Rabu, 27 Mei 2009

Aceh Sesudah Pilcaleg



ACEH SESUDAH PILCALEG, SEMUA OPSI MEMBERIKAN HARAPAN 
Oleh : Harmen Batubara *) 

 Aceh sudah memilih pemimpinannya, yakni pasangan Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar, banyak pengamat memang memprediksi demikian, bahwa pemenang pilkada Aceh adalah tokoh yang mampu menawarkan perubahan; pola yang pernah mengantarkan Clinton dan bahkan SBY ke kursi kepresidenan; orang sudah jengah dengan pola lama, apalagi yang selama ini dikenal tokoh pro Jakarta, streotipnya pasti itu ke itu juga, memperkaya keluarga sembari mengobral janji tahunya korupsi juga; orang pengin perubahan, andaipun semua janji itu tak terwujut, minimal sudah mencoba dengan visi dan background yang berbeda. Tetapi bagaimana sesudah mereka dinobatkan, biarlah sejarah kelak yang akan mencatat. Tetapi bagi banyak kalangan, pola perkembangan Aceh adalah sesuatu yang sangat menarik , baik itu kea rah yang sesuai dengan cita-cita para pendiri NKRI, kesepakatan Helsinki atau malah sesuai dengan cita-cita pendiri GAM itu sendiri, malah termasuk juga dengan berbagai opsi dan keinginan lain. Pertama, kalau perkembangan Aceh sesudah Helsinki dapat memakmurkan masyarakatnya serta mangakomodir kepentingan Jakarta, maka pola reintegrasi Aceh akan bisa diterapkan untuk Papua (di dalam negeri) dapat pula diterapkan bagi Macan Tamil di Srilangka, Mindanao di Filipina, Yala di Thailand Selatan dll (di luar negeri). Kedua, kalau ternyata perkembangan Aceh tidak mampu memenuhi harapan masyarakatnya serta tak sejalan dengan Jakarta, maka ada berbagai opsi yang siap jadi pilihan,seperti menjadikan wilayah ini jadi ajang kepentingan Negara asing yang senang melihat Indonesia cerai-berai; yang jelas akan jadi medan subur bagi para teroris kawasan yang mensinergikan Yala, Thailand; Srilangka, Filipina dan kekuatan pengacau lokal, papua, poso, ambon dan Aceh dan bahkan pendatang baru. Yang jelas, ia akan menjadikan wilayah Aceh berdarah-darah dan pasti akan meregang jutaan jiwa dari warga yang sesungguhnya adalah sesama saudara. Pilihan Rakyat, Pilihan Kita Semua... Bagi bangsa yang mengaku Negara demokrasi dan tergolong terbesar ketiga di dunia, soal latar belakang pemimpin tidaklah jadi persoalan utama. Siapapun ia, selama rakyat memilihnya, maka kitapun pasti mengamininya. Maka kini tidak pelak lagi, Irwandi Yusuf dan M. Nazar adalah pimpinan pilihan rakyat dan tempat kita semua menaruh harapan. Kita semua memahami bahwa sangat besar dan banyak permasalahan di sana yang memerlukan sentuhan kepemimpinan. Di Aceh saat ini terdapat beberapa kelompok yang benar-benar berada di ujung asa, menunggu uluran tangan para pemimpin seperti; pertama, mereka yang jadi korban tsunami dengan BRR yang penanganannya sungguh memprihatinkan; kedua, mereka yang jadi korban konplik Aceh sebelum era Helsinki, baik korban dari pihak NKRI maupun dari pihak GAM Ketiga, karena kondisi Aceh yang selama ini jadi ajang berbagai kepentingan maka salah satu yang sangat fenomenal adalah tumbuhnya ladang-ladang ganja secara spektakuler. Keempat, hancurnya infrastruktur dan sarana – prasarana yang menopang perekonomian Aceh, baik oleh karena komplik selama 30 tahun juga karena tsunami. Kepemimpinan Irwandi-Nazar juga akan diuji oleh kemampuan mereka berkoordinasi dan berkomunikasi, terutama dengan kalangan anggota DPRA(Dewan Perwakilan Rakyat Aceh). Sebagai calon independen mereka tidak punya ”sahabat sejati dan kekuatan ” di DPRA; padahal UU nomor 11 tahun 2006 mengamanatkan pembuatan tidak kurang dari 90 Peraturan Daerah, penyusunan pemerintahan baru, penyusunan anggaran belanja Aceh dan program pengawasan pembangunan Aceh. Tentu, semua orang juga menyadari tidaklah mungkin melihat keberhasilan pembangunan Aceh dalam waktu singkat; jadi dari Irwandi – Nazar sangat diharapkan oleh semua pihak atas kemampuan mereka meletakkan dasar-dasar yang memungkinkan kesepakatan Helsinki, keutuhan NKRI dan jalan kebijakan yang mampu membawa masyarakatnya menuju peningkatan produktifitas warganya, lebih lagi kalau keduanya mampu memanfaatkan pengalaman dan komitmen UE( Masyarakat Eropa); yang akan mendampingi masyarakat Aceh dalam proses rekonsialisasi dan perdamaian yang sedang berlangsung. Lebih lagi karena UE juga akan tetap berkomitmen atas tujuan perdamaian bagi semua di Aceh. Karena ini adalah dasar untuk Aceh yang makmur dan demokrasi dalam NKRI. Kedua pemimpin juga telah secara terbuka akan mendapat dorongan dan bantuan kerjasama dari presiden dan wakil presiden, tentu kesemuanya itu membutuhkan kemampuan mengelola berbagai kepentingan yang ada; baik di pusat maupun di wilayahnya sendiri. Dalam artian yang sebenarnya, kedua pemimpin itu kini memiliki segalanya, meski godaan untuk berbuat lain juga tidak sedikit. Dikaitkan dengan watak dan budaya lokal, maka sesungguhnya yang paling sulit adalah mengajak masyarakatnya untuk mau bekerja keras; padahal ditengah-tengah himpitan kemiskinan, tiadanya ketrampilan dan pengangguran maka yang menjadi sangat menarik adalah alam perjuangan itu sendiri. Kondisi serba tidak enak dan tak ada makananpun, tapi kalau dalam perjuangan seperti bergerilya adalah jauh lebih nikmat daripada hidup aman tapi tanpa pekerjaan. Pola rehabilitasi seperti apa yang mampu ditawarkan oleh Gubernur baru; karena harus diketahui, sejatinya banyak warga yang ”gamang” menghadapi hidup yang sesungguhnya. Bekerja Sungguh-sungguh Negeri yang aman bagi Aceh adalah adanya kesediaan masyarakat Aceh untuk kembali bekerja secara sungguh-sungguh. Hal itu bermakna; pertama, disatu sisi Gubernur baru harus secara simultan merehabilitasi semua infrastruktur, sarana dan prasaran yang menjadi nadi perekonomian rakyat sembari merehabilitasi semangat para warganya, baik mereka yang tadinya terjun langsung sebagai kombatan, maupun mereka yang jadi korban di kedua belah pihak. Kedua, berikan petani partner dan mentor yang mampu meningkatkan kemampuan teknis mereka bertani, baik dalam hal cara dan memilih dan menyediakan bibit untuk bertani, mengolah hasil pasca panen dan pemasaran produk. Ketiga, berdayakan kelembagaan para petani/pekebun tradisional dengan merevitalisasi kelembagaannya seperti KUD, Kelompen Capir, (tidak persoalan metode lain, yang penting maknanya) yang sekaligus menjadikannya sebagai pusat-pusat peminjaman peralatan pertanian yang kepemilikannya ada pada lembaga atau perkumpulan. Kalau di Malaysia, setiap kelompok tani di desanya mempunyai peralatan pertanian, seperti pacul,cangkul, traktor tangan, semprotan hama, dll yang berasal dari sumbangan pemerintah, tetapi di pelihara dan dirawat oleh kelompok tani per RT/RW nya masing-masing. Jadi para petani itu tidak perlu membeli sendiri peralatannya, khususnya untuk alat-alat yang berharga mahal. Keempat, adanya jaringan pasar yang memungkinkan para petani dapat secara langsung mengakses pasar; maksudnya mereka mempunyai lembaga pemasaraan yang dapat menjual produk pertanian para anggotanya ke pusat-pusat perkulakan, baik ditingkat desa, kecamatan, kabupaten/Kota maupun Provinsi serta Ibu kota Nasional. Jadi sama semisal pusat-pusat pelelangan produk pertanian di setiap simpul yang dilalui produk seperti di desa asal, kecamatan asal, kabupaten asal dan provinsi awal. Sehingga para petani tadi tidak bisa diperdaya oleh para tengkulak, tetapi malah dapat memperoleh harga yang wajar dari hasil pertanian ataupun perkebunan tradisionalnya. Kelima, memberdayakan sektor infromal, kata kuncinya adalah berdayakan hak-hak adat dan ulayat rakyat menjadi sesuatu hak formal yang diakui oleh UU yang ada. Kakayaan rakyat adalah pada hak adat mereka atas tanah, maka harus dicarikan para ahli untuk manafsirkan hak-hak mereka itu sehingga mampu dijadikan menjadi SHM,HGU dan hak guna pakai yang penting diakui keberadaannya oleh UU dan bisa jadi pegangan kalangan perbankkan ” bank able”. Begitu juga dengan perencanaan Kota-kota, paduserasikan antara Pasar tradisional, Mal dan Toserba serta para pedagang kaki lima. Karena menurut Hernando De Soto, kelemahan para pemimpin di dunia ketiga, adalah ketidak mampuan mereka menghargai hak-hak milik warganya sendiri, yang membiarkan asset mereka tetap berada pada sektor informal atau tidak terjangkau oleh hukum; yang pada ahirnya mereka hanyalah jadi perahan para oknum aparat pemda, kepolisian, dllajr dan bahkan para preman.

Tidak ada komentar: