Jumat, 19 April 2013

Komite Persiapan Masyarakat Ekonomi ASEAN Pada Akhir 2015








Pemerintah akan membentuk komite nasional yang bertugas melakukan persiapan guna menghadapi diterapkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada akhir 2015. Komite akan mengikutsertakan perwakilan dari kalangan masyarakat. Presiden lewat Menteri Koordinator Perekonomian sudah menginstruksikan untuk segera membentuk komite nasional khusus yang bekerja selama 2,5 tahun untuk melakukan persiapan. Hal itu disampaikan Presiden ketika memberikan kuliah umum dalam acara Young Leaders Forum 2013 yang diselenggarakan oleh Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Kamis  18/4, di Jakarta.
Asean 2015 
Menurut Yudhoyono, komite tersebut tidak hanya diisi oleh perwakilan pemerintah seperti menteri dan kepala daerah, tetapi juga diisi oleh perwakilan dunia usaha serta pengamat ekonomi. Presiden mengingatkan agar tahun 2013 dan 2014 digunakan sebaik mungkin untuk melakukan persiapan menjelang penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. ”Komite nasional menjadi wadah untuk mempersiapkan diri. Jangan takut menghadapi ASEAN Economic Community,” katanya.

Agenda Politik Global Asean

Pada saat Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN  5 mei 2011 di Jakarta diwarnai kesadaran baru untuk memandang pentingnya posisi strategis ASEAN di samping pentingnya kerja sama ekonomi dan perdagangan dalam konteks perdagangan bebas dengan China maupun konsolidasi perdagangan regional. Di depan para kepala negara ASEAN waktu itu, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, berbagai persoalan yang dihadapi oleh setiap negara sekarang ini tidak cukup diselesaikan pada level nasional saja. ASEAN sebagai organisasi politik mengembangkan diri dari eksistensi organisasi regional menjadi organisasi yang lebih memberikan penekanan dan makna sebagai kekuatan geopolitik.
Baca  Juga :    Sustainabilitas Terorisme
Sebagai kekuatan geopolitik, ASEAN perlu melihat perubahan struktur kekuatan global yang tengah menghadirkan berbagai kekuatan nasional dalam format multilateral. Dipercaya para anggota ASEAN pun akan menghadapi persoalan serius berkaitan dengan energi, makanan, dan air bersih. Menurut RenĂ© L Pattiradjawane saatnya  Doktrin Natalegawa Tentang Keseimbangan Dinamis Akan Diuji Kembali Agar mampu membawa ASEAN, Indonesia khususnya, menjalankan peranan yang lebih besar di kawasan.
Misalnya agar  konflik Thailand-Kamboja dan masalah Laut China Selatan  bisa didorong kembali ke meja perundingan, kekuatan doktrin tersebut memang tidak hanya efektif untuk menjadi jangkar bagi multilateralisme, tetapi juga menjadi acuan penting yang menghadirkan resolusi damai dan rekonsiliasi sebagai pengejawantahan serius regionalisme.ASEAN memiliki dinamika persoalan yang jauh lebih rumit karena keanggotaan organisasi ini terdiri atas negara-negara yang secara tradisional memiliki sejarah panjang konflik perbatasan, sistem politik dan ideologi  serta tingkat pertumbuhan ekonomi yang tak seimbang satu sama lain.
Ketika ASEAN didorong untuk menjadi inti regionalisme dalam lingkup pengaruh multilateralisme, peranan Indonesia menjadi penting agar ASEAN mampu mengarahkan dinamika perubahan berbagai kepentingan yang terkoneksi satu sama lain. ASEAN yang selama ini dikenal lemah di tengah kekuatan besar AS, Jepang, dan China diharapkan akan berubah menjadi kekuatan geopolitik yang diperhitungkan. Perdagangan bebas China-ASEAN adalah langkah awal yang penting untuk menunjukkan kekuatan ekonomi dan perdagangan kawasan.

ASEAN Tersandera Isu Laut China Selatan 

Sengketa wilayah di Laut China Selatan praktis memosisikan negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dalam kondisi ”tersandera” menyusul kontestasi di antara dua negara adidaya, Amerika Serikat dan China. Namun di sisi lain, diyakini pula kondisi semacam itu tak akan sampai meningkatkan ketegangan antar negara terkait. Hal itu terutama mengingat semua pihak, baik ASEAN, AS, maupun China, sama-sama paham bahwa konflik akan merusak kondisi kondusif kawasan yang sudah ada dan relatif stabil saat ini.
Berbagai pendapat seperti itu mengemuka dalam diskusi yang digelar Rjaratnam School of International Studies (RSIS,20/3/2013), bekerja sama dengan Asia Journalism Fellowship, Yayasan Temasek, Singapura. Wartawan Kompas, Wisnu Dewabrata waktu itu, melaporkan, pembicara dalam diskusi itu adalah mantan diplomat Singapura dan Wakil Presiden Komite Internasional Federasi Bisnis Singapura, Tan Seng Chye, dosen tamu Institute of Southeast Asian Studies Asadul Iqbal Latif, serta Alan Chong dari Studi Internasional RSIS.
Menurut Asadul ”Isu sengketa Laut China Selatan adalah benar-benar antara AS dan China dengan ASEAN sebagai pihak tersandera. Jika kita yakin China salah, hal itu menjadikan kita pihak yang membenarkan AS dan idenya tentang kebebasan bernavigasi.” China juga tidak bisa disalahkan dalam artian menerapkan sikap atau kebijakan anti kebebasan bernavigasi lantaran selama ini mereka juga mengklaim tak pernah melakukan tindakan apa pun yang bisa dianggap membahayakan kebebasan tersebut.

Kemampuan, Kepemimpinan Indonesia di Kawasan

Pembangunan Infrastruktur  sangat penting bagi Indonesia untuk masuk dalam persaingan kerja sama global, hal itu dikatakan Duta Besar Swiss untuk Indonesia Heinz Walker-Nederkoorn di sela perayaan 60 tahun hubungan bilateral Indonesia dengan Swiss pada waktu(18/4/2013). Menurut Heinz, infrastruktur yang dibutuhkan itu khususnya di sektor transportasi, seperti pelabuhan, bandara, dan jalan. Banyak pelabuhan di Indonesia yang tidak dapat digunakan kapal besar untuk bersandar. Kondisi diperparah dengan seringnya peti kemas menumpuk di pelabuhan. Arus logistik pun terhambat.
Pemerintah Swiss dan Amerika Serikat berharap Pemerintah Indonesia segera memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonominya dengan meningkatkan pembangunan infrastruktur secara merata. Infrastruktur yang memadai menjadi jaminan utama yang dibutuhkan investor asing saat ini untuk menanamkan modal lebih banyak.
Menurut Heinz Walker-Nederkoorn para investor dari Swiss melihat Indonesia sebagai salah satu negara dengan perekonomian yang lebih baik daripada negara berkembang lainnya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, populasi yang besar, dan meningkatnya masyarakat kelas menengah menjadi daya tarik bagi investor asing. Saat ini ada sekitar 70 perusahaan Swiss berinvestasi di Indonesia.
Karenanya kinerja Persiapan Masyarakat Ekonomi ASEAN sangat strategis, sebab diharapkan mereka bisa memberikan arah, dorongan dan sekaligus mengochestrakan agar para pihak di berbagai kalangan bisa berbuat dan beperan langsung untuk mengantisipasi dan melakukan penyesuaian terkait ME 2015. Kesadaran untuk mempersiapkan diri sedari dini adalah kunci Indonesia menyongsong ME 2015 kata kuncinya adalah peningkatan kualitas SDM, pembangunan Infrastruktur serta manajemen yang baik.

Tidak ada komentar: