Garis
Perbatasan Darat RI – Timor Leste
Disepakati
Oleh
Harmen Batubara
Pemerintah
Indonesia bersama dengan Pemerintah Timor Leste telah sepakat atas batas darat
terkait “two unresolved segments” yaitu
di Noel Besi, Citrana dan Bidjael Sunan Oben. Itu bermakna kedua Negara telah
sepakat tentang Garis batas Darat ke dua Negara. Selain itu juga telah
disepakati pengaturan teknis terkait dengan Haumeniana-Passabe dan
Motaain-Batugede. “Dalam pertemuan yang dilangsungkan dalam suasana bersahabat,
kedua negara telah sepakat mengenai penyelesaian batas darat “two unresolved
segments” yaitu di Noel Besi, Citrana dan Bijael Sunan Oben. Selain itu juga
telah disepakati tentang pengaturan teknis yang terkait dengan
Haumeniana-Passabe dan Motaain-Batugede,” ujar Menko Polhukam Wiranto bersama
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bersama Xanana Gusmao di kantor Kemenko
Polhukam, Jakarta, Senin (22/7/2019).
Menko
Polhukam mengatakan, dengan selesainya two unresolved segments ini maka dapat
disampaikan kepada masyarakat bahwa semua perundingan batas darat SECARA
PRINSIP sudah selesai dan akan dilanjutkan untuk perbatasan maritim.
Selanjutnya kesepakatan ini akan difinalisasi oleh Senior Officials’
Consultation untuk dituangkan dalam Addendum No. 2 dari Perjanjian Batas Tahun
2005 dan nantinya serta tentunya akan dituangkan dalam perjanjian komprehensif
Republik Indonesia dan Timor Leste.
Adapun
Dua wilayah sengketa yang sudah disepakati adalah Noel Besi-Citrana dan Bidjael
Sunan-Oben. Perbatasan Noel Besi-Citrana merupakan wilayah di Kabupaten Kupang,
Nusa Tenggara Timur yang berbatasan langsung dengan Oecusse-Ambeno, bagian dari
wilayah Timor Leste. Sedangkan Bidjael Sunan-Oben merupakan wilayah yang berada
di Manusasi, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU).
Perundingan
Panjang Ditengah Persahabatan
Persetujuan
Penegasan dan Penetapan Batas RI-RDTL tertuang dalam komunike bersama yang
ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri RI Hasan Wirajuda dan Ketua UNTAET
Sergio Viera de Mello di Denpasar pada tanggal 2 Februari 2002. Kemudian
dituangkan lagi dalam Provisional Agreement yang disepakati di Dili tanggal 8
April 2005. Pada Provisional Agreementtahun 2005 terdapat tiga wilayah
unresolved segment, yaitu Noelbesi-Citrana, Bijael Sunan-Oben dan Dilumil-Memo.
Masalah
Noel Besi / Citrana : Daerah sengketa
terletak di Kabupaten Kupang, dengan luas + 1.069 Ha, berawal dari sengketa
lahan. Pada waktu Timor Timur masih bergabung dengan NKRI, daerah Noel
Besi/Citrana merupakan daerah perbatasan Kabupaten Kupang (NTT) dengan kabupaten
Ambeno (wilayah Timor Timur). Daerah ini dialiri Sungai Noel Besi yang bermuara
di selat Ombai dimana sejak jaman Portugis aliran sungai mengalir di sebelah
kiri daerah sengketa.
Oleh
karena adanya perubahan iklim sepanjang tahun/perubahan alam, menyebabkan
aliran sungai bergeser kearah kanan daerah sengketa yang merupakan lahan
pertanian subur dan lahan tersebut merupakan warisan turun temurun dengan batas
sungai Noel Besi yang sekarang ada. Dari aspek yuridis, batas Negara menurut
Treaty/Traktat 1904 Belanda-Portugis disebutkan muara Sungai Noel Besi
mempunyai Azimuth kompas 300 47’ NW kearah pulau Batek dan dari aspek Teknis
(menurut Toponimi) nama Sungai Noel Besi terdapat di sebelah timur Sungai Nono
Noemna. Mengingat adanya perbedaan pandangan yang sangat tajam tentang batas
darat kedua Negara, masing-masing merasa perlu adanya data/analisis yang lebih
lengkap dan akurat
Bijael
Sunan/Manusasi : Daerah sengketa meliputi daerah seluas ± 142,7 Ha, dikarenakan
adanya perbedaan persepsi traktat/Treaty juga di sebabkan karena masalah adat.
Sebelum tahun 1893 daerah ini di kuasai oleh masyarakat Timor Barat, namun
antara 1893-1966 daerah ini di kuasai masyarakat Timor Timur (Portugis). Pada
tahun 1966, garis batas di sepanjang Sungai Noel Miomafo digeser ke utara
mengikuti puncak pegunungan/bukit (watershed) mulai dari puncak Bijael Sunan
sampai dengan barat laut Oben yang ditandai dengan pilar Ampu Panalak.
Pertanyaan
yang muncul adalah bagaimana pemindahan batas wilayah yang dilakukan secara
adat dengan melintasi batas antar Negara/batas Internasional, disaksikan oleh
Gubenur Portugis dan NTT pada saat itu. Pada kasus manusasi terdapat 2 hal yang
cukup menarik, pertama menurut Treaty 1904 garis batas mengikuti Thalweg
(walaupun prinsip median line termasuk disepakati), kedua menurut adat, garis
batas mengikuti punggung bukit (Bukit Oelnasi). Prinsip delineasi berdasarkan
watershed/punggung bukit juga dianut dalam Treaty 1904.
Dilumil/Memo
: Daerah bermasalah di Dilumil/Memo Kabupaten Belu mencakup daerah seluas ±
41,9 Ha, berawal dari sengketa lahan yang berada di delta S. Malibaka sebagai
hasil proses pengendapan. Dalam hal ini, pihak RI pada awalnya menghendaki
batas wilayah RI-RDTL berada disebelah timur Delta, sedangkan RDTL menghendaki
di sebelah barat Delta. Namun pada perkembangan terakhir (sesuai pertemuan
TSC-BDR RI-RDTL tahun 2004), pihak RI menghendaki penarikan batas sesuai median
line yang membagi dua river island/delta.
Keinginan
RI ini mengacu pada kesepakatan median line sebagai pengganti metode thalweg di
S. Malibaka yang apabila di tarik lebih lanjut akan melalui tengah Delta
tersebut. Disisi lain untuk memberi rasa keadilan bagi kedua masyarakat RI-RDTL
yang sama-sama menggarap lahan/tanah di Delta tersebut. Penyelesaian
permasalahan batas, di perkirakan akan lebih mudah dilakukan untuk disepakati
dalam waktu tidak terlalu lama dibandingkan 2 daerah unresolved lainnya. Hal
ini mengingat, adanya faktor kebersamaan dan tidak adanya konflik yang menonjol
dari masyarakat setempat kedua Negara, serta luas daerah yang dipermasalahkan
kedua Negara tidak seluas di Manusasi maupun Noel Besi.
Beberapa Catatan Yang Tinggal Kenangan
Pada
November 2008 telah dilaksanakan pembangunan Pos Imigrasi RDTL di daerah
Unresiolved Segment Noel Besi-Citrana namun kegiatan pembangunan gedung
tersebut dapat dihentikan setelah diadakan musyawarah yang melibatkan aparat
pemerintah dan masyarakat.
Tetapi
kemudian telah ditemukan adanya bangunan baru untuk Kantor Pertanian, Balai
Pertemuan, Gudang Dolog dan tempat penggilingan padi di area yang sama, yang diperkirakan dibangun
pada bulan September 2008 dan diresmikan oleh Menteri Pertanian RDTL bulan Mei
2009.
Pada
minggu ke empat bulan April 2010 ditemukan pemasangan nama Gedung
yang bertuliskan “ MENESTERIO DA
AGRI KULTURA “ dan penggunaan mesin pertanian (Traktor) didaerah Naktuka. Di
area ini juga terdapat LSM OACP( Oecussee Ambeno Community Programme). Bahwa Pemerintah Indonesia (Kementerin Luar
Negeri) telah mengeluarkan Nota Protes No. D/00172/01/2010/59 tanggal 27 Januari 2010 tentang keberadaan bangunan dan aktivitas
masyarakat Timor Leste di Unresolved Segment Noel Besi-Citrana.
Pada
tahun 2013 dilakukan adendum terhadap Provisional Agreement tahun 2005. Salah
satu isi dari perubahan kesepakatan tersebut adalah mengenai UNRESOLVED SEGMENT
Dilumil-Memo. Kedua negara akhirnya menemukan titik temu untuk menyepakati
garis batas negara di segmen Dilumil-Memo. Sejak saat itu perbatasan
Indonesia-Timor Leste masih menyisakan dua unresolved segment yaitu
Noelbesi-Citrana dan Bijael Sunan-Oben. Tapi semua itu sudah bagian dari masa
lalu. Garis perbatasan darat itu kini
telah disepakati.
Awal
tahun 2017 di Jakarta, Menkopolhukam Wiranto didamping Menlu Retno Marsudi
melakukan pertemuan pertama kali dengan Xanana Gusmao. Pertemuan itu
menyepakati pembentukan Senior Official Consultation (SOC) yaitu sebuah grup
kecil yang akan membahas secara teknis kesepahaman atau kesepakatan untuk
menyelesaikan dua titik batas darat tersebut.
Pertemuan
pertama SOC kali pertama dilaksanakan pada 10 Maret di Bali. Kala itu delegasi
SOC dari Timor Leste akan dikepalai oleh Wakil Menteri Luar Negeri, Roberto
Soares. Sedangkan Indonesia diketuai oleh Direktur Jenderal Asia Pasifik dan
Afrika, Desra Percaya. Pertemuam SOC ke
4 pada Desember 2018 silam, telah disepakati Term of Reference (TOR) Joint
Field Visit (JFV) on the Resolution of the Noel Besi-Citrana and Bidjael
Sunan-Oben Segments. JFV ini bertujuan untuk menelusuri seluruh elemen relevan
yang ada pada Traktat 1904.
Untuk
mempercepat penyelesaian batas itu, Badan Informasi Geospasial (BIG) mengambil
peran sebagai leading sector pada kegiatan JFV dalam menyelesaikan unresolved
segment pada perbatasan Republik Indonesia (RI) dengan Republik Demokratik
Timor-Leste (RDTL).
Kepala
Bidang Pemetaan Batas Negara BIG waktu itu, Astrit Rimayanti menjelaskan untuk
menyelesaikan sengketa, JFV dilaksanakan oleh BIG bersama Dittopad, Kementerian
Pertahanan, dan perwakilan dari Timor-Leste pada tanggal 28 April hingga 15 Mei
2019. Hasil dari survei tersebut kemudian dipresentasikan pada pertemuan SOC
ke-5 di Bali pertengahan tahun 2019.
"Survei
dilaksanakan menyusuri thalweg (bagian terdalam dari aliran sungai) hingga
muara Sungai Noel Besi. Selain itu, dilakukan juga pengukuran azimut ke Pulau
Batek. Sebagai tambahan, dilakukan pula perekaman video Noel Besi dan Nono
Tu-Inaan menggunakan pesawat nirawak, dan delineasi wilayah manusasi,"
jelas Astrit. Bagaimana pun proses panjang yang dilalui, Xanana Gusmao
mengatakan kedua Negara memiliki rasa persaudaraan dan atas nama Timor Leste,
dirinya mengucapkan rasa terimakasih kepada Menkopolhukam Wiranto dan Menlu
Retno Marsudi. "Saya bilang bahwa hari esok akan lebih baik," ujar
Xanana dengan senyuman dan memeluk Menkopolhukan Wiranto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar