Minggu, 20 September 2009

Thailand Selatan Rusuh Lagi, Korban sudah mencapai 3900 orang

Kerajaan Siam menganeksasi Kesultanan Pattani tahun 1902, Inggeris mengakui kedaulatan Siam atas Pattani tahun 1906, sebagai imbalannya Siam menyerahkan Kelantan, Perlis, Kedah dan Trengganu kepada Inggeris; dari saat itu wilayah tersebut seakan tak terperhatikan oleh pemerintah pusat di Thailand; karena ide dasarnya untuk menganeksasi kesultanan itu juga hanyalah sebagai daerah penyangga bagi Thailand, dari gempuran Inggeris yang pada saat itu telah menduduki Semenanjung Malaya. Wilayah itu kemudian berkembang jadi sarang penyamun, daerah tak bertuan, pusat peredaran narkoba dan tempat persembunyian para buronan. Para PNS dan militer yang ditugaskan ke wilayah itu, juga lebih merasakan sebagai hukuman daripada sebagai bertugas. Situasi politik di Thailand Selatan mulai bergolak setelah Perjanjian Kerajaan Siam-AS tahun 1904 dan 1909 yang mengakui kedaulatan Siam atas Pattani; sejak saat itu perlawanan seporadis sudah mulai tumbuh, utamanya dengan mempertentangkan nasionalisme Melayu lawan Kolonial Siam. Tetapi semua upaya perlawanan itu tak pernah berhasil (kompas,maruli tobing,9/5/2007)
Kini kerusuhan akibat ulah kelompok bersenjata kembali membara di Thailand selatan dalam tiga hari terakhir hingga Jumat (18/9). Empat orang tewas dalam peristiwa itu. Sejak kerusuhan bermotif agama ini muncul awal 2004, korban tewas telah mencapai sekitar 3.900 orang.

Polisi Thailand, Jumat (18/9), melaporkan kelompok separatis menembak mati empat orang, yakni dua polisi dan dua warga sipil, di Thailand selatan. Serangan terjadi di kawasan mayoritas berpenduduk Muslim di perbatasan dengan Malaysia itu.

Empat korban tewas itu ditembak di empat tempat berbeda. Seorang polisi yang sedang mengendarai sepeda motor untuk menjemput istrinya ditembak mati oleh kelompok bersenjata di Provinsi Pattani.

Di tempat lain di Pattani, regu polisi yang berpatroli diserang hingga menyebabkan seorang tewas dan dua lainnya luka-luka.

Masih di Pattani, kelompok bersenjata juga menembak seorang pria sipil di sebuah pasar penyedia bahan pokok. Pria yang menjabat wakil kepala desa itu akhirnya meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit. Warga sipil lain ditembak mati di toko grosir miliknya di Provinsi Narathiwat oleh dua orang yang menyamar sebagai pembeli.

Pada hari Jumat sekitar pukul 14.15, kelompok separatis juga meledakkan sebuah bom di pinggir jalan desa Jampun Ban di Tambon Thathong, Distrik Raman. Mereka hendak menyerang tujuh tentara dari satuan pengawal guru yang sedang mengendarai sepeda motor menuju Ban Jampun School.

Kantor dibakar

Sekelompok tentara yang akan mengawal guru-guru pulang dari sekolahnya itu dilempari sebuah bom rakitan lalu diikuti serangkaian tembakan. Sempat terjadi kontak senjata selama lima menit. Sekalipun berhasil memukul mundur kelompok separatis itu, tiga tentara terkena luka tembak, yaitu Sersan Arif Teng (26), Sersan Bunya Niloh (25), dan Sersan Jaturong Bungkaew (25).

Pada Jumat sore, sekelompok orang tidak dikenal juga membakar kantor Administrasi Tambon Yarang di Pattani. Petugas pemadam kebakaran berhasil memadamkan api. Sebelumnya, beberapa warga desa setempat mendengar ada serentetan tembakan senjata api, diduga dari kelompok militan.(AFP/The Nation Online/CAL)

Tidak ada komentar: