Minggu, 16 Januari 2022

Buku Perbatasan : Travel Ke Perbatasan Mencintai Ujung Negeri

 


Travel Ke Perbatasan Mencintai Ujung Negeri

 Travel ke perbatasan kini jadi menarik. Hal ini sejalan dengan pengembangan cross border tourism, meski belum popular, namun menunjukkan tren kenaikan kunjungan wisatawan setiap tahun. Pada sejumlah wilayah, di mana pemerintah tengah fokus mengeksplorasi pontesi wisata di perbatasan lewat beragam festival kebudayaan. Data BPS pada Juni 2019, menunjukkan bahwa turis terbanyak berasal dari ASEAN. Dari total akumulasi kedatangan pelancong per Januari-April 2019, wisman asal negara kawasan ASEAN dan Amerika masing-masing naik 16.77% dan 7.40% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Dalam kurun empat bulan tahun ini, jumlah turis mancanegara mencapai 5.22 juta, naik 3.22% atau 160.000 turis dibandingkan periode serupa tahun lalu sebanyak 4.96 juta. Dan, jumlah pelancong yang tercatat paling ramai berasal dari ASEAN melalui tiga pintu utama, yakni jalur udara, laut dan darat. Selama April 2019, total turis yang masuk ke Indonesia sebanyak 1.303 juta, sedikit naik dari 1.302 juta dibandingkan April 2018.

Tiga tetangga dekat ini, juga sebagai negara utama asal turis yang mengunjungi destinasi wisata melalui jalur darat di perbatasan (cross border tourism), seperti di Atambua, NTT, Aruk, Sambas, Kalbar. Dari lima jalur utama darat yang dicatat BPS yakni, Jayapura (Papua), Atambua (NTT), Entikong, Aruk, dan Nanga Badau (Kalimantan Barat), kedatangan turis terbanyak melalui jalur darat di Atambua (NTT), Aruk dan Nanga Badau (Kalbar).

Saat ini, di tiga jalur darat tersebut diketahui terjadi peningkatan kedatangan turis. Di Atambua, persentase kenaikan pelancong sebanyak 56.95% dari 19.221 menjadi 30.167 turis, di Aruk naik sebesar 118.21% dari 2.658 wisman menjadi 5.800 pelancong, dan di Nanga Badau naik sekira 65.68% dari 2.678 turis menjadi 4.437 wisman selama Januari-April 2018 ke periode yang sama tahun ini.

Kenaikan kunjungan turis di tiga pintu darat yang disebut di atas sinkron dengan upaya Kementerian Pariwisata yang terus memoles potensi destinasi wisata melalui beragam festival kebudayaan, produk kerajinan UKM dan kuliner lokal. Pada tahun ini, misalnya, pemerintah menargetkan secara ambisius kenaikan wisman cross border tourism dari 18% menjadi 20% atau sekitar 3.5 juta dari total target nasional 20 juta wisman (presidentpost.id). Tak bisa dimungkiri bahwa imbas dari menggeliatnya cross border tourism, yakni bertambahnya lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja, khususnya di bidang akomodasi.

Berbagai kegiatan touris di perbatasan mendapat sambutan yang menyenangkan. Hal ini bisa kita lihat dari perhatian yang diberikan Sarawak Tourism Board (STB). STB Minta Festival Crossborder Digelar Tiap Bulan. Pada waktu itu, Event crossborder Festival Wonderful Indonesia baru akan digelar dua pekan lagi. Namun sikap antusias sudah diperlihatkan pihak Malaysia. Buktinya, Sarawak Tourism Board meminta event ini bisa digelar setiap bulan. Keinginan tersebut terungkap saat Konsulat Jenderal RI di Kuching, Yonny Tri Prayitno[1], melakukan koordinasi dengan Kementerian Pelancongan Sarawak, dan Direktur Sarawak Tourism Board (STB), Puan Sharzede Datu Hj Salleh Askor. Pertemuan dilangsungkan di Kuching, Malaysia, Kamis (14/2/2019). Yonny hadir didampingi Konsul Ekonomi Irhamna Fithriya.

“Pihak STB mengharapkan kegiatan Festival Wonderful Indonesia di border area dapat dilaksanakan setiap bulan. Terutama, di akhir bulan. Dan bila memungkinkan, tanggal pelaksanaannya sudah ditetapkan lebih awal, sehingga mereka bisa membuat perencanaan lebih baik mendukung event Festival Wonderful Indonesia,” tutur Yonny, Jumat (15/2). Dalam pertemuan tersebut, pihak Konjen RI juga menyampaikan undangan untuk Menteri Pelancongan Malaysia. Undangan untuk menghadiri Event Pariwisata di Kalbar, yaitu Perayaan Cap Go Meh di Singkawang, dan Festival Wonderful Indonesia di Perbatasan Aruk dan Entikong.

“Sarawak dan Indonesia, khususnya Kalbar, dapat bekerjasama untuk mengembangkan pariwisata di perbatasan. Karena, akan menguntungkan kedua wilayah, dan meningkatkan kunjungan wisatawan ke kedua wilayah. Sarawak secara geografis memiliki jarak yang lebih dekat ke Perbatasan. Sehingga, memudahkan para turis. Dan untuk wilayah border, Indonesia juga siap menyambut wisatawan dengan hiburan, rest area, centra UKM, perbelanjaan, dan objek wisata alam yang indah,” paparnya.

Direktur Sarawak Tourism Board (STB), Puan Sharzede Datu Hj Salleh Askor, menyambut baik tawaran tersebut. Festival Wonderful Indonesia dinilai menjadi awal yang baik dari kerjasama ini. STB akan mendukung event ini, dan siap membantu mempromosikan dan membawa stakeholders terkait dari Sarawak. Seperti agensi travel, pihak rumah sakit (Health Tourism), college, dan media dari Sarawak.

“Tahun 2019 juga merupakan Tahun Kunjungan Sarawak 2019 (Visit Sarawak Year). Sehingga, event-event ini, juga akan membantu meningkatkan jumlah wisatawan ke Sarawak dan ke Kalimantan Barat melalui perbatasan perbatasan yang ada,” katanya. Salah satu event yang paling menarik perhatian festival di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Kalimantan Barat (Kalbar), 23-24 Februari. Sebab, ada aksi penyanyi dangdut top Cita Citata dan Tika Zein. Selain itu, ada juga Tari Poco-Poco yang akan dibawakan secara massal.

“Dengan kehadiran, Cita Citata, kita sangat optimis mampu menarik banyak wisatawan perbatasan. Apalagi pihak Sarawak juga antusias menyambut event-event yang kita selenggarakan.  Ini sinyal yang sangat positif buat kita,” kata Sapto. Kita bersukur, ternyata Indonesia mempunyai daerah perbatasan yang unik dan menarik, baik itu dari keindahan alamnya maupun dari tradisi budayanya serta masyarakat yang ramah dan senang bersahabat. Beberapa Lokasi Perbatasan yang mearik itu seperti :

Cobalah Ke PLBN Yetetkun Tanah Merah, Papua


PLBN YetetKun Boven Digul Tanah Merah

Pemerintah kini tengah mengembangkan Wisata “Cross Border”, wisata yang menarik dan menjual keindahan Perbatasan. Perbatasan kini kian terbuka, di sinini anda akan menemukan Keindahan alam Indonesia yang dipadu dengan Kebanggan citra diri sebagai bangsa. Cobalah ke PLBN Yetetkun.

Pemerintah terus meningkatkan kualitas jalan perbatasan (Trans Papua) pada ruas Merauke-Boven Digoel, Tanah Merah untuk memperkuat konektivitas kawasan perbatasan. Di sana anda akan temukan PLBN Yetetkun , tujuannya, menjadikan kawasan perbatasan negara menjadi beranda depan terdepan yang dapat dibanggakan. PLBN ini dilengkapi dengan gedung utama PLBN, pos pemeriksaan, pos gerbang, power house, mekanikal, elektrikal, dan plumbing (MEP), Peralatan X-Ray dan thermal detection, serta portal. Sedangkan untuk zona sub inti akan dibangun rumah pegawai dan zona pendukung seperti kios (pusat ekonomi), lanskap, dan infrastruktur lainnya seperti tempat pengolahan sampah dan penyediaan mandi, cuci, kakus (MCK).

Kalau sebut nama Boven Digoel Tanah Merah kita akan ingat tempat bersejarah, ingat Penjara Boven Digul.Tempat pembuangan dan pengasingan bagi pejuang kemerdekaan Indonesia pada masa kolonial Belanda, seperti Wakil Presiden ke-1 RI Mohammad Hatta. Untuk diketahui, wilayah tersebut berjarak sekitar 422 kilometer dari Kota Merauke di Provinsi Papua.  Pengalaman penulis pada tahun 1994 jalan ini sudah ada dan berfungsi dengan baik. Masalahnya jarang ada kampung, jadi anda harus perhitungkan kebutuhan bensinnya, atau bawa sendiri semua keperluan yang dianggap perlu. Waktu itu jalannya meski sudah baik tetapi badan jalannya nyaris tertutup oleh pohon semak-semak dari  kiri kanan jalan, karena jarang dilalui kenderaan.

Di wilayah ini anda juga bisa menemukan Rumah Pohon.Wilayah Boven Digeol adalah lokasi wisata rumah pohon. Budaya masyarakat suku Korowai Papua. Masyarakat Suku Korowai. Mereka hidup di rumah pohon dengan ketinggian sekitar 12 sampai 35 meter dari permukaan tanah. Semakin tinggi rumah pohon, semakin aman keluarga yang tinggal di dalamnya dari ancaman “laleo” zombie hidup  pemangsa manusia, binatang buas, dan tidak terjangkau oleh nyamuk malaria.

Masyarakat Suku Korowai tak khawatir rumah pohon itu bakal runtuh tertiup angin karena sudah memperhitungkan diameter dan kekokohan pohon yang menjadi penopang. Yang penting, keluarga aman dari serangan  'laleo'. Dalam bahasa Suku Korowai, laleo adalah iblis yang kejam. Makhluk ini berjalan seperti mayat hidup dan berkeliran pada malam hari untuk mencari kerabat mereka. Menurut kisah turun-temurun, anggota Suku Korowai yang bersekutu dengan lalelo akan dibunuh dan dagingnya boleh dimakan. Suatu kegiatan Wisata Perbatasan yang menarik.



 



[1] https://kabar.sanggau.go.id/2019/02/15/kuching-event-crossborder-festival-wonderful-indonesia/


Tidak ada komentar: