sekarang). Kita masih menunggu, apakah nasib Grasberg akan sama seperti Erstberg: tanpa reklamasi pascatambang dan kerusakan ekosistem alam dibiarkan begitu saja. Mulai 2019, FI menambang di pertambangan underground. Kita juga akan menunggu, setelah 2041, seperti apa kondisi tambang-tambang underground itu.
Diskusi seputar FI hanya berputar-putar pada soal investasi bisnis dan cara membangun tambang underground. Sementara, investasi untuk memperbaiki lingkungan yang rusak dan keberlanjutan lingkungan luput dari perhatian. Alokasi dana Abandon Site Restoration (reklamasi pascatambang) nyaris tak ada selain biaya investasi untuk mengeruk emas dan tembaga. Untuk itu, dengan mengontrol 51,23 persen saham FI, pemerintah melalui Inalum memiliki hak suara dalam manajemen dan keputusan penting terkait masa depan tambang Grasberg. Dengan menjadi pemegang saham, Indonesia bisa melihat dari dekat dapur FI di tambang Grasberg dan belajar bagaimana cara FI mengolah tambang underground yang mewah itu daripada hanya berteriak dari luar dan meraba-raba apa yang dilakukan FI.


Divestasi untungkan Indonesia

Dengan menjadi pemegang saham mayoritas di FI, Indonesia akan diuntungkan secara finansial. Tahun 2019, tambang open-pit Grasberg memang mencapai titik puncak. Dalam perkiraan FI, produksi FI pun ikut menurun. Namun, yang perlu dicatat adalah tambang open-pit hanyalah 7 persen dari total cadangan Freeport. Cadangan terbesar 93 persen tambang Grasberg ada di underground, mencakup wilayah Kucing Liar, Grasberg open-pit, DOZ Block Cave, Big Gosan, Grasberg Blok Cave, dan DMLZ Block Cave. Sampai 2017, cadangan terbukti dan terkira di Grasberg 38,8 miliar pound tembaga, 33,9 juta ons emas, dan 153,1 juta ons perak.
Mulai 2021, FI akan menikmati produksi dari tambang underground yang dalam perkiraan berkisar 160.000-200.000 ton konsentrat tembaga. Jika harga metal di pasar global naik, tentu itu akan menguntungkan FI dan Inalum sebagai pemegang saham. Boleh jadi, Indonesia akan dapat keuntungan besar karena pendapatan FI dari tambang Grasberg ke depan bisa di atas 3 miliar dollar AS per tahun. Dengan begitu, 51 persen dari pendapatan itu akan kita peroleh sebagai dividen. Kontribusi penerimaan negara juga akan kian besar karena, ke depan, FI akan membangun pabrik smelter tembaga dan emas di Gresik.
Dengan keuntungan begitu besar, Inalum akan mengembalikan dana pinjaman dari penerbitan obligasi global dalam 3-5 tahun dan menikmati keuntungan besar dari operasi tambang Grasberg. Indonesia juga boleh berbangga karena perusahaan tambang milik BUMN menjadi besar dan pusat perhatian investor global. Indonesia melalui Inalum bisa mengontrol tembaga dan menjadi penentu di pasar global. Jadi, kita perlu mengapresiasi langkah berani pemerintahan Jokowi yang telah menyelesaikan divestasi saham Freeport dengan mekanisme korporasi.
Kompas.id, 27 Desember 2018; Ferdy Hasiman Peneliti pada Alpha Resarch Database, Indonesia


Selasa, 08 Mei 2018

Buku Perbatasan : Tol Laut Membuka Isolasi Perbatasan




Kalau ingat Jalur Tol Laut Jokowi, maka saya pasti ingat OBOR nya Tiongkok atau “One Belt One Road”  yang dalam realitanya adalah jalur kereta api “China Railway Express” atau BRI, yang melewati 60 negara mitra. Dimulai dari kota Yiwu Tiongkok melewati Eurasia dengan total panjang 13.052 km, dan memerlukan sekitar 18 hari untuk mencapai titik barat ke Kota Madrid, Spanyol. Tiongkok menginisiasi dan memimpin BRI dengan program investasi 1,3 trilyun USD untuk menciptakan jaringan infrastruktur termasuk jalan, kereta api, telekomunikasi, jaringan pipa energi, dan pelabuhan di sepanjang BRI tersebut.
Program ini akan meningkatkan interkonektivitas ekonomi dan memfasilitasi pembangunan di Eurasia, Afrika Timur, dan lebih dari 60 negara mitra lewat Enam koridor Ekonomi: Tiongkok-Mongolia-Rusia, New Eurasia Land Bridge serta Tiongkok-Asia Tengah-Asia Barat, Tiongkok-Semenanjung Indochina, Tiongkok-Pakistan, Banglades-Tiongkok-India-Myanmar. Konektivitas SREB akan terhubungkan jaringan pipa hydrokarabon, rel kereta api kecepatan tinggi.
Secara harafiah memang yang disebut Tol Laut  merupakan konsep pengangkutan logistik kelautan yang dicetuskan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. Program ini bertujuan untuk menghubungkan pelabuhan-pelabuhan besar yang ada di nusantara. Dengan adanya hubungan antara pelabuhan-pelabuhan laut ini, maka dapat diciptakan kelancaran distribusi barang hingga ke pelosok. Dalam penglihatan saya, ada persamaan konsep antara OBOR Tiongkok dan Tol Laut Jokowi. Hanya saja klasnya memang berbeda, kalau OBOR melintasi 60 negara internasional maka Tol Laut, melintasi 34 Provinsi Nusantara Tapi hakekatnya sama membenahi interkonektivitas guna meningkatkan peluang bisnis. Jadi kalau Tiongkok berani memberikan dukungan pendanaan bagi pembangunan jaringan infrastruktur termasuk jalan, kereta api, telekomunikasi, jaringan pipa energi, dan pelabuhan di sepanjang Jalur BRI tersebut; maka Pemerintahan Jokowi bersedia membangun jaringan 24 Pelabuhan berikut sarananya, serta menyediakan Kapal untuk mengarungi jalur sepanjang jalur Tol Lautnya. Dengan harapan Pemda mau berpartisipasi, untuk membangun jaringan infrastruktur guna menunjang kelancaran program Tol Laut dan tentu demi keuntungan Pemda nya sendiri. Pemda diharapkan dapat membuat jaringan jalan raya, telekomunikasi, serta berbagai jaringan penunjang bisnis lainnya untuk memudahkan menjangkau dan memanfaatkan Pelabuhan Tol yang ada di wilayahnya.
Membuka Isolasi Perbatasan
Di era pemerintahan SBY sebetulnya semangat dan rencana untuk menjadikan Perbatasan sebagai Halaman Depan Bangsa sudah sangat kencang. Hal itu ditandai dengan dibuatnya UU No 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara yang didalamnya ada terkandung untuk membentuk BNPP., yang waktu itu diidentifikasi sebagai suatu Badan “ super body” yang akan mengentaskan pembangunan Perbatasan. Juga sudah ada konsep pembangunan infrastruktur MP3EI yang terdiri dari 6 koridor. Masalahnya dan ternyata MP3EI dengan enam koridor tersebut, pembangunan infrastruktur perbatasan tidak ditemukan di dalamnya, maka praktis perbatasan tetap terisolasi. Akibatnya meski BNPP lahir dan berkembang tetapi dihadapkan dengan kondisi perbatasan yang masih terisolasi, maka praktis BNPP hanya seperti macan diatas kertas. Hanya bisa membuat kebijakan, membuat grand design pembangunan perbatasan tetapi tidak bisa di implementasikan.
Pemerintahan berlanjut, kemudian muncullah pemerintahan Jokowi-JK dengan  Strategi Pembangunan yang di ilhami oleh Gagasan Trisakti Soekarno yang di dalamnya terkandung tiga konsep besar yang bisa membangkitkan Indonesia menjadi bangsa yang besar baik secara politik, ekonomi maupun budaya, “Trisakti”. Gagasan inilah yang dikemas menjadi NawaCita langkah strategis taktis bagi  pembangunan nasional.
Dalam implementasinya NawaCita menjelma menjadi langkah-langkah takktis presiden Jokowi dalam pembangunan Infrastruktur skala nasional. Ada 225 lebih, Daftar Proyek Strategis Nasional yang telah dituangkan dalam Perpres No 3 Tahun Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional tanggal 8 Januari 2016 dan di dalamnya terdapat Perintah pembangunan berbagai proyek yang diyakini akan mampu menjadikan Indonesia sebagai Negara yang menarik dan seksi dilihat dari sisi mana saja. Bahkan pada tahun 2014 sesaat terpilih Jokowi sudah mencanangkan akan membuka dan membangun Jalan Paralel Perbatasan sepanjang 2004 km; suatu hal yang pada era sebelumnya hanya dianggap mimpi.
Tol laut terus berkembang dan menurut Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi, saat ini jumlah trayek tol laut sudah semakin bertambah. Sejak awal dicanangkan, proyek yang menjadi cita-cita Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini semakin menunjukkan peningkatan. Dari sebelumnya hanya sekitar tujuh trayek, kini sudah bertambah enam trayek menjadi sekitar 13 trayek. “Tol laut itu kita sekarang ada tujuh lintasan, terus kita tambah lagi enam lintasan,” katanya di Gedung BPPT, Jakarta, Senin (31/7/2017). Proyek tol laut diprioritaskan untuk wilayah Indonesia bagian Timur. Namun, terdapat beberapa wilayah di barat, salah satunya  Sumatera dan Natuna.
“Terutama Indonesia bagian timur. Jadi, dari 12 sampai 13 rute itu, kira-kira 12 rute untuk timur. Yang ke barat itu untuk Sumatera bagian timur, dan yang kedua ke Natuna,” tuturnya. Berikut 13 rute tol laut yang menyinggahi sebanyak 41 pelabuhan di Indonesia:
Rute T1, yaitu Tanjung Perak-Wanci-Namlea-Wanci-Tanjung Perak; Rute T2, yaitu Tanjung Perak-Kalabahi-Moa-Saumlaki-Moa-Kalabahi-Tanjung Perak; Rute T3, yaitu Tanjung Perak-Calabai (Dompu)-Maumere-Larantuka-Lewoleba-Rote-Sabu-Waingapu-Sabu-Rote-Lewoleba-Larantuka-Maumere-Calabai (Dompu)-Tanjung Perak; Rute T4, yaitu Tanjung Perak-Bau Bau-Manokwari-Bau Bau-Tanjung Perak ; Rute T5, yaitu Makassar-Tahuna-Lirung-Tahuna-Makassar ; Rute T6 , yaitu Tanjung Priok-Pelabuhan Kijing Mempawah-Natuna-Tanjung Priok ; Rute T7, yaitu Tanjung Priok-Enggano-Mentawai-Enggano-Tanjung Priok; Rute T8, yaitu Tanjung Perak-Belang Belang-207-Sangatta-P Sebatik-Tanjung Perak; Rute T9, yaitu Tanjung Perak-Kisar (Wonreli)-Namrole-Kisar (Wonreli)-Tanjung Perak; Rute T10, yaitu Makassar-Tidore-Tobelo-Morotai-Maba-Pulau Gebe-Maba-Morotai-Tobelo-Tidore-Makassar; Rute T11, yaitu Tanjung Perak-Dobo-Merauke-Dobo-Tanjung Perak ; Rute T12, yaitu Makassar-Wasior-Nabire-Serui-Biak-Serui-Nabire-Wasior-Makassar ; dan Rute T13, yaitu Tanjung Perak-Fakfak-Kaimana-Timika-Kaimana-Fakfak-Tanjung Perak.
Eranya Perbatasan dan Kesejahteraan Warga Perbatasan
Disamping pembangunan infrastruktur perbatasan, pemerintah Jokowi-JK juga memperhatikan kehidupan masyarakat Desa, yakni dengan pola pembangunan Desa lewat pemberdayaan Desa, yakni dengan mengalokasikan anggaran pembangunan bagi pedesaan, suatu langkah nyata yang belum pernah ada sebelumnya. Desa kini menjadi lebih kuat setelah pemerintah juga memberikan Dana Desa lewat dengan memberikan instrumen “dana transfer” ke desa, yang disebut dana desa (DD). Desa yang telah memiliki otoritas menjadi lebih bertenaga karena bisa mengelola anggaran sendiri (anggaran pendapatan dan belanja desa/APBDesa) dengan salah satu sumbernya dari DD (di samping enam sumber lain). Dana Desa pemerintah yang diberikan ke Desa jumlahnya juga luar biasa. Pada 2015 total DD Rp 20,7 triliun (dibagi ke 74.093 desa); 2016 sebanyak Rp 46,9 triliun (dibagi ke 74.754 desa); dan pada 2017 ini akan disalurkan Rp 60 triliun (dibagi ke 74.910 desa). Penyerapan DD tergolong fantastis. Tahun pertama terserap 82,72 persen dan tahun kedua 97,65 persen, di tengah situasi regulasi yang belum terlalu mapan, sosialisasi yang dikendalai waktu, dan persebaran desa yang sedemikian luas.
Apa yang terjadi ? Hasilnya luar biasa. Berbagai perubahan  kini muncul minimal dalam dua tahun pelaksanaan program DD ini, sekurangnya LIMA HAL POKOK[1] telah dirasakan di lapangan, yakni : Pertama, desa berdenyut kembali dalam kegairahan pembangunan aneka ikhtiar pembangunan dan pemberdayaan, seperti inisiasi pasar desa atau pembentukan badan usaha milik desa (BUMDesa). Kedua, transparansi anggaran menjadi keniscayaan baru sebagai bagian dari akuntabilitas penyelenggara pemerintahan desa. Ketiga, keswadayaan dan gotong royong terlihat kokoh karena seluruh program harus dijalankan secara swakelola, tak boleh diberikan kepada pihak ketiga. Keempat, ongkos pembangunan menjadi amat murah karena dikerjakan oleh warga desa dengan semangat keguyuban tanpa harus mengorbankan kualitas. Pada 2016 saja telah terbangun hampir 67.000 kilometer (km) jalan, jembatan 511,9 km, MCK 37.368 unit, air bersih 16.295 unit, dan PAUD 11.926 unit. DD juga dimanfaatkan untuk posyandu 7.524 unit, polindes 3.133 unit, dan sumur 14.034 unit. DD juga digunakan untuk membangun tambatan perahu 1.373 unit, pasar desa 1.819 unit, embung 686 unit, drainase 65.998 unit, irigasi 12.596 unit, penahan tanah 38.184 unit, dan ribuan BUMDesa (PPMD, 2017). Dengan menggunakan ukuran apa pun, efisiensi DD sangat mengagumkan. Kelima, munculnya aneka upaya untuk memperkuat kapasitas warga dan pemberdayaan lestari dengan basis budaya dan pengetahuan lokal. Banyak desa yang menginisiasi munculnya sekolah desa, sekolah perempuan, Dll
Kini Presiden Joko Widodo disamping memperkuat kemampuan Desa, presiden Jokowi merencanakan akan melakukan peremajaan terhadap kebun rakyat. Kebun yang selama ini tidak pernah teremajakan. Sebagai langkah awal presiden Jokowi akan meremajakan kelapa sawit kebun Rakyat. Setelah kelapa sawit, peremajaan perkebunan rakyat juga akan dilakukan untuk kebun KARET, KOPI, KAKAO DAN PALA. Suatu program yang belum pernah terbayangkan sebelumnya. Presiden sudah melakukan penanaman perdana peremajaan kebun kelapa sawit rakyat seluas 4.400 hektare di kabupaten Musi Banyuasin, Sumatra Selatan. Kita hanya berharap agar BNPP, Pemda perbatasan benar-benar mau melihat peluang ini dan ikut berbenah serta berperan serta dalam mewujutkan Perbatasan sebagai Halaman Depan Bangsa.


[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Tol_Laut
[2] Pemda Kalbar mengusulkan agar pelabuhan Kijing di Mempawah bisa jadi bagian Tol Laut, pelabuhan ini dibangun oleh Pelindo I bekerja sama dengan Pemda.


Sabtu, 21 April 2018

BumDes & BumNas Sinergis Rakyat Pasti Sejahtera



BumDes & BumNas Sinergis Rakyat Pasti Sejahtera

Selama ini drama susahnya para petani takkala PANEN RAYA adalah Bulog yang tidak mampu menyerap panen gabah mereka. Seperti kejadian di tahun 2017. Perum Bulog menetapkan target penyerapan beras dan gabah tahun 2017 mencapai 3,7 juta ton[1]. Target penyerapan tahun ini lebih rendah dari target penyerapan tahun 2016 yang mencapai 3,9 juta ton. Pasalnya realisasi penyerapan gabah dan beras Bulog sepanjang tahun 2016 hanya 2,97 juta ton. Hal itu disebabkan harga beras di tingkat petani yang sudah meningkat di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sehingga Bulog tidak perlu melakukan penyerapan kecuali untuk kebutuhan stok saja.  Direktur Pengadaan Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh mengatakan, dari target penyerapan tahun ini sebesar 3,7 juta ton, Bulog menargetkan penyerapan beras public service obligation (PSO) sebesar 3,2 juta ton beras komersil 500 ton. Ia bilang, target penyerapan beras dan gabah Bulog tahun ini dibuat berdasarkan realisasi penyerapan tahun 2016 yang jauh dari target. Kendati demikian, penyerapan tahun 2016 jauh di atas realisasi penyerapan tahun 2015 sebesar 2,4 juta ton.

"Kami optimistis target penyerapan ini dapat tercapai kalau kondisi cauaca bagus dan normal," ujarnya kepada KONTAN, Kamis (19/1/2018).  Ia menjelaskan kendala utama yang dialami Bulog untuk mencapai target penyerapan tahun lalu adalah harga beras di lapangan sudah tinggi atau di atas HPP yakni Rp 7.300 per kilogram (kg). Bila Bulog memaksakan terus menyerap, maka akan terjadi lonjakan harga dan hal ini berpotensi membuat inflasi lebih tinggi.  Namun kalau melihat laporan Kementerian Pertanian (Kemtan) tahun lalu yang produksi mencapai 79 juta ton gabah kering giling (GKG), maka target penyerapan tahun ini dapat tercapai.  Sejumlah upaya juga dilakukan Bulog untuk mencapai target tersebut, yakni dengan : Pertama, optimalisasi program ON FARM Perum Bulog melalui kerja sama dengan Gabungan kelompok tani (gapoktan) maupun sinergi dengan BUMN lain seperti PT Pertani Persero yang memiliki mesin giling padi dan pengering serta gudang; Kedua, Bulog mengoptimalkan penyerapan gabah dan beras dengan rentang kualitas dan harga tertenttu yang memungkinkan Bulog bisa mencapai jumlah serapan yang lebih besar dengan memperkuat unit-unit pengolahan di daerah; Ketiga, Bulog juga melakukan pengembangan infrastruktur ; Keempat, meningkatkan pasar beras selain PSO antara lain dengan pengembangan jaringan rumah pangan kita (RPK), lumbung pangan desa atau BUMdes yang digagas Kementerian Desa.


Selain itu, Bulog juga akan mempersiapkan stok pangan untuk program rakyat miskin (raskin) dimana pada tahun ini di bagi dua. Pertama lewat program raskin dan kedua lewat penggunaan evo-cer atau Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dimana setiap masyakat memiliki uang non tunai sebesar Rp 110.000 per bulan untuk pembelian beras. Meskipun program ini ada, namun Tri menilai tidak berdampak signifikan pada penyerapan Bulog karena volume beras yang disiapkan sama dengan tahun lalu yakni 15,7 juta ton. Khusus untuk raskin sebesar 14,2 juta ton dan untuk pasar e vocer sebesar 1,6 juta ton.
BumNas Masih Sibuk Dengan Dirinya Sendiri
Dalam penglihatan kita, secara konsep peran Bulog sudah sesuai dengan Visi dan Misi nya tetapi dalam pelaksanaannya, terlihat ketidak siapan mereka dalam melihat Dinamika pasar. Begitu sesuatu terjadi perubahan maka terkesan mereka “ memintak petunjuk lagi” ke Pusat. Hal seperti ini tidak jauh bedanya dengan cara penaggulangan Bencana pada era sebelum pemerintahan Jokowi-JK.  Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Williem Rampangilei[2] menceritakan tentang ketidakpuasan Presiden Jokowi dalam penanggulangan bencana di Indonesia. "Berawal dari gempa Pidie Aceh pada Desember 2016, Presiden tidak puas dengan cara kerja di lapangan dalam penangangan bencana dan minta percepatan," ujar Williem di depan 3.200 peserta Rapat Kerja Nasional BNPB-BPBD 2017 di Yogyakarta, Kamis (23/2/2017). Dengan ketidakpuasan ini, cara kerja penanggulangan bencana pun diubah. Semula ketika terjadi bencana, penilaian dan verifikasi infrastruktur untuk rekonstruksi dilakukan pasca tahap tanggap bencana. Sebab, pada tanggap bencana biasanya fokus pada penyelamatan manusia. Tapi, karena Presiden tidak puas, tahap itu pun dilakukan bersamaan dengan verifikasi infrastruktur yang rusak untuk tahap rekonstruksi.
"Jadi ketika satu hari verifikasi menemukan 15 bangunan rusak, langsung keesokan harinya bantuan ditransfer dari pemerintah ke warga bersangkutan, tidak perlu melewati tahap birokrasi yang berlapis-lapis dan memakan waktu berbulan-bulan," ucap dia. BNPB, kata Williem, juga menurunkan tim untuk menganalisis, sehingga ketika tanggap darurat selesai, rekonstruksi dan rehabilitasi pun juga bisa selesai lebih cepat.Karena itu, dia mengatakan, personel BPBD harus berkualitas dan bersertifikasi. Bulog juga harus belajar dari cara kerja BNPB.,sehingga setiap tahun tidak terkesan selalu kedodoran serta membuat masyarakat bingung dengan stabilitas harga.
Hal yang sama juga bisa kita temukan pada komoditi lain, misalnya pada harga-harga Bawang merah atau bawang putih. Yang terjadi di pasaran sebenarnya sangat jelas, kalau pasokan berkurang maka harga akan mengalami kenaikan. Proses itu sebenarnya terjadi tidak dalam waktu seketika. Artinya kalau memang kementerian Perdagangan atau Kementerian Pertanian bekerja dengan baik, mereka juga sudah pasti tahu bakal apa yang akan terjadi pada komoditas tertentu. Sehingga dengan mekanisme serta kerja sama lewat jaringan mereka, pastilah dapat berbuat sesuatu sehingga kenaikan harga-harga tidak menjadi gaduh di saantero negeri. Mari kita lihat contoh berikut ini.


Pasokan Kurang Harga Bawang Merah[3] Naik Rp 2.000/Kg. Sejak awal Februari 2018, harga bawang merah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, mulai mengalami kenaikan. Kenaikan ini dipicu jumlah menurunnya produksi bawang pada Februari. Pantauan di pasar Induk Brebes pada Senin (5/2/2018) siang, kenaikan harga bawang rata rata sebesar Rp 2.000 per kg. Ini berlaku pada semua jenis bawang kecuali bawang ukuran paling kecil. Tati (40), salah satu pedagang eceran bawang di Pasar Induk Brebes menjelaskan, kenaikan harga ini sudah berlangsung sejak 3 hari lalu. "Kalau dirata-rata kenaikannya Rp.2.000 untuk semua jenis, kecuali yang paling kecil. Bawang kelas pabrikan ini masih rendah seperti kemarin kemarin," ujar Tati saat ditemui di kompleks Pasar Induk Brebes. Ditempat terpisah, Ketua Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) Juwari mengatakan, harga bawang merah di petani saat ini memang sudah sedikit mengalami kenaikan. Yakni, kualitas super dari semula Rp 6.000 per kg untuk kualitas super naik menjadi Rp 8.000 tiap kg. Meski mengalami kenaikan namun belum bisa memberikan keuntungan bagi petani. Sebab, harga minimal bawang merah agar petani mendapatkan untung adalah di kisaran Rp.13.000 - Rp.15.000 tiap kg.
Kenaikan itu terjadi menurut Juwari, karena stok di petani mulai berkurang. Akan tetapi, ketika panen kembali terjadi di daerah, maka diperkirakan harga akan kembali anjlok.  Kabid perdagangan Dinas Koperasi UMKM dan Perdagangan Kabupaten Brebes, Ahmad Ma'mun mengungkapkan, kenaikkan ini akibat produksi bawang yang mengalami penurunan hingga lebih dari 50 persen. Dikatakan, pada bulan Januari lalu, jumlah produksi bawang merah di Brebes mencapai 86 ribu ton dan pada bukan Februari turun menjadi 32 ribu ton."Kemarin sudah mulai membaik harganya. Kenaikkan rata rata Rp 1.000 sampai Rp 3.000 per kg. Ini di semua pasar pasar yang ada di Brebes. Tidak hanya di pasar Induk saja tapi kenaikan di semua pasar," terang Ahmad Ma'mun saat melakukan pengecekan harga di Pasar Induk. Kenaikan ini diprediksi akan terus berlangsung, sepanjang produk bawang dari luar baik dari luar negeri maupun luar kota, tidak merambah ke pasaran Brebes.
Contoh lainnya terkait komoditi bawang putih  Menjelang bulan Ramadan, harga bawang putih mengalami kenaikan cukup di sejumlah pasar. Kenaikan harga sendiri sudah berlangsung selama kurang lebih 2 pekan terakhir[4]. Harga komoditas bumbu dapur naik dari di kisaran Rp 60.000/kg, dari sebelumnya kisaran Rp 40.000/kg.Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementerian Pertanian (Kementan), Prihasto Setyanto, mengungkapkan kenaikan harga bawang putih tersebut dipicu kenaikan harga bawang putih di China. Sebagai informasi, sebanyak sekitar 95% kebutuhan bawang putih bergantung impor, terbanyak dari China."Setelah kita lakukan kajian, informasi dari importir, kenaikan bawang putih terjadi karena kelangkaan bawang putih di China. Biasanya sudah panen, tapi karena cuaca baru panen di sekitar akhir Mei dan Juni," jelas Prihasto kepada detikFinance, Minggu (7/5/2017).
Diungkapkannya, bawang putih yang beredar di pasaran saat ini merupakan stok lama. Harga akan kembali normal setelah pasokan bawang putih kembali pulih. "Bawang putih yang ada saat ini itu yang dikeluarkan dari stok lama. Karena memang di China belum panen," ungkap Prihasto. Lanjut dia, sebenarnya ada pasokan bawang putih impor lain yang cukup besar selain dari China, yakni yang berasal dari India. Namun rupanya bawang putih India kurang laku di pasaran."Sebenarnya ada cukup banyak stok bawang putih dari India, saat bersamaan bawang putih dari China berkurang. Tapi di pasar kurang laku," ujar Prihasto.
Dari contoh kedua komiditi tersebut, maka terlihat dengan sangat jelas bagaimana sebenarnya mekanisme harga-harga itu bergerak naik, dan kalau mereka yang mempunyai tugas untuk menstabilkan harga-harga itu bekerja dengan baik, maka jauh sebelum keadaan itu tiba mereka sudah bisa berbuat sesuatu. Dengan demikian berbagai kabar kenaikan harga-harga komditi itu tidak jadi berita yang nggak sedap didengar di setiap waktu. Kita hanya ingin mengatakan bahwa mereka yang diberi amanah untuk menjaga harga-harga komoditi itu, ya belum bekerja sebagaimana mestinya serta masih sangat jauh dari yang diharapkan.
Dalam khasanah teori Bulog sendiri sebenarnya mempunyai strategi dan kemitraan dengan para pihak guna membantu para Petani perdesaan. Bulog mempunyai sejumlah upaya yang dilakukan  Bulog untuk mencapai target tersebut dalam hal pembelian panen raya warga, yakni dengan : Pertama, optimalisasi program ON FARM Perum Bulog melalui kerja sama dengan Gabungan kelompok Tani (gapoktan) maupun sinergi dengan BUMN lain seperti PT Pertani Persero yang memiliki mesin giling padi dan pengering serta gudang; Kedua, Bulog mengoptimalkan penyerapan gabah dan beras dengan rentang kualitas dan harga tertentu yang memungkinkan Bulog bisa mencapai jumlah serapan yang lebih besar dengan memperkuat unit-unit pengolahan di daerah; Ketiga, Bulog juga melakukan pengembangan infrastruktur ; Keempat, meningkatkan pasar beras selain PSO antara lain dengan pengembangan jaringan rumah pangan kita (RPK), lumbung pangan desa atau BUMdes yang digagas Kementerian Desa. Tetapi dalam realitanya, semua itu sepertinya belum memperlihatkan kinerja yang semesatinya. Bulog belum menyatu dengan harapan serta upaya para petani dalam menghadirkan kesejahteraan di Pedesaan.

Karena itulah kita sangat berharap agar BUMDES dan BUMN bisa bersinergi untuk menjadikan Rakyat sejahtera di Desa mereka. BUMDes merupakan sebuah usaha desa milik kolektif yang digerakkan oleh aksi bersama antara pemerintah desa dan masyarakat. BUMDes merupakan bentuk public and community partnership atau kemitraan antara pemerintah desa sebagai sektor publik dengan masyarakat setempat. BumDes adalah jelmaan budaya bisnis warga perdesaan dalam semangat Gotong Royong. Kalau kita melihat BumDes jawara Indonesia tahun 2016, maka sadarlah kita betapa Model pembangunan Desa lewat BumDes ini bisa menghadirkan kesedejahteraan di Desa. Salah satu hal yang ditunggu-tunggu adalah bagaimana pola kerjasama Sinergis antara BUMN, Kementerian/Lembaga (K/L), Koperasi dan Swasta yang dapat membesarkan BumDes dan ikut membantu menjadikan Rakyat Sejahtera di Perdesaan. Nah Buku ini, mencoba meperlihatkan potensi itu dengan pandangan mata yang jernih dan optimis. ( Cuplikan Buku : BumDes & BumNas Sinergis Rakyat Sejahtera)






[1] http://www.bulog.co.id/berita/37/6004/10/1/2017/Target-Bulog-Penyerapan-Beras-&-Gabah-3,7-Juta-Ton.html
[2] http://www.liputan6.com/news/read/2866488/presiden-tidak-puas-bnpb-ubah-cara-kerja-penanggulangan-bencana
[3] https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3850758/pasokan-kurang-harga-bawang-merah-naik-rp-2000kg
[4] https://finance.detik.com/sosok/d-3494309/penyebab-harga-bawang-putih-naik-pasokan-dari-china-berkurang

Selasa, 23 Januari 2018

Buku Perbatasan : Medan Geopolitik Baru


Luhut Panjaitan, Medan Geopolitik Baru

Oleh Luhut B Pandjaitan 

Lima tahun ke depan, kita harus mewaspadai sebuah tatanan politik baru dunia dengan munculnya beberapa pemimpin pemerintahan generasi baru bersamaan dengan semakin besarnya pengaruh teknologi pada daya saing sebuah negara.Pengertian generasi baru tidaklah selalu identik berusia muda, tetapi bisa juga karena tokoh tersebut muncul dan melejit di luar perkiraan banyak kalangan, entah karena sebelumnya hanya berkiprah di daerah atau belum pernah jadi elite politik di tingkat nasional. Di kawasan Asia Tenggara, Presiden Joko Widodo dan Presiden Filipina Rodrigo Duarte masuk kategori tersebut. Meskipun keduanya berbeda usia cukup jauh, keduanya bukan pejabat di pusat pemerintahan, melainkan datang dari ”pinggiran”.

Para pemimpin politik generasi baru umumnya melakukan gebrakan atau mengambil keputusan politik di luar norma umum (out of the box) dan tindakannya berdampak strategis, baik di kawasan maupun di tingkat dunia, tergantung dari siapa aktor bermain. Namun, ini bisa memunculkan gesekan baru di antara dua negara yang sebelumnya tak ada atau tak timbul di permukaan. Graham Allison dari John F Kennedy School di Harvard menyebutnya ”Thucydides’s Trap” dalam bukunya teranyar, Destined for War (2017). Thucydides adalah sejarawan Yunani kuno yang mengamati penyebab meletusnya Perang Peloponnesia antara bangsa Athena dan Sparta pada 5 SM. Kesimpulannya, kalau ada kekuatan (baca: negara) baru muncul dan dianggap bisa mengancam kekuatan yang ada (ruling power), pasti terjadi bentrok dan kekerasan dari yang merasa terganggu hegemoninya.

China yang muncul sebagai kekuatan baru di dunia mengubah geopolitik masa kini. Daftar negara yang berhubungan erat secara politik dan ekonomi kian banyak, dan pada sisi lain AS kian ditinggalkan dan dianggap masa lalu. Presiden Xi Jinping dalam pidato awal 2018 secara tegas mengatakan, ”China dengan positif mendorong pembangunan bersama Satu Sabuk Satu Jalan (One Belt, One Road/OBOR) selalu menjadi pembangun bagi perdamaian dunia, kontributor perkembangan global, dan pemelihara tata tertib internasional….” Diakui atau tidak, keadidayaan AS kini meredup dan Washington terperangkap ”Jebakan Thucydides”.

Di kawasan lain, tindakan agresif Putra Mahkota Arab Saudi Muhammad bin Salman (32) di dalam negeri dan langkah politik luar negerinya membuat peta kawasan Timur Tengah berubah. Kunjungan Raja Salman ke China dan Rusia pertama kali dalam sejarah hubungan diplomatik mereka (diikuti kontrak dagang dan militer dalam jumlah besar) adalah bagian dari kebijakan baru Arab Saudi yang selama ini sangat konservatif dan berkiblat ke AS. Arab Saudi sudah lama tak nyaman dengan Iran karena penyebaran paham Syiah dan pengaruh politik mereka di Irak, Suriah, Yaman, dan Lebanon; kini mendekati Rusia dan China yang dikenal dekat dengan Iran.

Pangeran Salman (dikenal sebagai MBS) juga membekukan hubungan politik dan ekonomi dengan Qatar, padahal mereka sama-sama duduk di Dewan Kerja Sama Teluk. Dampaknya, Emir Qatar Sheik Tamin al-Thani (37) kemudian bersekutu erat dengan Iran dan Turki yang punya kepentingan strategis sejalan di kawasan itu mengingat Qatar yang hanya sepertiga luas Jawa Barat punya cadangan gas ketiga terbesar di dunia setelah Rusia dan Iran. Qatar juga aktif mencari sekutu dagang baru dan kawan politik yang sejalan dengan kepentingannya di Teluk dan di luar kawasan itu, seperti Indonesia.

Turki tadinya, seperti Arab Saudi, adalah aliansi tradisional AS, kini di bawah Presiden Recep Erdogan menjadi sangat aktif di kawasan dan kebijakannya tak selalu sejalan dengan AS. Ungkapan populer di Arab, ”musuh dari kawanku adalah musuhku juga”, masih relevan hingga kini dan terlihat bagaimana Erdogan amat aktif dalam diplomasi masalah Palestina dengan antara lain jadi tuan rumah KTT Darurat OKI mengenai sikap AS yang memindahkan kedubesnya di Israel dari Tel Aviv ke Jerusalem. Baik Turki maupun Irak punya masalah serupa dengan suku Kurdi.

Hanya kondisi politik dan ekonomi dalam negeri yang bisa membuat Arab Saudi, Iran, dan Turki mengurangi ambisi persaingan pengaruh di kawasan itu, dan celakanya ketiga negara masih menyimpan bom waktu di dalam negeri masing-masing. Gerakan reformasi MBS memang menarik simpati generasi muda, tetapi membuat kelompok tradisionalis, bangsawan yang tersingkir dan kaum Wahabi, tak senang.

Di Iran, aksi-aksi unjuk rasa besar dengan alasan ketidakpuasan ekonomi oleh kaum muda tak bisa dipandang enteng dan di Turki tangan besi tak serta-merta menjamin keamanan dari bom dan teror. Gagalnya Arab Spring (Musim Semi Demokrasi) di Tunisia, Libya, dan Mesir menunjukkan dinamika dalam negeri bisa menunjukkan hasil tak terduga dan optimisme munculnya demokrasi dikalahkan oleh pertimbangan pragmatis penguasa yang baru.



Teknologi dan kekuasaan

Perkembangan teknologi berpengaruh pada nilai tawar dalam politik internasional. Menurut mantan Menlu AS Henry Kissinger dalam buku World Order (2014), yang pertama adalah teknologi senjata nuklir. Monopoli teknologi itu pecah tahun 1949 ketika akhirnya Uni Soviet berhasil melakukan percobaan bom nuklir pertamanya. Sejak itu anggota ”kelab nuklir” bertambah banyak, entah karena teknologinya dibagi dengan sukarela, dicuri, atau dibeli dengan cara tidak sah. Yang jelas sekarang Inggris, Perancis, Israel, China, India, Pakistan, dan Korea Utara, serta Iran sampai tingkatan tertentu, punya teknologi senjata nuklir.

Andaikata Korea Utara tak punya senjata nuklir, pastilah leverage Kim Jong Un (33) terhadap AS tak bisa seperti sekarang. Apabila Iran tak mendalami teknologi tersebut, negara itu tentu tidak akan dianggap sebagai pesaing yang menakutkan oleh Arab Saudi yang, walau kaya raya, tidak punya minat pada teknologi senjata nuklir.

Kedua, menurut Kissinger, adalah teknologi informasi (TI). Ia melihat bagaimana pilpres di AS yang mengoptimalkan TI sejak kampanye Obama pertama kali mengubah cara-cara dan keterlibatan tatap mata menjadi kontes antarpakar internet di dunia maya. Marketing of ideas dijalankan mesin-mesin yang mampu menyusup ke dalam pikiran dan hati (hearts and mind) individu secara massal dan fungsi kandidat sekadar pencari dana kampanye ketimbang pengelaborasi isu-isu politik.

TI juga telah mengubah proses demokrasi di banyak negara. Jika ada kelompok masyarakat yang hendak memberikan tekanan kepada pemerintahnya untuk berubah menjadi demokratis, kelompok masyarakat itu cukup menyebarluaskan tuntutannya dan pesan-pesan demokrasi secara digital, dan biasanya negara-negara Barat (termasuk AS) akan cepat merespons dengan dukungan politik dan juga dana pada ”gerakan digital” semacam yang dilakukan anak-anak muda di Iran sekarang, apa pun motif dukungan tersebut.

Akan tetapi, jangan lupa, teknologi canggih punya sisi lain yang memprihatinkan. Martin Ford dalam buku The Rise of the Robots (2016) mengatakan, akibat kemajuan teknologi, ada enam perkara besar yang dampaknya terasa di masyarakat, antara lain, pertama, kenaikan pendapatan masyarakat berpenghasilan tetap menjadi stagnan. Kedua, menurunnya lapangan kerja baru, sementara waktu tunggu untuk mencari pekerjaan semakin lama. Ketiga, para lulusan baru perguruan tinggi kian sulit mencari pekerjaan. Semua karena munculnya teknologi robotik yang kian canggih yang mampu menggantikan kerja manusia dengan produktivitas berlipat dan biaya menurun drastis karena robot tidak pernah menuntut kenaikan gaji!

Menurut Ford, tahun 1998, para pekerja di AS secara total bekerja selama 194 miliar jam. Lima belas tahun kemudian, nilai hasil kerja itu tumbuh menjadi 3,5 triliun dollar AS, naik 42 persen dibandingkan 15 tahun sebelumnya, tetapi jam kerjanya ternyata tetap 194 miliar jam. Bisa disimpulkan, dalam 1,5 dekade tak ada pertambahan jam kerja (no growth on man-hours) meski produktivitas naik akibat efisiensi dan penggunaan robotik besar-besaran, padahal penduduk AS bertambah 40 juta orang dan ribuan lapangan kerja baru tercipta. Penggunaan teknologi robotik secara masif membuat China jadi salah satu negara manufaktur termaju di dunia.

Namun, selain itu, ada yang tak disebutkan Kissenger, tetapi punya dampak strategis, yaitu teknologi gas serpih (shale gas) di AS. Dengan teknologi yang kian hari kian canggih dan membuat biayanya semakin murah, AS berubah dari negara importir neto minyak jadi eksportir minyak. Menurut Institute for Energy Research (IER, 2016) cadangan minyak AS sekarang 3,5 kali cadangan Arab Saudi berkat gas serpih tadi. Ini salah satu alasan mengapa Presiden Trump berani mengambil keputusan kontroversial memindahkan kedubesnya tanpa banyak mempertimbangkan pandangan sekutu-sekutunya di Timteng.

AS tak dibebani lagi tugas untuk mengamankan kawasan yang kaya minyak itu, seperti pada era pra-gas serpih di mana pasokan minyak dari Teluk adalah sumber utama untuk menggerakkan perekonomiannya. Kehadiran mereka di kawasan tersebut kini karena ada komitmen politik lama dan menjaga keseimbangan belaka, terutama karena faktor Iran. Sementara para penguasa di Teluk sadar betul ”kartu minyak” tak laku untuk dimainkan lagi untuk menekan AS, lebih-lebih pada masa harga minyak merosot tajam dari 112,70 dollar AS pada 2012 menjadi hanya sekitar 50 dollar AS per barrel sekarang ini, yang menyebabkan defisit pada APBN.

Arab Saudi mencoba mengalihkan dana APBN-nya, yang 90 persen dari minyak, ke sumber lain yang sebelumnya tak pernah terpikirkan. Beberapa minggu lalu untuk pertama kali dalam sejarah, Arab Saudi menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 5 persen pada semua jenis jualan dan sekaligus menaikkan harga BBM kendaraan di dalam negeri (Kompas, 5/1). Implementasi PPN pada 2018 akan memberikan pemasukan 21 miliar dollar AS, cukup signifikan untuk menambal defisit APBN-nya, negara-negara Teluk lain juga dalam tahun ini akan menerapkan PPN.



Posisi Indonesia

Kita di Indonesia harus pandai-pandai membaca peta baru ini dan lincah berselancar pada era ini untuk kepentingan nasional kita. Bung Hatta di depan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat, 2 September 1948, membacakan pidatonya yang amat terkenal  ”Mendayung di antara Dua Karang”. Ia antara lain mengatakan, ”Tiap-tiap orang di antara kita tentu ada mempunyai simpati terhadap golongan ini atau golongan itu, akan tetapi perjuangan bangsa tidak bisa dipecah dengan menuruti simpati saja, tetapi hendaknya didasarkan kepada ’realitiet’ kepada kepentingan negara setiap waktu….”

Istilah ”kepentingan negara” yang didengungkan 70 tahun lalu sangat relevan dengan zaman sekarang karena atas nama ”kepentingan negara”, kita membina hubungan baik dan menerima investasi ekonomi dengan negara mana pun. Atas nama ”kepentingan negara” pula, politik luar negeri yang bebas dan aktif meluweskan posisi Indonesia dekat dengan sebanyak mungkin negara tanpa takut dicap sebagai anteknya. Di kawasan ini hanya Indonesia dengan jumlah penduduk 262 juta dan punya potensi ekonomi yang besar bisa menjadi counterweight bagi China, tetapi sekaligus mitra ekonomi baru bagi negara itu (Howard W French, 2017).

Presiden Jokowi memberikan arahan yang amat jelas mengenai siapa saja yang ingin berinvestasi di Indonesia. Pertama, teknologi yang dibawa ke Indonesia harus ramah lingkungan. Kedua, sebanyak mungkin menggunakan tenaga serta keahlian bangsa Indonesia. Ketiga, investor harus mendidik tenaga-tenaga Indonesia menjadi tenaga yang ahli di bidangnya. Keempat, harus ada alih teknologi dalam periode waktu tertentu.

Ini syarat-syarat yang jelas melindungi kepentingan negara dan jauh dari kepentingan pribadi atau golongan. Karena itu, sangat disayangkan masih ada pihak-pihak yang mencurigai hubungan ekonomi yang baik kita dengan satu atau dua kekuatan ekonomi baru di dunia sebagai ancaman ketimbang peluang. Di Indonesia, tiga tahun terakhir banyak kalangan lebih senang menyebarkan sikap- sikap pesimistis dan malahan sinis terhadap apa pun yang dilakukan pemerintah, sering tanpa argumentasi yang obyektif.


Pada era media sosial, penyebaran informasi yang tidak tepat malahan sering dianggap sebagai kebenaran oleh pembacanya, dan sayangnya pesimisme justru tumbuh dari data yang tidak benar tersebut meski banyak ”generasi now” sulit mengerti mengenai hubungan antara ancaman komunisme dan masa kelam Indonesia yang dulu. Apabila kita rela dan sepakat tak membuang energi untuk bertengkar soal isu-isu yang tak substansial, yakinlah tenaga berlebih itu bisa digunakan untuk membangun Indonesia yang lebih baik. Tenaga yang berlebih sangat diperlukan karena untuk mengatasi ketertinggalan, Indonesia tak cukup melakukan lompatan katak (frog-leap), tetapi harus melakukan lompatan kuantum (quantum leap). Lompatan jauh ke depan.  Luhut B Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman RI  Sumber : Kompas.id, 22 Januari 2018

Selasa, 09 Januari 2018

Macron Dukung Jalur Sutra Proyek Xi



Macron Dukung Proyek Xi Jalur Sutra modern, yang dirintis China, tak boleh hanya satu arah. Ini syarat yang diminta Emmanuel Macron. Hubungan Perancis-China harus dibangun dengan kemitraan seimbang.

Presiden Perancis Emmanuel Macron mendesak negara-negara Uni Eropa untuk ikut ambil bagian dalam proyek raksasa Jalan Sabuk. Perancis siap menjadi pelopor.Mengawali kunjungan kenegaraan selama tiga hari di China, Senin (8/1), di kota Xian, Provinsi Shaanxi, Macron menyampaikan dukungannya terhadap proyek Jalur Sutra baru yang diluncurkan pemerintahan Xi Jinping pada 2013. Kota Xian adalah titik awal Jalur Sutra kuno. 



REUTERS/CHINA DAILY Presiden Perancis Emmanuel Macron, Senin (8/1), melihat prajurit terakota di Museum Prajurit dan Kuda Terakota Qin di Xian, Provinsi Shaanxi, China. Di museum itu tersimpan lebih dari 8.000 patung terakota berbentuk prajurit dan kuda dengan ukuran normal.

Proyek raksasa Jalan Sabuk, menurut Macron, mewakili peluang nyata antara negara-negara dan peradaban sebagaimana Jalur Sutra di masa lalu. ”Saya kira sangat penting bahwa Eropa dan China memperkuat kerja sama dengan prakarsa itu. Dalam hal ini Perancis siap memainkan peran utama,” kata Macron saat berbicara di depan kalangan akademik, mahasiswa, dan pengusaha di Istana Daming, Xian.

Macron berpendapat, Eropa saat ini sudah bersatu dan siap bekerja sama dengan China setelah selama bertahun-tahun terjadi krisis manajemen dan stagnasi ekonomi.

Jalan Sabuk merupakan proyek ambisius yang akan menghubungkan 65 negara Asia dan Eropa, bahkan Afrika, lewat jalur darat dan laut. Pemerintah China menganggarkan hingga 1 triliun dollar AS untuk mewujudkan proyek ini.

Akses lebih luas

Meski demikian, menurut Macron, proyek modern itu tidak boleh hanya ”satu arah”. ”Jalan Sutra dulu juga tidak pernah hanya dilakukan bangsa China. Menurut definisi, proyek jalan ini hanya bisa dibagi bersama. Jika berupa jalan, mereka tidak bisa satu arah,” katanya.

Perancis mendukung proyek itu dalam kerangka kemitraan seimbang, lanjut Macron. Presiden China Xi Jinping, pada pertemuan puncak, Mei lalu, menjanjikan akan mengeluarkan 124 miliar dollar AS. Namun, sejumlah negara Barat meragukan rencana pemimpin China tersebut dan menganggap hal itu lebih untuk menyebarkan pengaruh China daripada berbagi kemakmuran.

Macron berharap segera tercipta hubungan baru antara Perancis dan China. Saat ini neraca perdagangan Perancis terhadap China mengalami defisit 36 miliar dollar AS. Ia ingin Perancis bisa mendapat akses perdagangan lebih luas di China.

Kedua pemimpin akan mengumumkan rencana investasi senilai satu miliar dollar AS. Dari Xian, menurut rencana, Selasa ini, Macron dan istrinya, Brigitte, akan bertolak ke Beijing.

Kesepakatan iklim

Macron berkunjung ke China bersama 60 petinggi bisnis dan perwakilan negaranya. Ia menegaskan arti penting China bagi Perancis. Dia berharap bisa datang ke China setiap tahun.

Selain masalah perdagangan, Macron menyinggung pula masalah lingkungan dan perubahan ikim yang kini menjadi masalah global. Secara khusus dia menyampaikan apresiasi atas komitmen China dalam Kesepakatan Paris.

”Anda memperlihatkan rasa tanggung jawab yang besar,” ucap Macron. Lewat kerja sama, tambahnya, ”Kita bisa memperlihatkan kepada dunia bahwa Perancis dan China mampu membuat planet kita kembali hebat dan indah.”

Kalangan aktivis hak asasi manusia, seperti Human Rights Watch, mendesak Macron agar menggunakan kesempatan pertemuan dengan Xi Jinping untuk membicarakan masalah pelanggaran hak asasi manusia di China. Mereka mendesak agar isu sensitif ini dibicarakan terbuka.

Namun, kantor Kepresidenan Perancis mengatakan, pesan itu kemungkinan akan disampaikan. Namun, masalah itu akan dibicarakan secara privat.


Pemimpin China dikenal dengan sikapnya yang tertutup soal hak asasi. Xi juga jarang menggelar jumpa pers.(AFP/AP/REUTERS/RET)  Sumber : Kompas.id, 9 januari 2018