Pertahanan, Tantangan Panglima TNI Baru
Al araf
Presiden
Joko Widodo akhirnya mengajukan nama Jenderal Gatot Nurmantyo sebagai calon
tunggal Panglima TNI ke DPR. Menurut rencana, dalam pekan ini DPR akan membahas
calon tunggal Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo, yang sebelumnya menduduki
jabatan Kepala Staf TNI AD. Dipilihnya
Jenderal Gatot Nurmantyo sebagai calon tunggal Panglima TNI tentu mengejutkan
sebagian kalangan mengingat Panglima TNI saat ini, Jenderal Moeldoko, juga
berasal dari Angkatan Darat. Dugaan publik selama ini
kemungkinan Presiden akan memilih calon Panglima TNI yang berasal dari Angkatan
Udara atau Angkatan Laut, mengingat sejak masa Presiden Abdurrahman Wahid ada
kebiasaan dalam proses pergantian Panglima TNI yang dilakukan secara bergantian
antarangkatan.
Tantangan. Meski tidak ada aturan yang mengharuskan agar
pergantian Panglima TNI dilakukan secara bergantian, ada sebuah anjuran dalam
undang-undang TNI agar posisi Panglima TNI dapat dipilih secara bergantian.
Pasal 13 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menyebutkan bahwa
jabatan panglima dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari
tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai kepala staf
angkatan.
Meski
demikian, kebijakan Presiden memilih Gatot Nurmantyo sebagai calon tunggal
Panglima TNI ini agak menarik. Biasanya presiden yang baru terpilih tidak mau
mengangkat calon Panglima TNI yang terkait dengan rezim pemerintahan
sebelumnya. Gatot Nurmantyo adalah Kepala Staf TNI AD yang diangkat Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono, tetapi dipilih Presiden Jokowi menjadi calon tunggal
Panglima TNI. Pergantian Panglima TNI
merupakan agenda yang bersifat rutin. Namun, pergantian kali ini memiliki makna
penting bukan hanya bagi TNI, melainkan juga bagi publik sebab agenda ini akan
memiliki pengaruh terhadap dinamika TNI ke depan. Apalagi TNI dewasa ini masih menghadapi berbagai
tantangan baik internal maupun eksternal.
Posisi
Panglima TNI memiliki nilai yang strategis sehingga pergantian ini bukan
semata-mata sebagai pergantian sosok, melainkan juga perlu dibarengi oleh
kerangka untuk mendorong munculnya sosok Panglima TNI yang bisa mendorong TNI
semakin profesional. Lebih dari itu, Panglima TNI baru harus tunduk terhadap
otoritas sipil dan patuh terhadap semua aturan hukum.Dalam perspektif publik
tentu kita sangat berharap agar Panglima TNI yang akan terpilih nanti memiliki
komitmen untuk mendukung dan tidak resistensi terhadap agenda reformasi TNI
yang perlu segera diselesaikan oleh otoritas sipil. Salah satunya adalah agenda reformasi peradilan
militer melalui revisi UU No 31/1997. Di sisi lain, otoritas sipil juga perlu
merealisasikan agenda peningkatan kesejahteraan prajurit sehingga sedikit
banyak hal itu dapat memengaruhi profesionalisme prajurit.
Belakangan ini kebijakan TNI
mendapatkan sorotan dari masyarakat, yakni terkait maraknya pelibatan TNI dalam
ranah sipil melalui berbagai MOU TNI dengan kementerian dan instansi sipil
lainnya. Dalam konteks itu, Panglima TNI baru perlu mengevaluasi berbagai MOU
tersebut. Secara normatif, tugas TNI dalam menjalankan operasi
militer selain perang hanya bisa dilakukan jika itu memang merupakan bagian
dari tugas TNI sebagaimana dimaksud UU TNI, yang didasarkan kepada keputusan
politik negara (Pasal 7 Ayat 2 juncto Pasal 7 Ayat 3 UU TNI) dan bukan
didasarkan kepada MOU. Dengan
demikian, bila MOU TNI yang telah dibuat ternyata tidak sejalan dengan UU TNI,
Panglima TNI baru perlu mengevaluasinya.
Selain itu, persoalan konflik oknum
anggota TNI dengan masyarakat, oknum anggota TNI dengan anggota Polri, oknum
anggota TNI dengan anggota TNI menjadi pekerjaan rumah yang harus dibenahi
Panglima TNI baru. Untuk pembenahan itu, secara internal Panglima TNI baru
perlu membenahi dan meningkatkan kedisiplinan prajurit dan secara eksternal
perlu membuka diri untuk mendukung agenda reformasi peradilan militer yang
perlu segera dilakukan otoritas sipil.
Visi maritim. Sebagai
sebuah visi, Presiden Jokowi memang memiliki visi yang jelas terkait dengan
pembangunan poros maritim. Visi politik Presiden, yang menyatakan kita sudah
terlalu lama memunggungi laut dan pentingnya pembangunan maritim, merupakan
visi politik yang baik dan diharapkan akan memengaruhi cara pandang serta
kebijakan politik negara pada era Jokowi ini.
Di sektor pertahanan, pembangunan
maritim tentunya perlu diikuti dengan upaya membangun kekuatan pertahanan
maritim. Dengan demikian, visi politik Presiden itu perlu diterjemahkan dan
diformulasikan dalam kebijakan pertahanan negara. Mengacu kepada UU pertahanan
negara, maka Presiden membuat kebijakan umum pertahanan negara dan Menteri
Pertahanan membuat kebijakan penyelenggaraan pertahanan negara (Pasal 13 Ayat 2
UU No 3/2002 juncto Pasal 16 Ayat 3 UU No 3/2002).Dalam pelaksanaannya,
Panglima TNI harus melaksanakan dan menjalankan kebijakan pertahanan negara
tersebut, mengingat hal itu merupakan salah satu tugas dan kewajiban Panglima
TNI yang diatur dalam Pasal 15 Ayat 2 UU TNI. Dalam konteks itu, siapa pun yang
menduduki jabatan Panglima TNI perlu memperhatikan visi maritim Presiden.
Gagasan maritime security dalam
konteks pertahanan tentunya perlu memperhatikan dan memprioritaskan pentingnya
pembangunan kekuatan angkatan laut dan angkatan udara, mengingat orientasi
pertahanan maritim membutuhkan bangunan kekuatan laut dan udara secara
bersamaan. Meski demikian, pembangunan kekuatan darat tidak boleh ditinggalkan
karena konsep trimatra terpadu dan strategi pertahanan yang berlapis. Prioritas
kebijakan pertahanan itu bisa meliputi kebijakan tentang postur TNI,
procurement, anggaran, dan lainnya. Konsekuensi dari hal ini adalah pentingnya
melakukan agenda restrukturisasi komando teritorial sebagai bagian dari gelar
kekuatan postur TNI dan mengubahnya menjadi kesatuan gelar kekuatan yang
terintegrasi.
Pada akhirnya, siapa pun yang
nantinya akan menduduki jabatan Panglima TNI, maka semua prajurit harus tunduk
dan patuh atas pilihan Panglima TNI yang dipilih Presiden dan disetujui DPR.
Tak boleh ada prajurit TNI dari angkatan mana pun yang bisa dan boleh menolak
atas pilihan Presiden tersebut. Saya yakin semua prajurit memiliki jiwa yang
besar dan lapang untuk tunduk dan patuh atas Panglima TNI yang dipilih Presiden
dan disetujui DPR. Terakhir, selamat kepada Jenderal Gatot Nurmantyo jika
akhirnya DPR menyetujui sebagai Panglima TNI dan semoga tetap tunduk dan patuh
kepada otoritas sipil.
Al
Araf - Direktur Program Imparsial,
Pegiat Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan (Sumber: Kompas 12 juni 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar