Semangat Adu Domba dibalik Isu
Tolikara dan Singkil Aceh
Kalau kita peka, dan mau
membaca berbagai fakta yang ada di sekitar kita, maka sebenarnya secara
lamat-lamat kita akan bisa melihat bagaimana berbagai kejadian gejolak social yang
ada di sekitar kita. Katakanlah di Timur Tengah, di Asia Timur, di Afrika dan
di tanah-tanah bekas jajahan eks colonial zaman dahulu maka kita akan dapat
melihat siapa berbuat apa, siapa yang maunya apa dan siapa yang melakukan apa
dan siapa yang mendapatkan apa-apa.
Indonesia sebagai NKRI sudah
dipersatukan oleh perilaku colonial sejak zaman kuda gigit besi, zaman takkala
anak negeri masih jadi masyarakat peramu, masyarakat yang hidupnya tergantung
sepenuhnya pada alam. Saat alam jadi sumber kehidupan maka penguasaan wilayah
adalah suatu keharusan. Lalu muncullah raja-raja kecil yang kian menyadari
bahwa kehidupan tidak mungkin hanya bergantung pada wilayahnya saja, dan
datanglah bangsa Eropa yang memang dari sananya berniat mencari wilayah baru
untuk menambah penghasilan bagi Rajanya.
Datangnya orang – orang Eropa
ini diwakili oleh para pendekar petualang, yang otaknya hanya mau mencari dan
mencuri apa saja yang bisa didapat. Bagi mereka penduduk asli tidak lebih dari
dan sama saja dengan hewan-hewan yang ada di wilayah itu. Mereka bisa
menangkapnya, memakannya dan sepenuhnya terserah mereka mau diapakan. Mereka
dengan gampang mengadu domba sesama saudara, dan dengan terang-terangan, dengan
semua cara tidak ada garis moral di sana. Mereka menguasai wilayah NKRI ini
untuk waktu 350 tahun, begitu juga dengan Jepang untuk selama 3,5 tahun. Intinya
sama mereka melakukan apa saja asal wilayah nusantara ini tetap berada dibawah
kekuasaan mereka.
Semangat Negara Kolonial Zaman
Ini
Peradaban dan budaya memang
kian berkembang, kalau zaman dahulu orang eropa dengan mudahnya meracuni
sumur-sumur kehidupan orang pribumi dan mematikan warga kampong perkampung maka
sekarang cara bar bar seperti itu jelas tidak mungkin lagi. Tetapi cara lain
kan masih banyak? Yang penting tidak bertentangan dengan aturan internasional
yang ada. Maka yang terjadi kemudian adalah pola lama zaman baheula; dimana
bangsa barat yang lebih maju mengerjain bangsa-bangsa Timur Tengah, Asia dan
Afrika yang masih bisa mereka “kerjakan” dengan pola lama tetapi dengan cara
baru yang lebih terhormat. Tetapi semuanya sama, kalau dahulu mereka cari
rempah-rempah kini mereka cari Minyak, Emas, Tembaga, Batubara, Timah, kayu
dll.
Kalau dahulu yang datang adalah
perusahaan semacam VOC nya maka sekarang jenis nya juga sama seperti, dalam artian perusahaan besar ( kalau dahulu
zaman VOCnya boleh dikatakan adalah milik negera) maka sekarang para perusahaan
besar itu adalah milik swasta 100 persen tetapi di dalamnya sejatinya adalah
para ahli intelijen (Negara) yang menggalang dan berkolaborasi dengan aparat intelijen local (Negara
tempat mereka beroperasi). Jadi jangan heran, kalau kader-kader yang pro
pergerakan mereka sebenarnya sudah tertangani dengan baik. Baik itu yang ada di
jajaran Kementerian/Lembaga, di BUMN, di Swasta murni dan bahkan dalam jajaran
LSM-LSM itu sendiri. Kader-kader mereka sudah menjadi para petinggi di jajaran
yang kita punya.
Ketika terjadi peristiwa
Tolikara, maka cobalah catat bagaimana pandangan para pejabatnya, para petinggi
di Kementerian/Lembaga di kalangan BUMN, kalangan swasta dan LSM-LSM yang ada.
Kemudian takkala terjadi lagi hal yang mirip di Singkil Aceh. Maka cobalah
rekam kembali pendapat para pihak. Sayangnya saya tidak mau membuka catatan
saya, karena dengan membuka catatan-catatan sederhana itu saja, Kita sudah
sangat mudah di adu domba. Kita beruntung masih punya Tokoh-tokoh lintas agama,
dan masih punya tokoh-tokoh NU yang membuat percikan-percikan api yang sengaja
di siramkan ke bensin yang telah tertumpah itu ternyata bisa mati dan tidak
nyala. VOC-VOC zaman sekarang jauh lebih canggih dan tertata dengan baik. Kita
sebagai bangsa, kalau tidak hati-hati maka akan jadi bahan bancaan mereka lewat
berbagai isu kerusuhan dan perang saudara.Semoga warga dan pimpinan kita sadar
akan kondisi yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar