Memperkuat
Pertahanan di Perairan Natuna
Oleh
harmen batubara
Sengketa
kepulauan di Laut Tiongkok Selatan telah menjadikan wilayah tersebut jadi ajang
rebutan territorial dari empat negara Asean (Malaysia, Vietnam, Pilifina dan
Brunei), Taiwan dan Tiongkok. Kemudian dengan
perilaku para nelayan Tiongkok yang di back Up oleh Coast Guardnya telah
melakukan klaim sepihak atas perairan Natuna sebagai Traditional Fishing Ground
nya, membuat Indonesia sadar bahwa pada suatu saat akan terjadi “perang
terbatas” di wilayah tersebut. Indonesia harus dengan cepat mempersiapkan
pertahanan kedaulatan di wilayah tersebut sesuai amanat UU.
Kondisi
itu pulalah yang menyadarkan kita, bahwa selama ini ternyata kekuatan
Pertahanan kita di kepulauan Natuna dan sekitarnya, masih sangat jauh dari yang
sepantasnya.
Indonesia
hanya mempunyai Lapangan terbang di Ranai, dan itupun tidak bisa di darati oleh
pesawat tempur. Karena Lanudnya masih tipe C. Sama sekali tidak mampu melayani
kepentingan pesawat tempur. Untungnya di sana sudah ada Lanal Ranai di bawah
komando Lantamal IV Belitung dan telah ditingkatkan dari tipe C ke tipe B. Ini
berarti di sana ada penempatan kapal TNI AL di Lanal tersebut, termasuk
penempatan kapal kombatan secara reguler dari Mako Armabar di Jakarta. Lanal
Ranai tidak hanya sebagai pusat pengendali lalu lintas laut, tetapi juga
sebagai bunker logistik dan amunisi, sebagai suplai perbekalan bagi kapal-kapal
TNI AL yang berlayar di sekitar perairan tersebut. Tipe kapal yang beroperasi
di sana adalah kapal yang mempunyai kemampuan deteksi dini, cepat, bersenjatakan
rudal anti kapal, dan mampu melakukan peperangan udara.
Memperkuat Pertahanan
Perairan Natuna
Kita
bersukur, karena kegiatan illegal fishing Tiongkok ini telah memberikan
kesadaran baru bagi TNI untuk segera memperkuat system pertahanannya di wilayah
itu. Lanud Ranai akan di tingkatkan tipenya dari C ke B. “Sekarang kita
usulkan, Natuna itu kita bikin seperti kapal induk kita. Jadi basis militer
yang kuat, AL, dan AU di sana,” ujar Menteri Koordinator bidang Politik Hukum
dan Keamanan Luhut Pandjaitan, 23 Maret 2016 yang lalu. Dengan Lanud Ranai jadi tipe B, maka ia akan dapat berperan
sebagai pusat pengendali lalu lintas udara di wilayah itu, juga sebagai bunker logistik dan amunisi, untuk
mensuplai perbekalan bagi pesawat-pesawat tempur TNI AU yang berpatroli di
sekitar perairan tersebut.
Demikian
juga dengan TNI Angkatan Udara akan menyiagakan empat unit pasukan khusus Korps
Pasukan Khas (PASKHAS), di Pulau Natuna Besar. Pasukan ini dilengkapi dengan
sistem rudal pertahanan udara Oerlikon Skyshield buatan Rheinmetall. Sistem
rudal Oerlikon Skyshield merupakan sistem pertahanan udara modular termasuk
meriam multirole otomatis 35 mm yang dapat menembak jatuh pesawat. Saat ini baru pangkalan TNI AU Supadio, Halim
Perdanakusuma, dan pangkalan udara Hasanuddin, yang sudah menggunakan sistem
persenjataan ini. Tapi bagaimana realisasinya? Masih sangat tergantung
kemampuan anggaran pemerintah.
Hanggar
tambahan juga baru akan disiapkan agar bisa menampung delapan pesawat tempur di
pangkalan udara Ranai. Pesawat-pesawat tempur itu mencakup pesawat jet tempur
Su-27, Su-30, F -16 yang hendak dibeli, dan fasilitas skuadron kendaraan udara
tak berawak (UAV).
Rencananya
( sejak tahun 2012) akan ada tambahan 1 batalion Infantri dari Bukit Barisan.
Markas batalion tersebut berada di daerah Sepempang, Kecamatan Bunguran Timur
dengan nama Batalion Infanteri 135. Saat ini di sana baru ada dua Kompi C dan D
dari Batalyon 134/Raider (Batam). Untuk membangun markas dan sarananya
memerlukan anggaran dan waktu. Begitu juga dengan rencana untuk menyiagakan 4
helikopter AH-64E Apache di Natuna tentu perlu infrastruktur. Dalam darurat
tentu bisa saja memanfaatkan Bivak dan bersifat mobile. Tetapi untuk
mengoperasikan Heli sekelas Apache memerlukan sarana khusus dan itu perlu
dipersiapkan.
Indonesia
yang luas, memerlukan system pertahanan yang kuat dan terintegrasi. Sekarang
ini, kemampuan negara baru sebatas bisa membiayai personilnya saja. Dalam arti
yang sebenarnya, gelar kekuatan TNI kita itu masih bagian dari masalah. Menjadi
masalah karena sarananya dan prasarananya tidak bisa mendukung. Seperti pasukan
TNI kita yang digelar di sepanjang perbatasan. Pos nya sangat sederhana, tidak
ada sarana penunjang berteknologi. Posko posko itu tidak beda jauh dari Pos hansip
yang kita kenal. Untuk drop logistik mereka saja masih persoalan utama. Untuk
melahirkan TNI yang professional, membutuhkan negara yang kuat secara ekonomi
dan terbebas dari korupsi. Kesadaran kearah itu harus ada pada setiap lini
kehidupan anak bangsa.
Sumber: http://www.wilayahpertahanan.com/pertahanan-perairan-natuna-menjaga-kedaulatan-bangsa/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar