
Oleh
harmen batubara
Belakangan
ini yang sering kita dengar dari Papua adalah seringnya terjadi gangguan
keamanan yang berupa penembakan aparat TNI atau Polri maupun warga sipil oleh
para penggiat separatism atau OPM. Berbagai kejadian itu bisa dikatakan sebagai
symbol makin aktifnya pergerakan para OPM itu sementara di sisi Polri dan TNI
sebagai sebaliknya. Menganut pola “business as usual”. Maknanya menggambarkan
kian lemahnya penegakan hukum di satu sisi dan tidak atau kurang berhasilnya
peran pembinaan kekuatan terirorial di sisi lainnya. Sebagai pengamat
pertahanan memang terdapat kesan seperti itu dalam sepuluh tahun belakangan
ini, nyaris tidak kita temukan adanya perubahan pola atau perbaikan dalam
penanganan yang terkait penegakan hokum dan perkuatan territorial. Sehingga
timbul kesan para OPM itu seenaknya saja melakukan terror disana-sini.
Prajurit
TNI yang bertugas sebagai penjaga perbatasan secara tidak langsung dapat
ditugaskan untuk juga membina teritorialnya dengan cara jadi apa saja yang bisa
mereka lakukan untuk menolong warga agar bisa berubah dari masyarakat
peramu-menjadi masyarakat yang punya sektor produksi berupa kebun karet dan
tanaman budi daya lainnya di sela-sela kebun karetnya. Prajurit itu bisa jadi
penyuluh perkebunan, biasa jadi guru sekolah, guru senam dan banyak lagi. Yang
ingin kita utarakan ada suatu simbiose kerja sama saling membesarkan antara
para pihak untuk melahirkan masyarakat papua yang mampu mempunyai potensi berupa
memiliki produk sendiri, berubah dari masyarakat peramu sebagaimana mereka
adanya.
Pola
ini bisa dilakukan dimana saja, sesuai dengan kondisi wilayahnya. Kalau cocok
karet ya petani karet, kalau kopi ya petani kopi dll. Idenya bukan kebun sawit,
karena kebun sawit itu adalah kebun industry dan hanya cocok buat petani maju
yang sudah punya disiplin tinggi. Warga papua biasa masih tergolong warga
serabutan dan lemah dalam hal disiplin. Intinya adalah agar pembangunan di
Papua bisa langsung bermanfaat bagi warganya, khususnya warga local yang memang
memerlukan bantuan. Maksudnya di satu sisi prajurit mengambil hati rakyat
dengan membantu warga agar bisa sejahtera sementara para OPMnya dicari utk
diberi berbagai pembekalan.
Polri dan TNI Bisa Menemukan Markasnya OPM
Kalau
yang kita dengar dan lihat itu adalah para penggiat separatism itu menghadang
atau mendatangi Pos Pos nya TNI itu, dan kemudian melakukan kekacauan di
sekitarnya. Kenapa malah bukan sebaliknya? Polri dan TNI itu agar menemukan
Pos-posnya OPM itu dan kemudian membakarnya (bila perlu). Sulitkah itu? Sebagai
ahli perpataan hal itu sangat sederhana, yakni menggabugkan kemampuan
penginderaan jauh (satelit) dan informasi Intelijen yang dalam bahasa
prajuritnya analisa geografi militer. Kita ketahui di setiap Pos Polri dan TNI
mulai dari pos yang sederhana sampai Pos canggih, pasti selalu ada informasi
“Lapsit atau laporan situasi” yang intinya memperlihatkan dimana saja opm itu
terlihat atau berada dalam 24 jam, nah kalau info itu kemudian digabungkan dengan
peta yang berisi jalan-jalan tikus di wilayah itu maka akan terlihatlah dimana
sebenarnya pusat-pusat kegiatan OPM itu berpusat. Nah kalau info itu sudah
ditemukan, ya kirimkan prajurit dan habisi markasnya atau pos-pos mereka itu.
Artinya para OPM itu dibuat jangan sempat punya waktu tidur siang. Kesan kita
yang terjadi belakangan ini justeru sebaliknya.
Untuk
mempunyai kemampuan seperti itu, TNI perlu memanfaatkan prajurit Topografi AD,
mereka punya kemampuan hidup di alam hutan, mereka punya kemampuan memanfaatkan
Citra Satelit, bisa memnafaatkan software pemetaan tercanggih. Mereka punya
drone dan mampu membuat dan mengopeasikan drone. Artinya berbagai informasi
dari satelit tadi masih bisa di optimalkan lagi dengan memanfaatkan kamera
lewat drone. Sehingga benar-benar pos-pos atau yang menjadi lokasi pusat
kegiatan OPM itu bisa diketahui untuk kemudian di netralkan kembali. Kalau itu
terjadi, maka OPM itu yang jadi tidak bisa hidup tenang dan malah harus mobile
setiap hari sampai mereka ditemukan atau menyerahkan diri.
Kita
hanya ingin menyampaikan bahwa Polri dan TNI jangan memberi kesempatan kepada
para OPM itu punya inisiatif untuk melakukan serangan. Sebab pertahanan terbaik
itu adalah dengan melakukan penyerangan. Jadi kita bisa bayangkan, kalau selama
ini OPM yang punya inisiatif, lama-lama ya mereka akan semakin menemukan pola
serangan yang lebih baik. Mereka akan menemukan banyak celah untuk membuat
gangguan yang lebih berskala besar. Sementara dari kacamata kita, Polri dan TNI
mestinya bisa membuat para OPM itu tidak bisa tidur siang dan malam karena
selalu diganggu dan diganggu.