Rabu, 16 September 2009

Bagaimana Pertahanan dan Keamanan Suatu Bangsa Kian Melemah


Oleh Harmen Batubara
Bangkok, Selasa - Kabinet Thailand hari Selasa (15/9) menyetujui diterapkannya Undang- Undang Keamanan Khusus guna mengantisipasi demonstrasi besar-besaran yang kemungkinan akan digelar pendukung mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra akhir pekan ini. Kabinet menyetujui diberlakukannya Undang-Undang Keamanan Khusus ini selama lima hari, mulai Jumat (18/9), di distrik sekitar kantor Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva. ”Kami ingin memastikan bahwa kami berniat menyelesaikan persoalan itu dengan segera bila perlu,” kata juru bicara pemerintah, Supachai Jaisamuth.

Penggunaan Undang-Undang Keamanan Dalam Negeri (Internal Security Act/ISA) ini memungkinkan aparat keamanan Thailand membatasi ruang gerak para demonstran. Bahkan jika perlu bertindak cepat kalau-kalau kelompok anti-pemerintah— yang menamakan diri Front Persatuan untuk Demokrasi Melawan Kediktatoran (UDD) yang juga dikenal sebagai kelompok Kaus Merah pendukung Thaksin—melakukan tindak kekerasan anarki dalam aksi demo mereka akhir pekan ini.
Demonstrasi antipemerintah oleh demonstran Kaus Merah hari Sabtu ini di Bangkok diperkirakan bakal menjadi aksi demo terbesar, sejak aksi unjuk rasa yang membuat 120 orang cedera di luar Kantor PM Abhisit April lalu.
Kita melihat ini dari jauh, dari Indonesia yang kebetulan belum mengalami gejolak yang mengganggu keamanan dan pertahanan seperti di negeri gajah putih itu. Pada dasarnya adalah pada elite politik yang terkooptasi dengan kepentingannya masing-masing. Saya lalu ingat ketika, Negara kita melaksanakan pemilu 2009. Di satu sisi sangat disayangkan tidak profesionalnya KPU, tetapi untunglah para calon presiden kita itu mau memakai cara-cara demokrasi dan cara damai. Kalau saja mereka sakit hati, dan menggalang anak buahnya untuk melakukan protes? Alangkah kisruhnya Negara kita. Sekali lagi, para elite politiknya. Kalau suatu bangsa tidak mendasari niatnya dengan pertimbangan yang baik, maka suatu bangsa akan mudah carut marut.
Negara kita sebenarnya, punya banyak masalah, mulai dari persoalan saparatisme, sentiment agama, masalah HAM yang belum terselesaikan, suku isme, dan pembangunan yang jawa sentries dll. Semua ini memerlukan aturan main, peraturan dan UU yang harus di tegakkan. Tetapi satu hal yang agaknya belum kita miliki adalah penetrapan rambu-rambu aturan yang kuat. Terus terang aparat penegak hukum itu, masih sangat diwarnai oleh arahan pimpinan. Artinya masih sangat tergantung situasional. Meski baru embriyo tetapi kita sudah melihat kian kuatnya “dorongan” kepentingan sektoral, atau atas nama kepentingan sektornya masing-masing. Misalnya kita angkat saja “perseteruan” antara Polisi dan KPK. Di satu sisi hal ini sangat baik, artinya semua sama di mata hukum. Kalau dia salah dan kita bisa menindak ya tindak. Begitu juga sebaliknya. Kalau kita salah, kita juga bisa ditindak. Tetapi kalau gejala ini tidak bisa dikelola dengan benar, maka ia akan bisa menjadi seperti antara TNI dan Polri. Benih-benih ketidak senangan antara satu sama lain itu terus menumpuk dan kian menumpuk. Kalau gejala seperti ini terus berlanjut, maka suatu saat simpul-simpul ketidak saling senangan itu akan bermuara pada “munculnya” tokoh-tokoh yang di dukung oleh kepentingan yang berbeda, oleh “dendam” yang berbeda. Sehingga akan jadilah seperti apa yang kita lihat di Thailand saat ini.

Tidak ada komentar: