Selasa, 21 September 2010

TNI Tentara Pejuang atau Profesional




Hingga kini Thailand dan Filipina sepertinya belum seutuhnya mampu member tempat yang pas bagi militernya. Dimana sebenarnya militer itu berada. Kalau di Barat khususnya Amerika dan Eropa sudah jelas, militer mereka adalah tentara professional yang seutuhnya alat pemerintah/Negara. Militer mereka tidak diberi peran apa-apa, kecuali berlatih dan berlatih atau perang dan terus perang. Beda dengan militer di Asia. Disini ada istilah tentara pejuang?

 Artinya mereka bukan sepenuhnya tentara bayaran, tetapi mereka melakukan tugasnya demi keutuhan dan kejayaan bangsa. Sehingga militer itu juga perlu diajak “bicara” dan sebaliknya, militer itu juga mau melaksanakan tugas selain perang tanpa suatu imbalan tambahan. Tapi itu dahulu, di era sebelum reformasi. Kini sesudah reformasi keadaanya sudah sangat berubah. UUD 1945 yang begitu sakral dahulu, kini sudah dirobah-dan di ubah hingga empat kali, dan kini mau yang ke lima kalinya.

Indonesia agaknya perlu mencari ‘format’ yang pas, sehingga bisa terbebas atau bisa lebih baik dari yang dilakukan Thailand atau Filipina (Ada baiknya and abaca juga Wilayah Perbatasan.com). Saat ini ada dua pandangan yang samgat bertolak belakang. Pertama dari sisi TNI sendiri, seperti yang dikatakan oleh Panglimanya, Jenderal Djoko Santoso mengaku yakin proses reformasi internal institusinya sudah dan masih terus berjalan dengan baik sesuai jalur (on the right track) seperti diamanatkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Walau mengakui penilaiannya itu bisa dengan gampang dicap teramat subyektif, Djoko mempersilakan masyarakat menilai sendiri proses dan perkembangannya.


Semangat dan penilaian senada juga disampaikan dosen Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Edy Prasetyono. Menurut dia, proses reformasi internal TNI jauh lebih baik dari upaya serupa yang dilakukan institusi lain, bahkan jika dibandingkan dengan proses reformasi birokrasi di Indonesia. Komitmen untuk mereformasi diri tersebut, tambah Edy kemudian, dikonkretkan dengan keluarnya TNI dari legislatif di DPR dan MPR sekaligus menghapus doktrin peran ganda (Dwi Fungsi) ABRI (TNI ketika itu).

Kedua, dari para pakar pemerhati militer, seperti Ikrar Nusa Bhakti dan Letjen (Purn) Agus Widjojo, menurut mereka reformasi TNI belum selesai dan masih banyak yang perlu dibenahi. Walaupun sudah banyak perubahan dalam sepuluh tahun terakhir, reformasi TNI masih memiliki kendala berupa budaya dan pola pikir militer. Reformasi TNI harus dituntaskan guna pemurnian TNI menjadi tentara profesional untuk pertahanan. Menurut Agus Widjojo, mantan Kepala Staf Teritorial TNI, ada beberapa agenda reformasi TNI yang belum tuntas. Pertama, berkaitan dengan gelar kewilayahan yang sesuai dengan fungsi pertahanan dan kaidah demokrasi. ”Harusnya DPR dan masyarakat sipil berteriak begitu ada rencana pendirian kodam (komando daerah militer) baru. Untuk apa dan kenapa didirikan, harus ada penjelasan. Jangan sampai tentara bangun kekuatan lebih besar tanpa diketahui DPR,” kata Agus menyinggung rencana pembentukan Kodam di Papua.

Kedua, transformasi pola pikir dwifungsi TNI dari penjaga bangsa menjadi tentara profesional sesuai mandat konstitusi. Ketiga, struktur organisasi. Keempat, sistem pendidikan TNI. Menurut Agus, harus ditegaskan bahwa TNI hanya menangani isu pertahanan, yaitu yang berhubungan dengan ancaman militer dari luar negeri. Masalah ancaman dari dalam negeri hanya diatasi dengan pendekatan penegakan hukum. ”Kalau Polri membutuhkan bantuan TNI, tidak bisa Polri minta langsung karena Polri dan TNI sama-sama sebagai pelaksana semata,” kata Agus.

Kepala Pusat Penerangan TNI Marsda TNI  Sagom juga membantah pernyataan Agus Widjojo bahwa TNI hanya menangani isu pertahanan yang berhubungan dengan ancaman militer dari luar negeri. Menurut Sagom, hal ini bertentangan dengan konstitusi. Menurut dia, undang-undang jelas mengamanatkan bahwa TNI sebagai alat pertahanan negara berfungsi untuk menangkal dan menindak setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri yang dilakukan melalui operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang.




Terus terang pendapat para pakar diatas, tidak bisa dipungkiri, hanya sudut pandangnya saja yang mungkin masih berbeda, soal visi mereka jelas tidak perlu diragukan, tetapi yang kita perlukan adalah peran TNI yang pas dan sesuai dengan jati dirinya. Bahwa banyak hal yang telah terjadi dan menodai pengabdian TNI, semua itu bisa saja terjadi. Kita memang memerlukan referrensi dari Negara lain, tetapi kita juga tidak bisa menafikan kekhususan yang kita punya. (Harmen Batubara.Com atau Wilayah Pertahanan.com)

http://umum.kompasiana.com/2009/12/02/tni-tentara-pejuang-atau-profesional/

Tidak ada komentar: