Kamis, 07 Maret 2013

Wilayah Pertahanan, Kinerja Intelijen dan Pendudukan Lahad Datu | WilayahPertahanan.Com

Wilayah Pertahanan, Kinerja Intelijen dan Pendudukan Lahad Datu | WilayahPertahanan.Com




Bagi kalangan awam seperti kita, sulit bisa dicerna oleh pikiran kita. Bagaimana mungkin sebuah gerakan “pasukan” dengan jumlah ratusan personil “lengkap” dengan pakaian “kebesarannya” bisa masuk ke suatu wilayah negara berdaulat seperti Malaysia tanpa ada tindakan pencegahan?

Seperti kita ketahui, “Pendudukan” Sabah yang menghebohkan itu sebenarnya sudah di mulai pada tanggal awal Februari 2013. Saat itu ada rombongan perahu bermotor penuh muatan senjata dan manusia berseragam ala militer yang merapat di pantai dekat Lahad Datu, Sabah Malaysia Timur. Banyak diantara mereka terlihat lengkap dengan senjata berat.

Kemudian pada keesokan harinya gerombolan pendatang itu sudah terlihat merapat perkampungan perkebunan dekat Lahad Datu, kejadian itu kemudian di laporkan penduduk pada Polisi maka terjadilah “Drama pendudukan Sabah”. Hari hari berikutnya, rombongan besar terus mengalir, dan entah kenapa pasukan penjaga perbatasan Malaysia nampaknya jauh dari siap. Ibarat serangan dadakan, semua sudah terlambat.  Ternyata tokoh di belakang semua ini adalah Jamalul Kiram III, Sultan Sulu dari Filipina.

Hal yang kurang lebi sama juga di alami oleh TNI kita di Papua.  Seperti kita ketahui juga Pemerintah mengutuk keras tindakan brutal yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa delapan anggota TNI di Kabupaten Puncak Jaya dan Kabupaten Puncak, Papua, pagi 21 Februari 2913. Menko Polhukam Djoko Suyanto dalam siaran persnya di kantor Kemenko Polhukam, Kamis 21 Februari 2013 di Jakarta membeberkan kronologi kejadian bahwa pada pagi tersebut. Pada pukul 09.30 WIT, telah terjadi penyerangan terhadap Pos Satgas TNI di Distrik Tingginambut, Kabupaten Puncak Jaya, Papua, oleh kelompok-kelompok bersenjata.

Penyerangan ini mengakibatkan satu anggota Satgas TNI gugur atas nama Pratu Wahyu Bowo. Pratu mengalami luka tembak pada dada dan leher."Serta satu korban luka atas yakni Danpos Satgas atas nama Lettu Inf Reza. Ia mengalami luka tembak pada lengan kiri,"  siaran per situ lebih lanjut  mengatakan, berdasarkan perkiraan intelijen yang dimiliki aparat, daerah tersebut diindikasikan merupakan tempat aktivitas kelompok bersenjata api Goliat Tabuni.

Selain itu, pada pukul 10.30 WIT telah terjadi penghadangan dan penyerangan oleh kelompok bersenjata di Kampung Tanggulinik, Distrik Sinak, Kabupaten Puncak, Papua, terhadap 10 anggota Koramil Sinak, Kodim 1714/ Puncak Jaya, yang sedang menuju Bandara Sinak untuk mengambil radio kiriman dari Nabire. Kejadian tersebut mengakibatkan tujuh anggota TNI gugur, atas nama Sertu Ramadhan, Sertu M Udin, Sertu Frans, Sertu Edi, Praka Jojon, Praka Wemprik, dan Pratu Mustofa.

Lemahnya Deteksi Dini

Kalau di Malaysia, kita juga tidak tahu persis cara kerja kalangan intelijen mereka. Tetapi sebenarnya ilmunya sangat sederhana sekali. Dimanapun para aparat intelijen selalu meng up-date kejadian yang ada di seluruh yurisdiksi kerjanya. Hal itu bisa dalam lingkup regional, nasional dan lokal serta kejadian yang sangat khusus. Semua data itu, bila di plotkan diatas Peta, sebenarnya kejadian demi kejadian itu sudah mampu menceritakan “kejadian” yang sebenarnya. Kalau para analis intelijennya baik, maka mereka sudah tahu persis mana kejadian utama, kejadian “bulsit” atau pengalihan dan mana persoalan yang sesungguhnya.

Dengan pemikiran yang sangat sederhana seperti itu, maka sesungguhnya “pendudukan” Lahad Datu tidak akan bisa terjadi. Karena kejadian itu sudah terdeteksi jauh sebelum mereka bergerak. Jadi kita sangat heran dengan kemampuan intelijennya Malaysia.

Hal yang sama persis yang juga mengherankan kita yakni kejadian penyerangan dan penghadangan TNI di Papua. Kalau intelijennya bekerja dengan baik, maka jangankan untuk bisa menyerang Pos dapat mendekat saja para “perusuh” itu tidak akan mampu. Karena apa? Karena pergerakan mereka semua terekam dengan baik dalam informasi yang secara teliti dikumpulkan, di klarifikasi, diuji dan ditindak lanjuti dan dilucuti sehingga para perusuh itu sebenarnya tidak punya kesempatan untuk bertindak.

Tapi itu tadi, cara berpikir kita hanya cara berpikir logika saja, dan bagi kita hal seperti itu hanya bisa terjadi di dunia” intelijen Melayu”. Intelijen melayu ini selalu dipersonifikasikan kepada mereka yang “sok” sangat ahli dalam bidang intelijennya; padahal karakter dan kemampuannya jauh dari seorang intel yang kinerjanya biasa saja. Padahal kalau mereka mencatat semua kejadian sosial, budaya, ekonomi atau yang dulu kita kenal dengan Ipoleksushankam yang ada disekitarnya, menghubungkannya dengan tradisi dan persoalan yang lagi “ngeh” atau “in” maka sebenarnya bisa tebaca apa yang bakal terjadi.

Tidak ada komentar: