KOMPAS/WISNU WIDIANTORO
Tank medium yang dibuat PT Pindad ditampilkan dalam defile dalam
rangka upacara Hari TNI Ke-72 di Dermaga Indah Kiat, Cilegon, Banten, Kamis
(5/10). Sejumlah alutsista buatan dalam negeri turut menyemarakkan peringatan
tersebut.
Profesionalisme TNI
menjadi salah satu tujuan yang ingin dicapai Kementerian Pertahanan dalam lima
tahun masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Hingga 2017, upaya untuk
memperkuat keamanan negara terus ditingkatkan. ”Komitmen pemerintah untuk
pertahanan negara itu cukup tinggi. Bisa dilihat dari anggaran belanja untuk
Kementerian Pertahanan terus meningkat dari tahun ke tahun,” kata Staf Ahli
Menteri Pertahanan Bidang Ekonomi Bondan Tiara Sofyan saat memaparkan capaian
kinerja Kementerian Pertahanan dalam tiga tahun kepemimpinan Presiden Joko
Widodo di Jakarta Pusat, Jumat (29/12).
Pada 2014, anggaran
untuk Kementerian Pertahanan Rp 86,4 triliun. Pada 2015 jumlahnya meningkat
menjadi Rp 108,7 triliun. Peningkatan kembali terjadi pada 2016 dengan anggaran
Rp 112,4 triliun, yang kemudian dinaikkan lagi mejadi Rp 114,9 triliun pada
2017.
NIKOLAS NINO UNTUK KOMPAS
Staf Ahli Bidang Ekonomi Kementerian Pertahanan Bondan Tiara
Sofyan saat memaparkan capaian Kementerian Pertahanan dalam tiga tahun
kepemimpinan Presiden Joko Widodo di Jakarta Pusat, Jumat (29/12).
Bondan mengatakan,
peningkatan anggaran itu menjadi cara untuk mewujudkan TNI yang profesional.
”Dengan TNI yang profesional, itu bisa menjamin rasa aman bagi warga
negaranya,” kata Bondan. ”TNI yang profesional juga diukur dari kelengkapan
persenjataan.”
Berdasarkan data
Kementerian Pertahanan, terlihat adanya kesinambungan antara peningkatan
anggaran dan pemenuhan alat utama untuk sistem persenjataan (alutsista).
Pemenuhan Kekuatan Pokok Minimum II (Minimum Essential Force II) terus
meningkat persentasenya sejak 2014. Pada 2014, pemenuhan
kekuatan pokok minimum itu hanya memperoleh persentase 21,3 persen. Pada 2015,
persentasenya meningkat menjadi 33,9 persen. Peningkatan persentase mencapai
42,3 persen pada 2016 dan kemudian 50,9 persen pada 2017.
Berdasarkan data
Kementerian Pertahanan, terlihat adanya kesesuaian antara peningkatan anggaran
dan pemenuhan alat utama untuk sistem persenjataan (alutsista). Pemenuhan
Kekuatan Pokok Minimum II (Minimum Essential Force II) terus meningkat
persentasenya sejak 2014.Kekuatan pokok minimum
tidak hanya disokong dengan persenjataan yang dibeli dari luar negeri. Industri
pertahanan dalam negeri juga terus dioptimalkan. Hal itu ditunjukkan melalui
peningkatan kontribusi industri pertahanan dalam negeri terhadap kekuatan pokok
minimum. Pada 2016, industri
pertahanan dalam negeri berkontribusi sebesar 44,66 persen terhadap kekuatan
pokok minimum. Kontribusi itu meningkat cukup tinggi dibandingkan dengan tahun
2014, yang hanya 28,1.
Bondan beranggapan,
TNI yang profesional juga ditentukan dari tingkat kesejahteraan para prajurit
TNI. Kementerian Pertahanan berusaha mewujudkan hal itu dengan membangun 7.761
unit rumah prajurit.
Pengajar Departemen
Hubungan Internasional Universitas Indonesia Edy Prasetyono mengatakan,
profesionalisme TNI didukung tiga unsur yaitu, kompetensi, kesejahteraan, dan
akuntabilitas. Untuk urusan kesejahteraan, Edy menjelaskan, seorang tentara
harus mendapatkan gaji, tunjangan, dan jaminan mengingat dalam profesi itu
mereka rela mengorbankan nyawa untuk Indonesia. (Kompas, 4/10/2017)
Sementara itu, dilihat
dari kompetensinya, Edy menambahkan, seorang tentara harus memegang teguh sikap
kesiapsiagaan dalam berperang. Hal itu berangkat dari kemampuan dasar seorang
tentara, yaitu berperang dan menjaga kedaulatan NKRI.
Untuk urusan
kesejahteraan, seorang tentara harus mendapatkan gaji, tunjangan, dan jaminan
mengingat dalam profesi itu mereka rela mengorbankan nyawa untuk Indonesia
Terkait hal itu,
Peneliti Senior dari Center For Strategic and International Studies (CSIS) J
Kristiadi menyatakan, profesionalisme TNI adalah harga mati. Ia berpendapat,
TNI hendaknya berfokus pada tugas utamanya untuk bertanggung jawab di bidang
pertahanan, terutama dalam menjaga pertahanan dari ancaman militer asing. Oleh
karenanya, Kristiadi beranggapan, TNI diharapkan tidak terlibat pada kegiatan
politik praktis. (Kompas, 10/10/2017)
Keterlibatan TNI dalam
politik praktis, selain tidak menunjukkan profesionalisme, juga tidak sesuai
dengan Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Dalam UU disebutkan
bahwa TNI secara terhormat merupakan institusi yang memiliki tugas pokok untuk
mempertahankan negara dari agresi militer asing.
TNI bukan menjadi alat
untuk penguasa membangun basis politik dan secara eksplisit disampaikan bahwa
tentara profesional adalah tentara yang tidak berpolitik praktis. Profesionalisme
TNI dirasa dapat terwujud dengan terpilihnya Marsekal Hadi Tjahyanto sebagai
Panglima TNI. J Kristiadi memandang bahwa Hadi Tjahyanto peka terhadap harapan
publik karena akan mentransformasi TNI dengan mengembangkan doktrin pertahanan
yang fleksibel terhadap perubahan dan berorientasi pada perang modern. (Kompas,
12/12/2017),
Perang siber
Salah satu bentuk
perang modern ini adalah dengan maraknya ancaman keamanan dari siber. Dunia
yang semakin terdigitalisasi membuat bentuk ancaman terhadap negara semakin
beragam. Ancaman itu tidak hanya berupa peretasan situs atau akun milik negara
dan penyebaran virus, tetapi juga dilakukan dengan propaganda ideologi radikal
melalui media sosial.
Kementerian Komunikasi
dan Informatika menemukan, jumlah orang yang terdampak serangan fiber terus
meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2014, serangan berdampak pada 11 juta
identitas. Jumlah yang tedampak kemudian merangkak naik menjadi 13 juta
identitas pada 2015. Kenaikan kembali terjadi pada 2016 menjadi 15 juta
identitas. Kominfo menyatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu dari 10
besar negara di dunia yang menjadi target perang siber. (Kompas, 5/6/2017)
Tingginya serangan
siber diakibatkan oleh tingginya penetrasi pengguna internet di Indonesia.
Menurut survey yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (APJII), populasi pengguna internet di Indonesia mencapai 132,7 juta
pada 2016.
NIKOLAS NINO UNTUK KOMPAS
Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertahanan Marsekal
Pertama Yusuf Jauhari seusai acara bincang santai mengenain capaian Kementerian
Pertahanan dalam tiga tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo di Jakarta Pusat,
pada Jumat (29/12).
Kepala Pusat Data dan
Informasi Kementerian Pertahanan Marsekal Pertama Yusuf Jauhari menyatakan,
serangan siber merupakan salah satu hal yang dikhawatirkan mengganggu keamanan
dan ketahanan negara. “Serangan sekarang tidak hanya berupa malware dan virus
komputer saja. Media sosial kini menjadi hal yang cukup mengkhawatirkan, karena
itu berdampak langsung pada kehidupan sosial masyarakat,” kata Yusuf.
Yusuf menjelaskan,
bentuk serangan yang dilakukan lewat media sosial lebih berbahaya karena
menyebarkan ideologi-ideologi radikal yang dapat memecah belah keutuhan bangsa.
Hal itu dinilainya sebagai suatu hal yang membahayakan karena media sosial bisa
diakses oleh siapa pun termasuk anak-anak.
Ia mengkhawatirkan,
penyebaran propaganda melalui media sosial bisa membuat generasi penerus bangsa
dijejali ideologi yang tidak sesuai dengan dasar negara. Hal itu berakibat pada
berakhirnya Indonesia sebagai sebuah negara karena tidak lagi menjunjung rasa
persatuan dan kesatuan.
Konten negatif
Terkait dengan
penggunaan internet, APJII mencatat bahwa sebanyak 97,4 persen pengguna
internet Indonesia memanfaatkan internet untuk bermedia sosial. Hanya 25,3
persen di antaranya yang menggunakan internet untuk memperbarui informasi atau
membaca berita. Hal yang perlu diwaspadai adalah banyaknya berita bohong yang
disebarkan melalui internet.
Untuk penyebaran
propaganda atau ideologi-ideologi yang mampu memecah belah bangsa, Kominfo
menerima 521.407 laporan konten negatif dari media sosial Twitter. Laporan
konten negatif terbanyak, untuk semua situs media sosial, diterima pada bulan
Agustus dengan jumlah 521.359 laporan.
NIKOLAS NINO UNTUK KOMPAS
Awak media yang hadir dalam acara bincang santai mengenai
capaian Kementerian Pertahanan dalam tiga tahun kepemimpinan Presiden Joko
Widodo di Jakarta Pusat, pada Jumat (29/12).
Konten negatif merupakan konten-konten
yang mengandung radikalisme, SARA (suku, agama, ras, dan golongan), kekerasan,
dan ujaran kebencian. Yusuf mengaku, masih
sulit untuk mencegah serangan-serangan siber berupa propaganda ideologi radikal
yang disebarkan melalui media sosial itu. Upaya yang sudah dilakukan
Kementerian Pertahanan adalah membuat opini-opini alternatif yang digunakan
untuk menandingi opini radikal atau berita bohong yang disebarkan melalui media
sosial.
“Opini alternatif itu
bertujuan supaya masyarakat punya pembanding. Kami sebenarnya bisa melakukan
pemblokiran, tetapi itu tahapannya agak panjang. Sekalian untuk mendidik
masyarakat dalam bermedia sosial agar bisa menyaring mana yang tepat dan tidak
tepat,” kata Yusuf.
Twitter merupakan media sosial yang paling sering digunakan
untuk menyebarkan opini alternatif itu. Twitter dipilih karena memuat karakter
yang jumlahnya tidak terlalu banyak, yaitu 280 karakter, dan dianggap dapat
menyampaikan informasi secara padat.
Selain itu, untuk
mencegah terjadinya perpecahan melalui hiruk pikuk kabar permusuhan yang
diedarkan melalui media sosial, Kementerian Pertahanan memiliki program Bela
Negara. Yusuf menjelaskan, program itu bukan seperti wajib militer, melainkan
lebih pada penekanan pengamalan Pancasila sebagai dasar negara dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam Bela Negara, Yusuf menjelaskan, etika bermedia sosial yang
sesuai dengan sila-sila dalam Pancasila turut diajarkan. Ia menambahkan,
Pancasila adalah dasar negara yang membuat Indonesia masih bisa bertahan sampai
saat ini.
Pada 2017, jumlah
kader bela negara mencapai 74,3 juta orang. Jumlah itu meningkat dibandingkan
tahun 2016 yang berjumlah 71,2 juta orang, dan tahun 2015 yang sekitar 67,1
juta orang. Hal itu dipandang Yusuf sebagai suatu hal yang positif karena
kepedulian masyarakat untuk menjaga keutuhan NKRI itu semakin tinggi. (DD16)
Sumber : Kompas.id - Dorong
Profesionalitas TNI, Anggaran Pertahanan Terus Ditingkatkan; 29 Desember 2017
21:48 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar