Travel
Ke Perbatasan Mencintai Ujung Negeri
Travel
ke perbatasan kini jadi menarik. Hal ini sejalan dengan pengembangan cross
border tourism, meski belum popular, namun menunjukkan tren kenaikan kunjungan
wisatawan setiap tahun. Pada sejumlah wilayah, di mana pemerintah tengah fokus
mengeksplorasi pontesi wisata di perbatasan lewat beragam festival kebudayaan. Data
BPS pada Juni 2019, menunjukkan bahwa turis terbanyak berasal dari ASEAN. Dari
total akumulasi kedatangan pelancong per Januari-April 2019, wisman asal negara
kawasan ASEAN dan Amerika masing-masing naik 16.77% dan 7.40% dibandingkan
periode yang sama tahun lalu. Dalam kurun empat bulan tahun ini, jumlah turis mancanegara
mencapai 5.22 juta, naik 3.22% atau 160.000 turis dibandingkan periode serupa
tahun lalu sebanyak 4.96 juta. Dan, jumlah pelancong yang tercatat paling ramai
berasal dari ASEAN melalui tiga pintu utama, yakni jalur udara, laut dan darat.
Selama April 2019, total turis yang masuk ke Indonesia sebanyak 1.303 juta,
sedikit naik dari 1.302 juta dibandingkan April 2018.
Tiga
tetangga dekat ini, juga sebagai negara utama asal turis yang mengunjungi
destinasi wisata melalui jalur darat di perbatasan (cross border tourism),
seperti di Atambua, NTT, Aruk, Sambas, Kalbar. Dari lima jalur utama darat yang
dicatat BPS yakni, Jayapura (Papua), Atambua (NTT), Entikong, Aruk, dan Nanga
Badau (Kalimantan Barat), kedatangan turis terbanyak melalui jalur darat di Atambua
(NTT), Aruk dan Nanga Badau (Kalbar).
Saat
ini, di tiga jalur darat tersebut diketahui terjadi peningkatan kedatangan
turis. Di Atambua, persentase kenaikan pelancong sebanyak 56.95% dari 19.221
menjadi 30.167 turis, di Aruk naik sebesar 118.21% dari 2.658 wisman menjadi
5.800 pelancong, dan di Nanga Badau naik sekira 65.68% dari 2.678 turis menjadi
4.437 wisman selama Januari-April 2018 ke periode yang sama tahun ini.
Kenaikan
kunjungan turis di tiga pintu darat yang disebut di atas sinkron dengan upaya
Kementerian Pariwisata yang terus memoles potensi destinasi wisata melalui
beragam festival kebudayaan, produk kerajinan UKM dan kuliner lokal. Pada tahun
ini, misalnya, pemerintah menargetkan secara ambisius kenaikan wisman cross
border tourism dari 18% menjadi 20% atau sekitar 3.5 juta dari total target
nasional 20 juta wisman (presidentpost.id). Tak bisa dimungkiri bahwa imbas
dari menggeliatnya cross border tourism, yakni bertambahnya lapangan kerja dan
penyerapan tenaga kerja, khususnya di bidang akomodasi.
Berbagai
kegiatan touris di perbatasan mendapat sambutan yang menyenangkan. Hal ini bisa
kita lihat dari perhatian yang diberikan Sarawak Tourism Board (STB). STB Minta
Festival Crossborder Digelar Tiap Bulan. Pada waktu itu, Event crossborder
Festival Wonderful Indonesia baru akan digelar dua pekan lagi. Namun sikap
antusias sudah diperlihatkan pihak Malaysia. Buktinya, Sarawak Tourism Board
meminta event ini bisa digelar setiap bulan. Keinginan tersebut terungkap saat
Konsulat Jenderal RI di Kuching, Yonny Tri Prayitno,
melakukan koordinasi dengan Kementerian Pelancongan Sarawak, dan Direktur
Sarawak Tourism Board (STB), Puan Sharzede Datu Hj Salleh Askor. Pertemuan
dilangsungkan di Kuching, Malaysia, Kamis (14/2/2019). Yonny hadir didampingi
Konsul Ekonomi Irhamna Fithriya.
“Pihak
STB mengharapkan kegiatan Festival Wonderful Indonesia di border area dapat
dilaksanakan setiap bulan. Terutama, di akhir bulan. Dan bila memungkinkan,
tanggal pelaksanaannya sudah ditetapkan lebih awal, sehingga mereka bisa
membuat perencanaan lebih baik mendukung event Festival Wonderful Indonesia,”
tutur Yonny, Jumat (15/2). Dalam pertemuan tersebut, pihak Konjen RI juga
menyampaikan undangan untuk Menteri Pelancongan Malaysia. Undangan untuk menghadiri
Event Pariwisata di Kalbar, yaitu Perayaan Cap
Go Meh di Singkawang, dan Festival
Wonderful Indonesia di Perbatasan Aruk dan Entikong.
“Sarawak
dan Indonesia, khususnya Kalbar, dapat bekerjasama untuk mengembangkan
pariwisata di perbatasan. Karena, akan menguntungkan kedua wilayah, dan
meningkatkan kunjungan wisatawan ke kedua wilayah. Sarawak secara geografis
memiliki jarak yang lebih dekat ke Perbatasan. Sehingga, memudahkan para turis.
Dan untuk wilayah border, Indonesia juga siap menyambut wisatawan dengan
hiburan, rest area, centra UKM, perbelanjaan, dan objek wisata alam yang
indah,” paparnya.
Direktur
Sarawak Tourism Board (STB), Puan Sharzede Datu Hj Salleh Askor, menyambut baik
tawaran tersebut. Festival Wonderful Indonesia dinilai menjadi awal yang baik
dari kerjasama ini. STB akan mendukung event ini, dan siap membantu
mempromosikan dan membawa stakeholders terkait dari Sarawak. Seperti agensi
travel, pihak rumah sakit (Health Tourism), college, dan media dari Sarawak.
“Tahun
2019 juga merupakan Tahun Kunjungan Sarawak 2019 (Visit Sarawak Year).
Sehingga, event-event ini, juga akan membantu meningkatkan jumlah wisatawan ke
Sarawak dan ke Kalimantan Barat melalui perbatasan perbatasan yang ada,”
katanya. Salah satu event yang paling menarik perhatian festival di Pos Lintas
Batas Negara (PLBN) Entikong, Kalimantan Barat (Kalbar), 23-24 Februari. Sebab,
ada aksi penyanyi dangdut top Cita Citata dan Tika Zein. Selain itu, ada juga
Tari Poco-Poco yang akan dibawakan secara massal.
“Dengan
kehadiran, Cita Citata, kita sangat optimis mampu menarik banyak wisatawan
perbatasan. Apalagi pihak Sarawak juga antusias menyambut event-event yang kita
selenggarakan. Ini sinyal yang sangat
positif buat kita,” kata Sapto. Kita bersukur, ternyata Indonesia mempunyai
daerah perbatasan yang unik dan menarik, baik itu dari keindahan alamnya maupun
dari tradisi budayanya serta masyarakat yang ramah dan senang bersahabat.
Beberapa Lokasi Perbatasan yang mearik itu seperti :
Cobalah
Ke PLBN Yetetkun Tanah Merah, Papua
PLBN YetetKun Boven Digul Tanah Merah
Pemerintah
kini tengah mengembangkan Wisata “Cross Border”, wisata yang menarik dan
menjual keindahan Perbatasan. Perbatasan kini kian terbuka, di sinini anda akan
menemukan Keindahan alam Indonesia yang dipadu dengan Kebanggan citra diri
sebagai bangsa. Cobalah ke PLBN Yetetkun.
Pemerintah
terus meningkatkan kualitas jalan perbatasan (Trans Papua) pada ruas
Merauke-Boven Digoel, Tanah Merah untuk memperkuat konektivitas kawasan
perbatasan. Di sana anda akan temukan PLBN Yetetkun , tujuannya, menjadikan
kawasan perbatasan negara menjadi beranda depan terdepan yang dapat
dibanggakan. PLBN ini dilengkapi dengan gedung utama PLBN, pos pemeriksaan, pos
gerbang, power house, mekanikal, elektrikal, dan plumbing (MEP), Peralatan
X-Ray dan thermal detection, serta portal. Sedangkan untuk zona sub inti akan
dibangun rumah pegawai dan zona pendukung seperti kios (pusat ekonomi),
lanskap, dan infrastruktur lainnya seperti tempat pengolahan sampah dan
penyediaan mandi, cuci, kakus (MCK).
Kalau
sebut nama Boven Digoel Tanah Merah kita akan ingat tempat bersejarah, ingat
Penjara Boven Digul.Tempat pembuangan dan pengasingan bagi pejuang kemerdekaan
Indonesia pada masa kolonial Belanda, seperti Wakil Presiden ke-1 RI Mohammad
Hatta. Untuk diketahui, wilayah tersebut berjarak sekitar 422 kilometer dari
Kota Merauke di Provinsi Papua.
Pengalaman penulis pada tahun 1994 jalan ini sudah ada dan berfungsi
dengan baik. Masalahnya jarang ada kampung, jadi anda harus perhitungkan
kebutuhan bensinnya, atau bawa sendiri semua keperluan yang dianggap perlu.
Waktu itu jalannya meski sudah baik tetapi badan jalannya nyaris tertutup oleh
pohon semak-semak dari kiri kanan jalan,
karena jarang dilalui kenderaan.
Di
wilayah ini anda juga bisa menemukan Rumah Pohon.Wilayah Boven Digeol adalah
lokasi wisata rumah pohon. Budaya masyarakat suku Korowai Papua. Masyarakat
Suku Korowai. Mereka hidup di rumah pohon dengan ketinggian sekitar 12 sampai
35 meter dari permukaan tanah. Semakin tinggi rumah pohon, semakin aman
keluarga yang tinggal di dalamnya dari ancaman “laleo” zombie hidup pemangsa manusia, binatang buas, dan tidak
terjangkau oleh nyamuk malaria.
Masyarakat
Suku Korowai tak khawatir rumah pohon itu bakal runtuh tertiup angin karena
sudah memperhitungkan diameter dan kekokohan pohon yang menjadi penopang. Yang
penting, keluarga aman dari serangan
'laleo'. Dalam bahasa Suku Korowai, laleo adalah iblis yang kejam.
Makhluk ini berjalan seperti mayat hidup dan berkeliran pada malam hari untuk
mencari kerabat mereka. Menurut kisah turun-temurun, anggota Suku Korowai yang
bersekutu dengan lalelo akan dibunuh dan dagingnya boleh dimakan. Suatu
kegiatan Wisata Perbatasan yang menarik.