Oleh Harmen Batubara
Bentrok antara tentara
China dan India di daerah perbatasan Lembah Galwan, Ladakh, Himalaya, hingga
menewaskan 20 tentara India. Bentrokan, Senin (15/6/2020) malam. “sesuai kesepakatan bersama” perang
diperbatasan hanya boleh dengan bersenjatakan batu dan tongkat. Kedua pihak
saling menyalahkan atas insiden itu dan saling klaim sebagai pemilik Lembah
Galwan yang sah. India menuding China memicu perselisihan karena membangun
infrastruktur di wilayah sengketa. Sebaliknya, China tidak merasa salah karena
berkeyakinan Lembah Galwan masuk wilayah China.
Menyelesaikan masalah
konflik perbatasan sebenarnya tidaklah susah. Tetapi yang menjadi
persoalan adalah kalau kedua Negara itu memang tidak punya niat untuk membangun
kerja sama tetapi hanya fokus pada kepentingan negarany sendiri. Tidak punya
keinginan untuk bersama-sama membangun kerja sama di perbatasan, maka bisa
dipastikan upaya untuk menemukan solusi perselisihan batas hanyalah sebuah
pekerjaan yang sia-saia. Kalau persoalannya di serahkan pada Pengadilan
Internasional, maka penyelesaiannya menjadi sangat mahal dengan kenyataan bisa
tidak mendapatkan apa-apa. Pengalaman seperti itu kita punya dalam hal sengketa
batas atas kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan. Karena itu janganlah berusaha
menyelesaikan masalah perbatasan kalau kedua Negara tidak punya niat tulus bagi
menjalin persahabatan yang lebih baik. Masalahnya, apakah masih perlu perang
karena beda tafsir perbatasan?
Diatas kertas semua
sepakat, bahwa tidaklah perlu perang. Masalah perbatasan dapat diselsaikan
lewat meja perundingan. Tetapi pada kenyataannya. Pada faktanya hal itu sulit
dilakukan dan malah umumnya mereka bersedia perang untuk membela perbatasan
sesuai yang mereka tapsirkan. Masih ingat sengketa perbatasan antara Kamboja
dan Thailand? Sengketa wilayah perbatasan antara Kamboja dan Thailand sudah
lama berlangsung, terkait masalah tersebut Pengadilan Dunia pada tahun 1962
memberikan Candi Preah Vihear kepada Kamboja, tetapi tidak jelas kedaulatan atas
lahan di sekitarnya. Apakah otomatis ikut Candi atau bagaimana? Putusan
pengadilan itu hanya soal kepemilikan Candi. Pengadilan konstitusi Thailand,
pada tahun 2008, memutuskan bahwa komunike bersama yang ditandatangani Noppadon
dengan pihak Kamboja, yang mendukung pengajuan kepada UNESCO oleh Kamboja itu,
melanggar konstitusi dan Thailand menarik lagi dukungannya. Mereka pilih
“perang ter batas” dan jatuhlah korban.
Bentrokan ini sebenarnya
hanya mengikuti pengalaman kedua Negara pada tahun 1962. Pada tahun 1962,
setelah 13 tahun Mao Zedong memproklamasikan negara Republik Rakyat China,
kedua negara itu terlibat dalam perang hebat karena masalah perbatasan yang
dikenal dengan Sino–Indian War tahun 1962.
Pada perang tersebut,
pasukan China masuk menyerang melalui dua jalur perbatasan yang berbeda yakni
melalui Ladakh dekat Kashmir dan McMohan Line yang berada di Arunachal Pradesh
yang hingga kini masih disengketakan oleh kedua negara. Perang tersebut
menewaskan 1.383 tentara India dan 722 tentara China. Jumlah yang terluka
mencapai 1.047 dari pihak India dan 1.697 dari pihak China. Korban kebanyakan
berjatuhan karena kondisi ekstrem karena berada di ketinggian ribuan kaki dan
tak mendapat perawatan medis. Perang ini semestinya menjadi catatan berharga
bagi hubungan diplomatik antara kedua negara. Tetapi nyatanya juga tidak.
Militer India dan China
juga pernah bertempur di Nathu La sebuah jalur perdagangan kuno melalui
Himalaya yang merupakan bagian dari Jalur Sutra. Wilayah itu terpaksa ditutup
dan dibuka kembali pada 2006. Setelah Insiden Nathu La, China dan India juga
terlibat dalam pertempuran di Cho La. Wilayah yang tak jauh dari Nathu La.
Ketegangan juga mewarnai perbatasan China dan India di Arunachal Pradesh.
Kehadiran dan provokasi China di wilayah tersebut, membuat India mengirim
tentara ke wilayah itu. Kini India memasukkan Arunachal Pradesh sebagai salah
satu negara bagian dan masuk dalam teritorinya bahkan pada bulan Mei lalu
meresmikan jembatan sepanjang 9 kilometer yang menghubungkan Arunachal Pradesh
dengan utara Assam.
Demi Keunggulan Wilayah
Yang membuat perbatasan
kedua Negara ini jadi lebih rumit, karena kedua Negara memanfaatkan
pengaruhnya pada Negara-negara yang juga berbatasan dengan India dan China.
Buthon memihak India, Pakistan memilih China dan Tibet menjadi bagian dari
China. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya masalah perbatasan di wilayah itu jadi
saling tarik dan menutup jalan menuju kerja sama. Ditambah lagi. Kedua Negara
tidak mempunyai kesepakatan terkait perbatasan. Mereka saling tidak mengakui
hak Negara tetangganya. Ketika India di jajah oleh Inggeris, pernah
melakukan kesepakatan batas dengan Tibet yang dikenal dengan Mc Mahon Line.
Tetapi garis batas itu tidak diakui oleh China, karena menurut mereka Tibet
sebagai bagian dari China tidak punya hak untuk itu.
Garis McMahon adalah
garis perbatasan antara India Timur Laut dan Tibet yang diusulkan oleh
administrator kolonial Britania Henry McMahon (India adalah Negara jajahan
Inggeris) dalam Konvensi Simla 1914. Garis ini merupakan perbatasan
efektif antara Tiongkok dan India. Garis ini dinamakan sesuai nama Henry
McMahon, menteri luar negeri India Britania dan juru runding utama konvensi di
Simla. Konvensi tersebut ditandatangani oleh McMahon dan Lonchen Satra atas
nama Pemerintah Tibet. Garis ini membentang sepanjang 550 mil (890 km) dari
Bhutan di barat hingga 160 mil (260 km) di timur dari tikungan besar Sungai
Brahmaputra di sebelah timur, sebagian besar di sepanjang puncak Pegunungan
Himalaya. Konvensi ini tidak diakui oleh China.
Dalam hal perbatasan
India-China dikenal juga adanya Garis Kontrol Aktual. Garis Kontrol Aktual
(LAC) adalah sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah yang dikuasai India
dengan wilayah yang dikuasai oleh Tiongkok di bekas negara Jammu dan
Kashmir. Ada dua cara umum di mana istilah “Garis Kontrol Aktual” digunakan.
Dalam pengertian sempit, garis ini hanya mengacu pada garis kontrol di sektor
barat perbatasan antara kedua negara. Dalam pengertian itu, LAC membentuk batas
efektif antara kedua negara, bersamaan dengan Garis McMahon di timur dan bagian
kecil yang tidak bersengketa di antaranya. Dalam pengertian yang lebih luas,
garis ini dapat digunakan untuk mengacu pada garis kontrol bagian barat dan
Garis MacMahon, di mana garis ini merupakan perbatasan efektif antara India dan
Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Tetapi sekali lagi. Tiongkok tidak mengakui Garis
Kontrol Aktual yang hampir menyerupai sebagian besar “yang disebut garis
McMahon tersebut”
Pemicu Terjadinya Perang Perbatasan.
Ada beberapa alasan.
Namun utamanya, masing-masing pihak mempunyai strategis untuk mendapatkan
keunggulan dan itulah sebenarnya yang jadi Pemicu Utama. Kedua belah pihak
saling menyalahkan. Sungai Galwan yang secara tradisional mengalir secara damai
kini berubah menjadi wilayah konflik. China melihat, di daearh itu, daerah yang
paling dekat dengan LAC[1] atau
Garis Kontrol Aktual India membangun jalan baru dari Leh ke Murgo, sepanjang
Sungai Shyok menuju Daulet Beg Oldi (DBO), daerah terpencil sepanjang LAC di
Ladakh. Tindakan India untuk meningkatkan infrastruktur di perbatasan tampaknya
membuat marah China. Menurut China Wilayah Lembah Galwan adalah wilayah
China, dan situasi kontrol perbatasan ada pada mereka. “Menurut militer China,
India telah memaksa mereka masuk ke lembah Galwan. India mengubah status quo di
sepanjang LAC dengan membangun jalan, yang membuat marah China,” jelas Dr Long
Xingchun, presiden Chengdu Institute of World Affairs (CIWA), kepada BBC. Jalan
Baru itu bisa meningkatkan kemampuan India untuk memindahkan pasukan dan
materialnya dengan cepat jika terjadi konflik. Gesekan itu juga dipicu
oleh India yang secara kontroversial memutuskan untuk mengakhiri otonomi
terbatas Jammu dan Kashmir pada Agustus tahun lalu, dan sekaligus India juga
membuat ulang peta wilayah itu.Ladakh, yang nantinya akan dikelola pemerintah
federal yang baru, mencakup daerah Aksai Chin, wilayah yang diklaim India
tetapi dikendalikan dan diduki oleh China.
Pemerintah India juga
telah berbicara tentang merebut kembali Kashmir yang dikelola Pakistan. Jalan
raya Karakoram yang strategis melewati area ini, menghubungkan China dengan
sekutunya Pakistan. India juga melihat bahwa China telah menginvestasikan
sekitar US$60 miliar dalam infrastruktur ke Pakistan, yang disebut Koridor
Ekonomi China Pakistan, atau China Pakistan Economic Corridor (CPEC). Proyek
itu merupakan bagian dari Inisiatif Sabuk dan Jalan (One Belt One Road, OBR).
Jalan raya tersebut merupakan kunci untuk mengangkut barang ke dan dari
pelabuhan Gwadar di Pakistan selatan. Pelabuhan itu memberi China pijakan di
Laut Arab. Selain itu, China tidak senang ketika India pada awalnya melarang
semua ekspor peralatan medis dan pelindung untuk menopang stoknya segera
setelah pandemi virus corona dimulai awal tahun ini.
Dari sisi India, mereka
juga melihat China terus membangun infrastrukturnya di sekitar perbatasan.
China membangun jalan yang langsung menghubungkan provinsi Xinjiang
dengan bagian barat Tibet di wilayah Doklam yang menurut China merupakan bagian
dari wilayahnya, bukan milik Bhutan apalagi India. China berpendapat tak ada
pelanggaran yang dilakukan.“Itu adalah fakta yang tak terbantahkan yang
didukung oleh bukti historis dan yurisprudensi,” kata juru bicara kementerian
luar negeri China Lu Kang. Bhutan sendiri berharap China mematuhi kesepakatan
bersama dan tetap mempertahankan status quo di wilayah tersebut.
Wilayah yang menjadi pemicu
sengketa itu berada di persimpangan antara India, China, dan Bhutan[2].
Wilayah itu sesungguhnya menjadi sengketa antara China dan Bhutan. India hadir
atas permintaan Bhutan untuk menghadapi China. Sudah lebih dari 30 tahun
sengketa itu berlangsung, tapi hingga saat ini belum ditemukan jalan keluar
yang tepat untuk semua pihak. Dan dipercaya tidak akan ditemukan jalan keluar
yang bisa menyenagkan para pihak.
Bagi India, meski
dataran tinggi itu bukan wilayahnya, tapi jelas jalan tersebut akan sangat
merugikan strategi pertahanannya, karena jalan itu berada di dataran tinggi
Doklam, dan itu sangat menguntungkan bagi mobiliasi pasukan China, terlebih
lagi jalan raya itu menghubungkan provinsi Xinjiang dengan bagian barat Tibet.
Pembangunan jalan raya di dataran tinggi itu akan memberi akses bagi China
untuk bisa menuju daerah yang sering disebut “chicken’s neck”, yakni sebuah
wilayah di timur laut. Wilayah itu dapat menjadi salah satu pintu masuk menuju
teritori India yang sekaligus bisa menjangkau dengan mudah beberapa negara
bagian di India.
“Pembangunan
infrastruktur tambahan dapat mengurangi keseimbangan kekuatan lokal yang akan
menguntungkan China, yang pada dasarnya akan membuat India lebih rentan
terhadap invasi jika terjadi konfrontasi militer dengan Beijing,” Kata peneliti
senior di Royal United Services Institute (RUSI) London, Shashank Joshi, kepada
CNN.
Baca Juga : China Yang Kuat dan Stabilitas di Kawasan
Masalah perbatasan
antara India dan China dipercaya masih akan berlangsung lama. Terlebih lagi
kalau kita melihat cara-cara penyelesaian pertiakain perbatasan antara kedua
Negara itu dengan Negara-negara yang berbatasan dengan mereka. Misalnya China,
mereka mempunyai masalah perbatasan dengan beberapa Negara seperti Jepang,
dengan Korea Selatan, bahkan dengan beberapa Negara Asean di Laut China Selatan
dan belum ada yang bisa terselesaikan dengan baik. Begitu juga dengan India,
mereka bersengketa dengan hampir semua Negara yang berbatasan dengan negaranya
dan juga tidak mampu menyelesaikannya dengan baik. Meski Dunia kian modern,
tetapi cara pandang manusianya terkait perbatasan malah semakin kuno.
Masing-masing mau ambil untung sebesar-besarnya demi kepentingannya sendiri.
Tidak mau berbagi atau tidak sudi bekerja sama.
[1] https://www.matamatapolitik.com/sebab-detail-kenapa-konflik-memanas-di-perbatasan-china-india-analisis/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar